Menuju konten utama
Atribut Baru Kementerian ATR

Kontroversi Seragam Baru BPN: Sangat Militeristis & Boros Anggaran

Seragam dan atribut baru Kementerian ATR/BPN menuai kritik. Selain tak berkaitan dengan tupoksi, atribut baru lebih kental semangat militerismenya.

Kontroversi Seragam Baru BPN: Sangat Militeristis & Boros Anggaran
Menteri ATR/Kepala BPN Tambah Atribut Baru dalam Rangka Tingkatkan Kepercayaan Diri dan Jaga Kewibawaan Jajaran. instagram/kementerian.atrbpn

tirto.id - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) akan mengubah tampilan pegawainya dengan tambahan atribut seragam baru berupa baret, tongkat komando, serta tanda pangkat pegawai. Namun rencana ini menuai kontroversi dan kritik dari sejumlah pihak.

Atribut baru tersebut telah diluncurkan oleh Menteri ATR/BPN, Hadi Tjahjanto dalam acara Rapat Kerja Nasional (Rakernas) di The Ritz-Carlton Hotel Mega Kuningan, Jakarta, Selasa (26/07/2022). Hadi yang juga mantan Panglima TNI ini berdalih, selain memberikan kepercayaan diri kepada Kakanwil dan Kakantah, atribut baru juga diharapkan dapat menjaga kewibawaan.

“Kakanwil dan Kakantah menjaga kewibawaan untuk melaksanakan tugas, selanjutnya kita ciptakan kesetaraan dengan aparat penegak hukum di daerah. Tongkat komando dan baret adalah bentuk kesetaraan itu,” kata Hadi Tjahjanto.

Juru Bicara Kementerian ATR/BPN, T. Hari Prihatono mengatakan, penggunaan atribut tersebut saat ini masih sebatas prototipe dan belum diaplikasikan untuk seluruh staf Kementerian ATR/BPN. Ia bilang, saat rakernas yang digelar pada 26 hingga 28 Juli 2022 hanya sebatas memperkenalkan seragam atau atribut baru kepada semua jajaran ATR/BPN.

“Namun pada saat ini baru sebatas protetipe yang disematkan pada para Kakanwil (33) dan Kakanta (474)” kata Hari dalam keterangan tertulis, Kamis (28/7/2022).

Atribut Baru Dinilai Tak Sesuai Tupoksi

Pengamat Kebijakan Publik, Trubus Rahadiansyah menilai, kebijakan seragam dan atribut baru tersebut tidak berkaitan langsung dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) staf Kementerian ATR/BPN. Trubus menyebut justru penambahan atribut baru cenderung berlebihan.

“Enggak ada relevansinya (dengan tupoksi), enggak ada urgensinya itu. Yang jelas begini bahwa sebenarnya ATR itu tugasnya adalah menyelesaikan bagaimana menyelesaikan persoalan tanah, sertifikat, dan sebagainya. Tupoksinya itu, jadi kalau kemudian dikasih seragam sendiri seperti aparat keamanan, itu saya rasa terlalu berlebih-lebihan,” kata Trubus saat dihubungi reporter Tirto.

Trubus mengatakan, kebijakan penambahan atribut baru berupa baret hingga tongkat komando tersebut bukan merupakan kebutuhan masyarakat. Sebab, kata dia, saat ini warga lebih membutuhkan pelayanan yang cepat dan transparan daripada simbolis belaka.

“Di masyarakat yang dibutuhkan selama ini bahwa pelayanan terkait dengan ATR itu, layanannya maunya cepat, transparan, terbuka, akuntabel, bisa dipertanggungjawabkan kemudian disertai law enforcement yang jelas. Yang dibutuhkan masyarakat, kan, itu. Bukan seragam ataupun kesangaran atau hal yang menakutan dari petugasnya,” kata Trubus.

Sementara itu, anggota Komisi II DPR RI (mitra kerja Kementerian ATR/BPN), Mardani Ali Sera mengimbau agar Hadi Tjahjanto untuk lebih banyak menyerap aspirasi rakyat dan mengevaluasi kebijakan dari menteri sebelumnya. Daripada berfokus pada seragam yang menurutnya bukan hal yang terlalu penting.

“Fokus saja pada target kinerja. Sudah bagus dengan banyak turun ke bawah, mendengar dan mendapat masukan dari masyarakat plus perbaikan mental dari aparat,” kata Mardani saat dihubungi reporter Tirto, Kamis (28/7/2022).

Mardani menambahkan, “Selain itu perang melawan mafia tanah harus digaungkan.”

Selain itu, Wakil Ketua Komisi II DPR, Junimart Girsang menambahkan, tongkat komando yang dikenakan para pejabat hingga pegawai Kementerian ATR/BPN merupakan suatu keanehan. Menurut dia, yang perlu dilakukan semestinya bagaimana agar mereka bekerja sesuai dengan fungsi dan tugasnya.

“Namun yang terpenting adalah mengubah paradigma mereka supaya bekerja tegak lurus sesuai fungsi dan tugasnya dalam melayani masyarakat dan tidak mempersulit pengurusan sertifikasi dan jangan ada yang masuk dalam sindikasi mafia pertanahan,” kata politikus PDIP ini.

Junimart menambahkan, “Nanti kita lihat saja signifikansi kerja mereka dengan baret dan komando hasilnya seperti apa.”

Menurut Junimart, pejabat maupun pegawai BPN seharusnya tak membutuhkan atribut baru hanya demi menjaga kewibawaan agar seperti aparat penegak hukum.

“Seragam dan atribut itu tidak dibutuhkan dalam menjalankan tugas maupun fungsi Kementerian ATR/BPN, terlebih dalam pemberantasan mafia tanah. Pejabat di Kementerian ATR/BPN bukan penegak hukum maupun penyidik,” kata Junimart seperti dilansir Antara.

Namun kritik di atas dijawab santai Jubir Kementerian ATR, T. Hari Prihatono. Ia berdalih bahwa penambahan atribut pada seragam baru staf ATR/BPN dapat meningkatkan kinerja para staf.

“Kelengkapan pakaian dinas berupa baret, tanda pangkat, dan tongkat komando sebagaimana dimaksudkan untuk meningkatkan performa, rasa percaya diri, dan menambah wibawa personil Kementerian ATR/BPN dari tingkat pusat, kewilayahan, hingga kanta di tingkat kabupaten/kota dengan harapan dapat meningkatkan kinerja dalam pelaksanaan tugas,” kata Hari.

Semangat Militerisme di Kementerian ATR/BPN

Ide atribut baru di seragam pegawai Kementerian ATR/BPN ini tidak lepas dari Hadi Tjahjanto sebagai nakhoda baru yang menggantikan Sofyan Djalil. Sebagai catatan, Hadi merupakan Panglima TNI periode 2017-2021. Hadi pensiun pada November 2021 dan diangkat menjadi Menteri ATR/BPN oleh Jokowi pada 15 Juni 2022.

Mardani Ali Sera menilai, penambahan aksesoris bak anggota TNI-Polri tersebut membuat para pegawai Kementerian ATR/BPN menjauh dari semangat melayani. “Gaya militer yang kuat unsur komandonya malah mesti dijauhi. Justru semangat melayani yang perlu dibangun,” kata dia.

Hal senada diungkapkan Trubus Rahadiansyah. Ia menangkap kesan adanya upaya mencitrakan institusi Kementerian ATR/BPN mirip dengan institusi militer, tempat Menteri Hadi Tjahjanto berasal.

“Karena Pak Hadi Tjahjanto ingin membangun pencitraan, karena dia seorang tentara, seorang militer, kemudian menampilkan sosok militernya itu. Jadi menurut saya, ya jiwa beliau dibawa ke situ,” kata Trubus.

Trubus menambahkan, dengan kultur demikian, nantinya institusi pemerintahan akan berubah-ubah wajah sesuai asal institusi para menterinya. “Nanti kalau memang begitu, Kemendagri, kan, mendagrinya polisi, tuh, nanti pegawai Kemendagri dibikin jadi polisi saja seragamnya kalau mau kaya gitu. Semua diseragamkan sesuai pejabat di situ,” katanya.

Trubus menilai pendekatan dengan kesan militer tersebut justru kurang cocok untuk diaplikasikan kepada masyarakat sekarang. Ia menyebut bahwa pelayanan publik hendaknya menekankan pendekatan yang lebih humanis demi menghindari eksklusifitas dan penyalahgunaan kewenangan.

“Ini karena kalau pakai seragam itu kesannya kemudian deindividuasi namanya. Semua individunya, pribadinya jadi kalah dengan seragam itu. Jadi semuanya demi seragam itu, akhirnya. Menurut saya seragam seperti itu malah menimbulkan petugasnya jadi arogan, mudah sewenang-wenang, merasa dirinya eksklusif gitu,” kata Trubus.

Pemborosan Anggaran?

Selain tidak sesuai tupoksi dan mengedepankan semangat militerisme, seragam baru Kementerian ATR/BPN juga dinilai boros anggaran. Trubus bahkan menilai pengadaan atribut baru berpotensi menjadi ladang korupsi.

“Hanya membuang-buang anggaran dan sumber korupsi saja itu sebenarnya,” kata Trubus.

Sebab, kata Trubus, penambahan atribut tersebut tidak akan membawa pengaruh signifikan terhadap peningkatan layanan publik.

“Seragam itu enggak ada pengaruh apa-apa, enggak ada orang kemudian kalau pakai seragam ini, kemudian orang terus punya penyelesaiannya lebih cepat misalnya. Layanannya lebih baik, enggak juga,” kata Trubus.

Sementara itu, Mardani Ali Sera mengatakan, Komisi II DPR sebagai mitra kerja Kementerian ATR/BPN juga belum pernah dihubungi atau diajak berkonsultasi untuk membahas seragam dan atribut baru tersebut.

“Kami juga baru tahu dari media,” kata Mardani saat dihubungi Tirto pada Kamis (28/7/2022).

Terkait bujet, Jubir Kementerian ATR, Hari Prihatono mengatakan, pengadaan atribut tambahan tersebut telah memiliki anggaran yang terencana dalam mekanisme Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA).

“Pengadaan baret, perubahan tanda pangkat, dan tongkat komando sebagaimana dimaksud tetap menggunakan slot anggaran dalam DIPA,” kata Hari.

Hari menambahkan anggaran untuk pengadaan baret, tanda pangkat, dan tongkat tersebut telah tersedia pada masing-masing satuan kerja. Kendati demikian, ia tak merinci jumlah anggaran yang digunakan untuk penambahan atribut seragam baru Kementerian ATR/BPN tersebut.

Baca juga artikel terkait SERAGAM BARU KEMENTERIAN ATR atau tulisan lainnya dari Fatimatuz Zahra

tirto.id - Politik
Reporter: Fatimatuz Zahra
Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Abdul Aziz