tirto.id - Aksi perusahaan pinjaman online (pinjol) ilegal dengan modus mengirimkan uang lewat transfer bank secara langsung ke rekening korban mendadak ramai. Baru-baru ini, salah satu korban mengaku telah menerima dana masuk sebesar Rp1.040.000 dari PT Odeo Teknologi Indonesia. Korban menyebut tidak pernah ada transaksi, persetujuan, atau perjanjian apa pun dengan entitas tersebut.
Berdasarkan ulasan laman Odeo di Google, kejadian itu rupanya tidak hanya menimpa satu korban saja. Masyarakat yang pernah menjadi korban sama, juga ramai membanjiri kolom komentar dari perusahaan tersebut.
"Saya Monica. Saya tidak merasa meminjam dana ke Anda. Kenapa Anda transfer ke rekening saya sejumlah Rp1.008.000 sebanyak 4x, saya tidak akan bertanggung jawab atas bunga atau apa pun. Oleh karena itu saya sudah melaporkan tindakan tersebut," tulis Monica seperti dikutip Tirto, Rabu (20/7/2022).
Korban lainnya bernama Enjelin Wairara juga nampak kebingungan dengan aliran dana ke rekeningnya berasal dari dari PT Odeo. Ia sama sekali tidak merasa melakukan pinjaman dengan perusahaan tersebut. Dari kejadian ini, dirinya dirugikan. Terlebih Debt Collector (DC) perusahaan tersebut terus melakukan teror dan menyebar data pribadi bila tidak mengembalikan uang tersebut.
“Saya dapat transfer dari PT ini, saya tidak merasa meminjam saya harus balikin kemana uangnya?" katanya mempertanyakan.
Redaksi Tirto berupaya menghubungi perusahaan PT Odeo Teknologi Indonesia untuk meminta penjelasan terkait dugaan modus baru. Namun nomor tercantum diberikan perusahaan di Google tidak bisa dihubungi atau nomor tidak tersedia.
Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI), Tongam L Tobing menduga masuknya dana transfer ke rekening korban, kemungkinan besar karena pernah akses ke pinjol ilegal dengan mengisi data-data disediakan pihak aplikasi. Meskipun bersangkutan tidak jadi meminjam, namun data-data pribadi dan kontak handphone sudah sempat didapat pinjol ilegal.
“Hal ini terjadi kemungkinan besar karena penerima rekening pernah akses ke pinjol," kata Tongam saat dikonfirmasi reporter Tirto, Rabu (20/7/2022).
Dia pun mendorong kepada masyarakat yang pernah menjadi korban segera melapor ke polisi dengan dugaan tindak pidana penipuan. Namun demikian, apabila diperoleh informasi nomor rekening dan bank pengirim, maka masyarakat disarankan agar dana dikirimkan kembali ke pengirim.
“Apabila transfer dana tersebut diduga dari pinjol ilegal, kami mengharapkan penerima dana segera melapor ke polisi," katanya.
Kehadiran pinjol atau kini dikenal Fintech Peer to Peer (P2P) Lending saat ini bagaikan dua sisi mata uang. Satu sisi bisa memudahkan masyarakat dalam pendanaan untuk memenuhi kebutuhannya atau mengembangkan usahanya. Namun di sisi lainnya, masyarakat dapat terjerat utang ketika jatuh pada pinjol ilegal atau tidak berizin dari otoritas.
Dilansir dari laman resmi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), ada beberapa ciri-ciri pinjol ilegal yang bisa diketahui mudah oleh masyarakat. Pertama, tidak terdaftar/tidak berizin dari OJK. Kedua, menggunakan SMS/Whatsapp dalam memberikan penawaran. Ketiga, pemberian pinjaman sangat mudah. Keempat, bunga atau biaya pinjaman serta denda tidak jelas.
Kelima, ancaman teror, intimidasi, pelecehan bagi peminjam yang tidak bisa membayar. Keenam, tidak mempunyai layanan pengaduan. Ketujuh, tidak mengantongi identitas pengurus dan alamat kantor yang tidak jelas. Kedelapan, meminta akses seluruh data pribadi yang ada di dalam gawai peminjam. Terakhir, pihak yang menagih tidak mengantongi sertifikasi penagihan yang dikeluarkan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).
“Oleh karena itu kami sampaikan ke masyarakat agar jangan akses ke pinjol ilegal, cek legalitasnya di ojk.go.id,” Tongam.
Sekjen AFPI, Sunu Widyatmoko sendiri memastikan, bahwa perusahaan Odeo Teknologi Indonesia bukan bagian dari anggota AFPI yang telah berizin resmi dari otoritas. Sehingga perusahaan tersebut dipastikan adalah ilegal atau tidak berizin OJK.
“Biasanya modus kirim uang nanti ditagih. Itu ilegal," ujarnya saat dihubungi terpisah.
Dia menduga ada kebocoran data sehingga pelaku pinjol ilegal dengan mudah mendapatkan nomor telepon dan rekening masyarakat. Dengan gampangnya, maka perusahaan tersebut sengaja mengirimkan dana transferan ke korban dan meminta paksa untuk dikembalikan dengan bunga tinggi.
“Kalau dia bisa kirim itu, kan, bahaya banget, apalagi tahu nomor rekening. Harus diberantas kayak gini-gini!" tegasnya.
Cara Lapor Pinjol Ilegal
Apabila terlanjur terjerat pinjol ilegal, maka terdapat beberapa cara untuk melaporkan. Pertama, bisa lewat pengaduan kepada OJK. Berdasarkan Pasal 29 UU OJK, lembaga ini menerima pelayanan pengaduan konsumen yang meliputi:
- Menyiapkan perangkat yang memadai untuk pelayanan pengaduan konsumen yang dirugikan oleh pelaku di Lembaga Jasa Keuangan;
- Membuat mekanisme pengaduan konsumen yang dirugikan oleh pelaku di Lembaga Jasa Keuangan; dan
- Memfasilitasi penyelesaian pengaduan konsumen yang dirugikan oleh pelaku di Lembaga Jasa Keuangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
Kedua, pengaduan kepada Kominfo. Untuk melakukan pengaduan terhadap penyelenggara pinjol ilegal, dapat melakukan pengaduan ke Kominfo melalui email: aduankonten@kominfo.go.id mengunjungi situs Aduan Konten, atau melalui nomor Whatsapp resmi (08119224545).
Ketiga, pengaduan ke kepolisian. Jika pihak penyelenggara pinjol diduga telah melakukan tindak pidana, maka Anda dapat mengadukannya ke kepolisian setempat untuk diproses secara hukum.
Selain itu, untuk pelaporan pinjol juga dapat dilakukan dengan membuka situs https://patrolisiber.id/ atau mengirim email ke info@cyber.polri.go.id; Dalam pelaporan, sertakan juga bukti-bukti bahwa pinjol tersebut telah bertindak menyalahi peraturan perundang-undangan.
Keempat, pengaduan pada Satgas Waspada Investasi guna pemblokiran. Caranya dengan menggunakan alamat email waspadainvestasi@ojk.go.id, Anda selaku korban pinjol ilegal dapat melaporkan pada satgas khusus. Tujuan pelaporan tersebut adalah untuk pemblokiran pinjol terduga ilegal agar tidak semakin banyak korban yang terjerat.
Sempat Disinggung Jokowi
Menjamurnya pinjol di Tanah Air sempat membuat kesal Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dalam pemberitaan Tirto sebelumnya, Jokowi menyinggung permasalahan publik soal keberadaan pinjaman online dengan bunga tinggi yang meresahkan masyarakat. Ia ingin masalah pinjol yang meresahkan itu segera ditangani dengan baik demi membangun perekonomian masyarakat Indonesia.
"Fenomena sharing economy semakin marak, dari ekonomi berbasis peer to peer hingga bisnis to bisnis. Tetapi pada saat yang sama saya juga memperoleh informasi banyak penipuan dan tindak pidana keuangan telah terjadi," kata Jokowi saat menjadi keynote speech OJK Virtual Innovation Day dari Istana Negara, Jakarta.
Kepala Negara itu bahkan geram mendengar banyaknya masyarakat bawah yang tertipu dan terjerat bunga tinggi oleh pinjaman online. Terlebih mereka ditekan dengan berbagai cara untuk mengembalikan pinjamannya.
“Oleh karenanya perkembangan yang cepat ini harus dijaga, harus dikawal, dan sekaligus difasilitasi untuk tumbuh secara sehat untuk perekonomian masyarakat kita," pinta Jokowi.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menilai, langkah pemerintah selama ini hanya baru bisa mengatasi masalah pinjol di permukaan saja. Ada masalah mendasar yang menjadi biang keladi mengapa pinjol ilegal menjamur. Masalah utamanya adalah masih tingginya kebutuhan masyarakat akan sumber pendanaan yang mudah dan cepat didapat, kata Bhima.
“Kemudian kenapa bisa menjamur, karena permintaan di masyarakat untuk pinjaman pribadi personal ini tinggi banget. Masa pandemi menyuburkan itu. Tapi sebelum pandemi itu memang sudah tinggi permintaanya,” kata dia kepada Tirto.
Sayangnya, kata Bhima, kebutuhan itu belum bisa diakomodir oleh perbankan formal. Atau bisa dikatakan, inilah “bolong” pertama dalam sistem keuangan di Indonesia yang membuat pinjol ilegal menjamur.
“Karena rata-rata yang melakukan pinjaman online ini adalah mereka yang tidak memenuhi syarat untuk mengambil pinjaman di perbankan atau lembaga keuangan resmi. Jadi mereka gampang untuk jadi korbannya,” kata dia.
Bolong kedua, kata Bhima, belum mampunya pemerintah mengakomodir mereka yang kehilangan penghasilan karena menjadi korban PHK selama pandemi. Hilangnya penghasilan membuat mereka kehilangan kemampuan membayar kewajiban di bank yang pada akhirnya mendorong mereka terjerumus ke pinjol dan pinjol ilegal.
“Sebagian juga ada yang sebelumnya sudah berutang di bank, tapi mereka gak mampu secara pendapatan, penghasilan sehingga mereka menggunakan pinjaman online ilegal itu untuk membayar cicilan ke lembaga keuangan resmi. Karena kondisi keuangannya sedang terdesak,” papar dia.
Bolong ketiga adalah kelemahan dalam sistem penindakan terhadap penyedia jasa pinjol ilegal. Selama ini penindakan yang dilakukan banyak hanya berupa pemblokiran situs. Selain itu, ada juga kelemahan dalam evaluasi terhadap kegiatan usaha atas izin pendirian PT yang sudah diterbitkan lembaga terkait.
“Yang kelewat ini harus ada kritik juga soal perizinan berusaha yang dipermudah ini. Dengan adanya OSS juga, itu gimana melakukan evaluasi terhadap jasa yang dilakukan pada PT atau usaha yang dilakukan setelah dia mendapat izin usaha menjadi PT. Nah, di sini yang kemudian agak blank. Nah, belum tentu dengan PT usahanya sesuai dengan apa yang didaftarkan pemerintah,” jelas dia.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz