tirto.id - Saya bukan pecinta ikan koi. Tapi senang melihat ikan itu meliuk-liuk bebas di sebuah kolam besar. Namun kesenangan itu tak sampai membawa saya untuk memeliharanya. Selain karena harganya tidak ramah di kantong, faktor perawatan juga menjadi pekerjaan rumah.
Namun siapa sangka, dari banyak jenis ikan hias yang ada di Tanah Air, koi justru masih menjadi primadona di kalangan pencintanya. Selain memiliki daya tarik artistik, ikan dengan nama latin cyprinus rubrofuscus itu memiliki pola warna unik di tubuhnya dan menjadikannya 'barang mewah' bernilai tinggi.
Koi dijual dengan harga fantastis di pasaran. Ini menunjukkan bahwa keindahannya tidak hanya memanjakan mata. Tetapi juga memiliki pasar besar dan nilai ekonomi yang signifikan.
Jika melihat data dari Koi Global Market Report 2023, pasar koi global diperkirakan akan tumbuh mencapai 2,09 miliar dolar AS pada tahun 2023. Pasar koi diperkirakan akan mencapai 3,53 miliar dolar AS pada 2027 dengan tingkat pertumbuhan per tahun di level 10,9 persen.
Sejatinya, perdagangan ikan hias, memang menunjukkan tren peningkatan yang signifikan di Tanah Air. Pada 2020 misalnya, nilai ekspor ikan hias Indonesia mencapai USD30,76 juta (Rp447,78 miliar) dan menjadi USD34,55 juta (Rp494,47 miliar) di 2021. Angka tersebut kemudian meningkat kembali menjadi USD36,43 juta (Rp542,91 miliar) di 2022.
Sementara pada semester I-2023, ekspor ikan hias sudah mencapai USD20,5 juta atau meningkat 16,2 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Kondisi perdagangan ekspor ikan hias Indonesia yang sangat baik tersebut, berbanding terbalik dengan negara-negara kompetitor Indonesia. Ambil contohnya Jepang, Singapura, dan Belanda yang justru mengalami penurunan ekspor masing-masing sebesar 8,3 persen, 9,8 persen, dan 37,2 persen.
Meskipun bukan komoditas utama perdagangan ikan hias, ekspor koi hasil budidaya di Tanah Air juga meningkat pesat dalam beberapa tahun belakangan.
Berdasarkan analisa Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor koi meroket hampir 5 kali lipat dalam 3 tahun. Dari hanya USD19,2 ribu pada 2021 menjadi USD94,3 ribu pada akhir 2022. Peningkatan permintaan, utamanya berasal dari negara-negara Jazirah Arab.
Arab Saudi yang awalnya hanya mencatatkan nilai impor koi sebesar USD1.028 pada 2019, pada 2022 nilainya mencapai USD14.534. Hal yang sama juga dicatatkan Kuwait, yang pada 2020 hanya mengimpor USD1.725, tetapi melonjak menjadi USD13.380 pada 2022.
Selain Arab Saudi dan Kuwait, koi ternakan Indonesia juga laris dijual ke Eropa dan Amerika. Jerman, Italia, Swis, Argentina, dan Amerika Serikat merupakan segelintir negara yang secara rutin mengimpor ikan hias tersebut dari Ibu Pertiwi.
Bermula dari Hobi
Kebanyakan kisah para penekun bisnis budidaya koi, bermula dari hobi mereka memelihari ikan cantik tersebut. Peluang bisnis ini, salah satunya ditangkap oleh Suwanto.
Di tangan pria asal Desa Sumberingin Kidul, Tulungagung Jawa Timur, koi bukan cuma sebagai ikan hias, tapi dijadikan investasi. Minat pasar yang tinggi, harga jual mahal, serta keuntungan yang besar membuat budidaya koi yang ditekuni sejak 2010 bertahan hingga hari ini.
"Dulu waktu kami masih susah, kami meraba pekerjaan apa yang cocok buat kami,” ungkap Suwanto, pemilik Breeder Santria Koi, ketika berbagi cerita perjalanan usahanya.
Suwanto mencoba berbagai usaha, termasuk berternak dan berkebun. Namun, ternyata hobinya memelihara ikan koi malah menjadi bisnis yang paling menguntungkan. “Tidak kami sadari usaha koi yang belum 100 persen kami teknuni [saat itu], ternyata malah membawa hasil baik," imbuhnya.
Bermodal Rp6 juta dari hasil jual motor bekasnya, ia belanjakan seluruh uang itu untuk beli bibit koi mencapai 3.000 ekor. Bibit-bibit tersebut kemudian disortir dan dikembangkan dalam tiga kolam berbeda.
Dalam beberapa bulan sekali, Suwanto melakukan panen. Panen diambil dari koi grade paling bawah. Hasil jualnya kemudian diputar untuk kebutuhan biaya pakan. Pola itu dilakukan secara berulang selama 10 bulan awal sampai menyisakan 25 persen koi dari total bibit yang dibeli sebelumnya.
“25 persen tadi katakanlah dari 3.000 kita sisakan 800 ekor umpamanya. 800 ekor itu sudah bisa laku ada yang Rp1 juta – Rp3 juta. Jadi kalau 800 ekor dipukul rata aja Rp1 juta per ekor, berarti kan Rp800 juta,” tutur dia.
Umumnya, ikan koi bisa dijual dari umur pecah telur. Biasanya harga telur satu indukan dengan jumlah yang banyak dijual dengan kisaran Rp2,5 juta. Sementara telur sudah menetas dengan umur sehari sampai tiga hari ditaksir Rp5 juta.
Sedangkan untuk indukan jenis kohaku ukuran 40-35 cm harga jualnya bisa berkisar Rp3 juta. Lalu untuk indukan showa dengan ukuran yang sama bisa tembus Rp5-10 juta. Maka dari sini bisa kita simpulkan, bahwa koi harganya sampai sekarang bertahan mahal karena tiga jenis: kohaku, sanke, dan showa.
Perlu Dipersiapkan Bagi Pemula
Di luar dari potensi besar di atas, banyak hal sebenarnya mesti dipersiapkan ketika ingin terjun langsung berbudidaya koi. Pertanyaannya ‘Kenapa kok susah amat? Harus ada ini dan itu? Apakah bisa memelihara koi tanpa syarat wajib tersebut?’.
Mengutip duta koi, ada tiga hal wajib tersedia sebagai sarana untuk memelihara koi. Pertama wadah pemeliharaan. Jenis wadah ini bermacam-macam. Bisa berupa bangunan dari semen (beton) bisa juga dari plastik atau terpal. Tujuannya untuk menampung air sebagai media agar koi tetap hidup.
Kedua, sistem filter. Sistem filter kolam pada prinsipnya adalah membuat sirkulasi air dari kolam ke dalam ruang filter yang kemudian akan tersaring oleh media filter yang ada. Sistem ini akan menjaga tingkat oksigen dan kebersihan kolam.
Ketiga, fasilitas karantina. Fasilitas karantina adalah sebuah wadah yang terpisah dari kolam utama, yang mana kegunaannya adalah untuk merawat ikan sakit. Karantina juga untuk menampung sementara koi-koi baru sebelum dimasukkan ke kolam utama.
Selain sarana di atas, tidak kalah penting adalah masalah modal. Bagi teman-teman pemula yang hobi koi dan ingin budidaya minimal harus merogoh kocek di atas Rp5 juta. Budget tersebut sudah termasuk pembelian bibit, pakan, obat, serta biaya operasional lainnya. "Kurang lebih total semua 10 juta," pungkas Suwanto.
Lebih lanjut, Suwanto menegaskan salah satu faktor utama yang memengaruhi kualitas budidaya anakan koi yang bagus adalah pemilihan induk. Harus ada perkawinan silang dari indukan lokal dan pejantan impor, atau sebaliknya.
“Yang jelas induk dan pejantan tidak boleh satu gen. Kalau satu gen, nanti kebanyakan anaknya cacat,” jelasnya.
Dari penelusuran di atas, nyatanya budidaya koi tidak memerlukan modal yang fantastis. Pasalnya dengan modal puluhan juta, potensi keuntungan yang dapat diraup mencapai ratusan juta rupiah.
Terlebih lagi, karena penelitian terhadap ikan ini masih terus berkembang di negeri asalnya Jepang. Alhasil, potensi varietas baru akan terus muncul dan menarik banyak peminat.
Editor: Dwi Ayuningtyas