tirto.id - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menargetkan swasembada garam dapat tercapai pada tahun 2025, dengan lokasi pengembangan tambak garam di Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Menteri Kelautan dan Perikanan (KP), Sakti Wahyu Trenggono, mengungkapkan NTT menjadi pilihan karena daerah tersebut memiliki kualitas air yang bagus dan cahaya matahari yang cukup.
“Saya udah pergi ke Indonesia timur, potensinya besar sekali terutama di daerah NTT itu produknya bagus, airnya juga bagus. Masa panen pembudidayaan garamnya bisa sampai masa produksinya 8 bulan, karena panasnya 8 bulan, itu bisa dilakukan. Itu salah satu yang akan kita kembangkan, kita usulkan,” ujarnya saat ditemui awak media usai Rapat Kerja dengan Komisi IV DPR di Komplek Parlemen, Jakarta, Selasa (3/9/2024).
Demi mencapai swasembada, KKP membutuhkan tambahan lahan untuk mengembangkan tambak garam. Karena itu, dalam Rapat Kerja hari ini Sakti juga meminta persetujuan DPR untuk mendapat tambahan anggaran sebesar Rp6,14 triliun.
Dengan demikian, anggaran KKP di tahun 2025 dapat bertambah dari yang dianggarkan sekarang dalam RAPBN 2025 sebesar Rp6,23 triliun.
Selain lahan dan anggaran, hambatan lain untuk mencapai swasembada garam adalah umber daya manusia (SDM). Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut KKP, Victor Gustaaf Manoppo, mengatakan tenaga kerja ahli yang ada di tambak-tambak garam di Indonesia sangat berbeda dengan Singapura. Hal ini yang membuat produksi garam di Tanah Air jauh berbeda dengan di Singapura.
“Kita tahu SDM, kita tahu lahan kita ini kan punya masyarakat, banyak punya masyarakat adat yang harus penanganan beda, kalau bilang Australia begitu ya mereka kan tangan negara langsung ke anggaran,” katanya saat ditemui di tempat yang sama.
Soal lokasi, menurut Victor, selain NTT pemerintah juga akan mengembangkan tambak garam di Malaka dan Kupang. Hal ini sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 126 Tahun 2022 tentang Percepatan Pembangunan Pergaraman Nasional.
“Di Perpres 126 itu percepatan garam itu sudah jelas kita akan mengembangkan sentra-sentra garam termasuk NTT, ada beberapa kabupaten bisa dijadikan, Malaka itu ada 5.000 hektare disediakan pemda, kemudian Kabupaten Kupang 2.000 hektare,” imbuhnya.
Namun, dengan pengembangan tambak garam di daerah-daerah Indonesia timur, Victor mengakui bahwa nantinya industri pergaraman akan mengalami tantangan berupa mahalnya ongkos transportasi untuk pengiriman garam. Hal ini yang membuat pemerintah harus memutar otak agar harga garam, baik garam konsumsi maupun industri, bisa lebih bersaing.
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Irfan Teguh Pribadi