Menuju konten utama

Kesiapan RS Rendah, Pemberlakuan Sistem KRIS Terancam Molor

Pemberlakuan kelas rawat inap standar atau KRIS awalnya akan dimulai 1 Juli 2025 mendatang.

Kesiapan RS Rendah, Pemberlakuan Sistem KRIS Terancam Molor
Petugas membantu warga mendapatkan nomor antrean di RSUD Tarakan, Jakarta, Jumat (23/5/2025). ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin/rwa.

tirto.id - Ketua Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI), Iing Ichsan Hanafi, mengakui pihaknya belum siap untuk memberlakukan sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Diketahui KRIS ini akan menggantikan sekaligus menghapus kelas rawat inap 1,2, dan 3 BPJS Kesehatan.

“Pemberlakuan kelas rawat inap standar itu tadinya akan dimulai 1 Juli (2025), tapi kelihatannya akan diundur lagi ini karena memang masih banyak fasilitas kesehatan yang belum siap juga,” ucap Iing dalam acara Media Briefing Philips di Hotel Shangri-La, Jakarta, Rabu (28/5/2025).

Iing mengatakan dari segi tarif pendanaan kelas rawat inap juga harus dipersiapkan dengan matang. Dengan begitu, Iing mengatakan pihak rumah sakit harus mempersiapkan diri agar masuk dalam kriteria yang telah ditetapkan dalam pelaksanaan KRIS.

“Ada juga mungkin aspek tarif juga masih belum siap, jadi masih banyak aspek yang kelihatannya perlu waktu lagi. Jadi kemungkinan diperpanjang,” jelas Iing.

Dari segi kesiapan sendiri berdasarkan data survei anggotanya baru di bawah 50 persen yang siap menggunakan KRIS. Sementara sisanya belum siap. Ditambah lagi pertimbangan soal masalah iuran tarif yang belakangan tidak berubah.

"Tapi kami dari rumah sakit swasta tidak hanya masalah kelas rawat inap standar, tapi aspek tarifnya nanti, karena tarif ini kan sudah 2 tahun tidak naik ya, kami berharap tarif ada penyesuaian,” katanya.

Iing menambahkan, saat ini KRIS BPJS Kesehatan memiliki 12 kriteria sehingga diharapkan rumah sakit dapat terlebih dahulu memenuhi kriteria yang sudah ditetapkan sebelum rencana pemberlakuan KRIS dilaksanakan. Meski demikian, rencana itu nantinya tidak akan mempengaruhi layanan terhadap penanganan penyakit kardiovaskular.

“Mungkin dampaknya nanti, jadi sebetulnya kelas rawat inap kriterianya kan ada 12 gitu ya, tapi yang 11 standarnya sebetulnya rumah sakit juga sudah memenuhi itu, fasilitas dan lain-lain sudah banyak dipenuhi, tapi memang masih ada hal tertentu yang belum siap, perlu waktu untuk kolaborasi,” ujarnya.

Di sisi lainnya, dia meminta agar para rumah sakit di Indonesia perlu mengevaluasi kelengkapan fasilitasnya, terutama untuk penanganan penyakit jantung, mulai dari aspek rawat inap, sumber daya manusia (SDM). Maka dari itu, Iing berharap rumah sakit bisa melakukannya secara bertahap.

“Nah memang selain fasilitas, tantangannya yang terbesar bagi kami di rumah sakit adalah ketersediaan SDM. Ya ini satu tantangan ke depan bagaimana kami bisa berperan untuk meningkatkan layanan-layanan jantung di Indonesia,” ucap Iing.

Baca juga artikel terkait BPJS KESEHATAN atau tulisan lainnya dari Nabila Ramadhanty

tirto.id - Insider
Reporter: Nabila Ramadhanty
Penulis: Nabila Ramadhanty
Editor: Dwi Aditya Putra