tirto.id - Oditur militer menegur Komandan Peleton (Danton) A, Letnan Dua (Letda) Infanteri (Inf) Roni Setiawan, yang dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan kasus tewasnya Prajurit Dua (Prada) Lucky Cheptril Saputra Namo, di Pengadilan Militer III-15 Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Selasa (4/11/2025).
Letda Roni ditegur karena hanya melakukan pengecekan indikasi temuan adanya judi online (judol) pada telepon seluler (ponsel) milik prajurit junior. Sedangkan, ponsel milik prajurit senior justru tidak dicek.
Pada awalnya, seorang oditur militer menanyakan Letda Roni, mengapa saat pengecekan ponsel yang dilakukan pada Minggu (27/7/2025) malam, hanya milik Tamtama Remaja (Taja) dan Bintara Remaja (Baja) saja yang dicek guna mengantisipasi judol.
“Saksi sebagai Komandan Peleton menindaklanjuti perintah itu, melakukan pengecekan. Yang diperiksa hanya Taja dan Baja yang baru, untuk antisipasi judol. Pertanyaan saya, saksi. Kenapa hanya Taja Baja yang baru saja yang diperiksa antisipasi judol?” tanya seorang oditur militer kepada Letda Roni.
Letda Roni lalu menjelaskan alasan mengapa ia hanya memeriksa ponsel milik Taja dan Baja, tetapi tidak pada prajurit lainnya. Menurutnya, hal itu ia lakukan atas perintah dari Komandan Kompi (Danki) Batalion TP 834 Waka Nga Mere, Letnan Satu (Lettu) Inf Rahmad Faizal.
“Siap, [atas] perintah Danki [saya tidak mengecek ponsel milik prajurit lainnya],” jawabnya.
Oditur militer lantas heran mengapa Letda Roni tidak mengecek seluruh ponsel milik prajurit di Batalyon Infanteri (Yonif) Teritorial Pembangunan (TP) 834/MW. Padahal, menurutnya untuk mengantisipasi peredaran judol, seluruh ponsel milik prajurit harus dicek.
Pasalnya, judol disebut oditur militer bisa menyasar seluruh prajurit, bukan hanya para Taja dan Baja. Terlebih lagi, prajurit yang sudah senior memiliki gaji yang lebih banyak dari Taja dan Baja, sehingga kemungkinan mereka untuk melakukan judol lebih besar.
“Seharusnya tidak hanya Taja Baja yang diperiksa. Malah kemungkinan yang dinasnya lebih banyak itu sudah mendapat uang, gaji, lebih banyak. Mereka sudah lebih lama dinasnya dibanding dengan yang baru-baru ini. Yang kemungkinan melakukan judol itu kemungkinan besar lebih banyak siapa?” cecar oditur militer.
Oditur militer juga menambahkan, para Taja dan Baja yang baru dinas sebagai anggota TNI beberapa bulan terakhir, justru belum menerima gaji secara penuh. Ia pun mengonfirmasi hal tersebut kepada Letda Roni.
“Mereka sudah menerima gaji belum? Sudah menerima belum [gaji] full?” tanya oditur militer.
“Siap, belum,” jawab Letda Roni.
Oditur militer mengingatkan Letda Roni untuk berlaku adil dalam melakukan pengecekan terhadap indikasi judol di lingkup prajurit. Ia menegaskan bahwa pengecekan harus dilakukan kepada seluruh prajurit, bukan hanya kepada prajurit junior saja.
“Kita menangani kasus judol itu perintah dari atas. Kalau mau berlaku adil disampaikan, semua diperiksa itu,” tegasnya.
Sebagai informasi, Lucky Cheptril Saputra Namo merupakan anggota TNI dengan pangkat Prada yang bertugas di Yonif TP 834 di Waka Nga Mere, Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Sebagai tentara, Prada Lucky sebenarnya terbilang baru menjalankan dinas militer di Angkatan Darat, yakni terhitung sejak Juni 2025. Akan tetapi, pada 6 Agustus 2025, Prada Lucky meninggal dunia setelah beberapa hari mendapat perawatan intensif di ruang ICU RSUD Aeramo, Kecamatan Aesesa.
Sebelum meninggal, Prada Lucky dibawa ke rumah sakit dengan luka tak biasa di sekujur tubuhnya. Tubuh Prada Lucky dipenuhi memar akibat benturan benda tumpul dan luka sayatan. Pada bagian lengan dan kakinya, terdapat luka bakar serupa luka sundutan bara rokok.
Ayah Prada Lucky, Sersan Mayor (Serma) Christian Namo, menyatakan bahwa penyebab kematian anaknya adalah penganiayaan yang dilakukan para seniornya. Ia juga mendorong aparat berwajib untuk mengusut tuntas kasus kematian anak itu.
Penulis: Naufal Majid
Editor: Fransiskus Adryanto Pratama
Masuk tirto.id


































