tirto.id - Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menanggapi terkait praktik bea cukai Indonesia yang disorot pemerintah Amerika Serikat (AS).
Pihak DJBC Kemenkeu mengeklaim telah berkoordinasi dan komunikasi aktual secara berkala terkait mekanisme perdagangan antara AS dan Indonesia. Salah satu yang dibahas adalah mengenai perkembangan penguatan pelayanan dan pengawasan kepabeanan di Indonesia setiap tahun dengan US-ABC (US-ASEAN Business Council) dan US Chambers.
Perkembangan penguatan pelayanan dan pengawasan juga akan disampaikan ke USTR (United States Trade Representative) melalui tim delegasi sebagai bahan tambahan untuk perundingan tarif perdagangan dengan AS.
Terkait concern USTR mengenai penentuan nilai pabean ke satu harga, Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC Kemenkeu, Nirwala Dwi Heryanto, menjelaskan bahwa Indonesia telah menggunakan nilai transaksi atas barang impor yang diberitahukan secara self assessment sebagai dasar untuk perhitungan bea masuk. DJBC pun menerapkan sistem rentang nilai (price range) sebagai acuan kewajaran, namun bukan digunakan sebagai harga penetapan.
“Respons lainnya secara lengkap mengenai concern USTR telah disiapkan oleh lintas Kementerian untuk dikomunikasikan dan dikoordinasikan ke USTR,” ujar Nirwala dalam keterangan resminya, Rabu (23/4/2025).
Selama ini, pelayanan dan pengawasan kepabeanan yang dilakukan Indonesia sejalan dengan ketentuan WTO Trade Facilitation Agreement (TFA). Nirwala pun memastikan, DJBC terus konsisten dalam memperkuat kepatuhan pelaku usaha terhadap peraturan kepabeanan, menjaga penerimaan negara, dan mencegah perdagangan ilegal.
Mengenai penetapan denda sebagai sanksi atas pelanggaran kepabeanan, Nirwala menyebutkan, pengenaan denda dikenakan terhadap pelaku usaha yang menyampaikan nilai barang yang tidak sesuai dengan sebenarnya. Hal ini sangat penting untuk melindungi pemasukan barang-barang yang tidak sesuai ketentuan dan merugikan negara.
“Bea Cukai memastikan proses penetapan denda dilakukan secara transparan dan akuntabel, sehingga pelaku usaha yang tidak setuju dapat mengajukan keberatan dan banding untuk mendapat proses penetapan yang fair dan sesuai ketentuan,” pungkas Nirwala.
Penulis: Nabila Ramadhanty
Editor: Andrian Pratama Taher
Masuk tirto.id







































