Menuju konten utama
Newplus

IMF & Bank Dunia Turunkan Proyeksi, RI Tetap Percaya Diri

IMF dan Bank Dunia Kompak mengkoreksi prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025, menjadi di bawah target pemerintah 5 persen.

IMF & Bank Dunia Turunkan Proyeksi, RI Tetap Percaya Diri
Suasana gedung perkantoran di Jakarta, Jumat (3/5/2024). Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia mampu mencapai 5,17% pada kuartal I-2024 sejalan dengan sektor manufaktur yang semakin ekspansif. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/foc.

tirto.id - Pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan tidak akan mencapai targetnya pada 2025. Dua lembaga, International Monetary Fund (IMF) dan Bank Dunia menurunkan atau mengkoreksi prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia, di bawah target pemerintah sebesar 5 persen.

Dalam World Economic Outlook (WEO) edisi April 2025, IMF memperkirakan ekonomi Indonesia hanya bisa tumbuh sebesar 4,65 persen pada 2025. Kemudian perlahan meningkat pada tahun-tahun berikutnya, yaitu: 4,67 persen (2026), 4,85 persen (2027), 4,95 persen (2028), dan 5,11 persen (2029).

Proyeksi tersebut jauh lebih rendah dari asumsi dasar dalam Nota Keuangan dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2025 serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2025-2029. Proyeksi RPJMN pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 5,3 persen (2025), lalu terus naik 6,3 persen (2026), 7,5 persen (2027), 7,7 persen (2028), dan 8,0 persen (2029).

Berdasar asesmen yang tak jauh berbeda, Bank Dunia juga merevisi pertumbuhan ekonomi nasional menjadi 4,7 persen. Namun, Bank Dunia masih memproyeksikan kondisi yang sedikit lebih baik dibanding IMF untuk masa depan. Ekonomi nasional diperkirakan akan meningkat menjadi 4,8 persen pada 2026 dan 5,0 persen pada 2027.

Ekonom dari Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, melihat penurunan proyeksi pertumbuhan tersebut mencerminkan kekhawatiran serius terhadap dampak jangka pendek dari ketegangan geopolitik dan kebijakan proteksionis. Ketika Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, menaikkan tarif secara agresif terhadap hampir seluruh mitra dagangnya, termasuk Cina, Eropa, dan negara-negara berkembang, pasar global merespons dengan ketidakpastian dan volatilitas tinggi.

Donald Trump

Presiden AS Donald Trump mengangkat bagan 'tarif timbal balik' saat berpidato dalam acara pengumuman perdagangan 'Make America Wealthy Again' di Rose Garden, Gedung Putih pada 2 April 2025 di Washington, DC. Trump, yang menyebut acara tersebut sebagai 'Hari Pembebasan', diperkirakan akan mengumumkan tarif tambahan yang menargetkan barang-barang yang diimpor ke AS. Chip Somodevilla/Getty Images/AFP (Foto oleh CHIP SOMODEVILLA / GETTY IMAGES NORTH AMERICA / Getty Images via AFP)

“Bagi Indonesia, proyeksi turun menjadi di bawah 5 persen menandakan bahwa fondasi ekspor dan konsumsi nasional tertekan akibat kombinasi dari perlambatan ekonomi mitra dagang utama, fluktuasi harga komoditas, dan pelemahan daya beli domestik,” jelas dia kepada Tirto, Senin (28/4/2025).

Menurutnya, sinyal ini penting sebagai peringatan bahwa Indonesia harus segera mengambil kebijakan penyeimbang, tidak hanya untuk memperkuat ketahanan ekonomi domestik. Tetapi juga untuk menyusun ulang strategi dagang dan investasi luar negeri agar lebih adaptif di tengah tekanan global yang terus berubah.

Membedah Hitugan Pertumbuhan Ekonomi IMF dan Bank Dunia

Jika dibedah, menurut Ekonom Senior Bright Institute, Awalil Rizky, data dari WEO IMF terkait erat dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi adalah data total investasi. Porsi total investasi Indonesia atas Produk Domestik Bruto (PDB) hanya 31,18 persen pada 2025, atau turun dari 3,40 persen pada 2024. Sementara pada tahun-tahun berikutnya hingga 2029 hanya sedikit naik, hingga sebesar 31,31 persen pada 2029.

“Dengan porsi investasi sebesar itu, memang nyaris tidak memungkinkan ekonomi tumbuh di atas 5 persen. Sebagai catatan, porsi investasi atas PDB kisaran 34 persen pada periode pertama Jokowi. Bahkan di masa lampau, sempat lebih dari 40 persen,” ujar dia kepada Tirto, Senin (28/4/2025).

Sementara itu, proyeksi Bank Dunia yang disajikan dalam Macro Poverty Outlook 2025 menyajikan rincian pertumbuhan komponen PDB. Pertumbuhan Konsumsi Masyarakat diperkirakan turun dari 5,1 persen pada 2024 menjadi 4,9 persen pada 2025. Kemudian bertahan 4,9 persen pada 2026 dan 2027.

Komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) justru meningkat pertumbuhannya dari 4,6 persen pada 2024 menjadi 6,1 persen pada 2025. Masih bisa meningkat lagi menjadi 6,2 persen pada 2026 dan 6,3 persen pada 2027. “Dalam hal ini tampak ada perbedaan proyeksi antara Bank Dunia dengan IMF,” imbuh dia.

Indeks konsumsi rumah tangga menurun

Warga berbelanja kebutuhan pokok di salah satu supermarket kawasan Gayamsari, Semarang, Jawa Tengah, Minggu (9/3/2025). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/Spt.

Sedangkan pertumbuhan konsumsi pemerintah diperkirakan turun dari 6,6 persen pada 2024 menjadi kontraksi atau minus 2,1 persen pada 2025. Kemudian tumbuh lagi secara perlahan sebesar 0,3 persen pada 2026 dan 0,9 persen pada 2027. “Tampaknya Bank Dunia menilai Pemerintah Indonesia memang berniat atau mungkin, ‘terpaksa’ menurunkan belanja konsumsinya,” ujarnya.

Dalam hal komponen ekspor barang dan jasa, Bank Dunia juga memproyeksikan tumbuh melambat pada 2025. Kemudian meningkat pada 2026 dan 2027. Diikuti dengan pola serupa pada komponen impor barang dan jasa. Secara neto diproyeksikan bersifat net ekspor.

Laporan Bank Dunia, lanjut Awalil, menyajikan pula indikator pertumbuhan kelompok sektoral, yang terdiri dari pertanian, industri, dan jasa-jasa. Sektor pertanian justru diprediksi tumbuh lebih tinggi, dari 0,7 persen pada 2024 menjadi 3,6 persen pada 2025. Namun, kemudian kembali menurun menjadi 3,0 persen pada 2026 dan 2027.

Akan tetapi sektor industri, berdasar hitungan Bank Dunia akan melambat signifikan, dari 5,0 persen pada 2024 menjadi 3,8 persen pada 2025. Kemudian hanya bisa sedikit meningkat menjadi 4,0 persen pada 2026 dan 2027. Kategori industri di sini dalam arti lebih luas dari industri pengolahan saja.

“Oleh karena sektor industri memiliki porsi terbesar dalam PDB, maka menjadi penyebab utama perlambatan pertumbuhan ekonomi. Ditambah pertumbuhan sektor jasa yang juga melambat pada 2025 dan 2026,” jelas Awalil.

Secara umum dari proyeksi IMF dan Bank Dunia, kata Awalil, memberi peringatan sulitnya pemerintahan Prabowo mencapai target pertumbuhan ekonomi 8 persen pada 2029. Bahkan, terdapat tantangan berat untuk bisa tetap tumbuh kisaran 5 persen pada 2025 dan 2026.

Pemerintah Tetap Optimistis Ekonomi Tetap Tumbuh 5 Persen

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, tidak menampik Indonesia tak bisa terhindar dari dampak perlambatan ekonomi global. Berdasarkan laporan IMF, ekonomi global pada 2025 diproyeksikan terkoreksi menjadi 2,8 persen dari yang sebelumnya diperkirakan tumbuh sebesar 3,3 persen.

“Kita semua berharap tidak akan memburuk terlalu dalam, tapi nampaknya sampai saat ini paling tidak, tak terelakkan,” ujar Mahendra di Hotel DoubleTree, Jakarta, Senin (28/4/2025).

Karena itu lah, menurutnya, Indonesia perlu mendiversifikasi motor penggerak pertumbuhan ekonominya dan mulai beralih dari sektor tradisional yang kerap dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global.

"Motor-motor pertumbuhan yang berbasis kepada pertumbuhan ekonomi dalam negeri, domestik menjadi lebih penting. Dan domestik artinya pertumbuhan ekonomi daerah di setiap provinsi, kabupaten, kota, dan tentu kawasan wilayah spasial yang terkait di bawahnya,” katanya.

Di tengah bayang-bayang kegelapan pertumbuhan ekonomi, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati tetap optimistis Indonesia bisa mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 5 persen pada 2025. Hal ini sudah menghitung adanya tengah tekanan global serta koreksi target pertumbuhan dari IMF. Optimisme itu mempertimbangkan kinerja ekonomi pada kuartal I-2025 yang diperkirakan akan mencetak angka pertumbuhan yang positif.

“Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2025 diperkirakan akan mencapai sekitar 5 persen,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) beberapa waktu lalu.

Sarasehan Ekonomi Nasional

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan paparan dalam Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden RI di Menara Mandiri, Senayan, Jakarta, Selasa (8/4/2025). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/Spt.

Sri Mulyani bilang, Kinerja konsumsi rumah tangga tetap baik didukung oleh belanja pemerintah, termasuk di antaranya pemberian tunjangan hari raya (THR), belanja sosial, dan berbagai insentif lainnya. Terlebih, belanja pemerintah itu berbarengan dengan momentum Ramadhan dan Idul Fitri 1446 Hijriah, yang umumnya menjadi musim peningkatan permintaan.

Selain itu, pemerintah yakin keberlanjutan pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN) di berbagai wilayah dan meningkatnya aktivitas konstruksi properti swasta, diharapkan meningkatkan kinerja investasi. "Investasi swasta masih baik didukung keyakinan produsen yang tecermin pada aktivitas manufaktur Indonesia yang ekspansif," kata Sri Mulyani.

Sementara itu, kinerja ekspor diperkirakan juga tetap baik, didukung oleh ekspor nonmigas yang meningkat pada Maret 2025, terutama komoditas minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO), besi dan baja, serta mesin dan peralatan elektrik.

Sri Mulyani mengatakan revisi pertumbuhan ekonomi IMF tersebut dipengaruhi oleh dinamika kebijakan tarif resiprokal yang diinisiasi oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Kebijakan itu memicu ketidakpastian yang masif dan diperkirakan akan menyebabkan perlambatan berbagai kegiatan ekonomi, termasuk perdagangan.

Dalam konteks itu, IMF memperkirakan negara-negara dengan tingkat ketergantungan tinggi terhadap perdagangan internasional akan mengalami dampak lebih besar. Hal itu yang melandasi IMF mengoreksi proyeksi pertumbuhan Indonesia sebesar 0,4 persen menjadi 4,7 persen.

Namun, Bendahara Negara itu menyatakan, Indonesia tetap mengambil langkah-langkah responsif, termasuk bernegosiasi aktif dengan AS terkait tarif resiprokal serta menyusun langkah deregulasi untuk meningkatkan potensi pertumbuhan jangka panjang.

“Langkah-langkah ini yang terus dirumuskan dan akan terus dimonitor, sehingga kepercayaan dari perekonomian dalam negeri dan pelaku ekonomi bisa dijaga atau bahkan diperkuat,” pungkasnya.

Baca juga artikel terkait PERTUMBUHAN EKONOMI atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Insider
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Alfons Yoshio Hartanto