tirto.id - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menyatakan Indonesia mendapat banyak tekanan dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) asing ketika hendak menargetkan program hilirisasi. Padahal hilirisasi memberikan dampak nyata bagi penciptaan lapangan kerja serta pemerataan pertumbuhan ekonomi di seluruh wilayah Indonesia.
“Ini yang sedang ditakuti oleh beberapa negara lain. Makanya sekarang banyak LSM yang serang-serang Indonesia menyangkut hilirisasi, serang menyangkut nikel, serang menyangkut bauksit, serang menyangkut timah,” kata Bahlil dalam acara Human Capital Summit 2025 di Jakarta International Convention Center (JICC), Jakarta, Selasa (3/6/2025).
Bahkan, menurutnya, beberapa negara berkoar-koar menyampaikan bahwa Indonesia memproduksi nikel kotor, melalui kampanye hitam ‘dirty nickel”. Meski demikian, dia mengaku tidak akan gentar terhadap ancaman itu dan berkomitmen tetap melanjutkan program hilirisasi.
“Perintah Prabowo kepada kami dan saya sebagai Menteri ESDM, sejengkal pun saya tidak akan mundur dari tekanan asing untuk melanjutkan apa yang sudah menjadi program hilirisasi,” ujar Bahlil.
Bahlil memproyeksikan investasi dari hilirisasi nikel pada 2030 berpotensi mencapai 47,36 miliar dolar Amerika Serikat (AS), dengan serapan tenaga kerja menembus 180.600 orang.
Indonesia saat ini juga mendominasi 43 persen total cadangan nikel di dunia. Nilai ekspor nikel Indonesia pun meningkat menjadi 34 miliar dolar AS, dari yang sebelumnya hanya 3,3 miliar dolar AS pada tahun 2017-2018. Kenaikan itu terjadi sejak larangan ekspor bijih diberlakukan pada 2020.
“Hari ini kita salah satu negara terbesar eksportir turunan hilirisasi nikel. Banyak yang protes, katanya nikel Indonesia kotor. Mana ada nikel yang seperti tidur di kasur empuk? Nikel pasti ada tanahnya lah. Macam-macam (isu) dibuat karena kita sudah mulai menuju satu roadmap (hilirisasi) yang jelas,” kata Bahlil.
Dia juga menyatakan pemerintah tengah berfokus melanjutkan hilirisasi nikel untuk ekosistem baterai kendaraan listrik atau electric vehicle (EV). Indonesia sendiri akan melakukan peletakan baru pertama atau groundbreaking proyek ekosistem baterai EV terintegrasi dari hulu ke hilir pertama di dunia. Itu akan dilakukan pada Juni 2025.
Ekosistem itu terdapat lini tambang, smelter hidrometalurgi atau high pressure acid leach (HPAL), pabrik prekursor, katoda, hingga sel baterai. Dalam prosesnya, dia mengaku masih mendapat gangguan dari pihak negara barat untuk menghambat upaya itu.
“Beberapa negara Eropa minta agar [pabrik] sel baterainya harus dibangun di dekat pabrik mobil. Saya bilang, ‘Kalau begitu silahkan kalian bangun battery cell, tetapi prekursor katoda di negara kami, tetap di kami, nanti kami kirim ke kalian.’ Ini supaya win-win, bukan 70:30, di sana enak di sini menderita. Supaya fair,” katanya.
Penulis: Nabila Ramadhanty
Editor: Dwi Aditya Putra
Masuk tirto.id







































