Menuju konten utama

Hanya Imbauan, Akhirnya Harapan Pengemudi Ojol Soal THR Pupus

Kabar THR untuk pengemudi ojol sempat menjadi angin segar setelah diumumkan oleh Kemnaker. Namun, harapan itu akhirnya lindap karena sifatnya hanya imbauan.

Hanya Imbauan, Akhirnya Harapan Pengemudi Ojol Soal THR Pupus
Dua orang pengemudi ojek online berbincang di Jalan Thamrin, Jakarta, Senin (17/2/2020). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/aww.

tirto.id - Muhajir tidak berharap banyak seperti pekerja formal yang mendapatkan Tunjangan Hari Raya (THR) saat Lebaran. Sebagai pengemudi ojek online, yang ia butuhkan saat ini adalah bagaimana agar kondisi fisiknya tetap terjaga dan bisa bekerja seperti biasanya.

"Berharap [THR] juga untuk apa? Toh setiap jelang Lebaran kan isunya gini-gini aja," ujar dia kepada Tirto, Rabu (20/3/2024).

Meski kedengarannya tidak berharap, namun siapa sangka isi hati seseorang. Seperti orang lain pada umumnya, pria berusia 34 tahun itu pasti juga ingin merasakan THR. Membeli pakaian baru, bagi-bagi THR ke ponakan, dan lainnya.

"Sebenernya kalau dibilang berharap ya berhahap juga. Tapi ya mau gimana percuma karana kami-kami ini kan hanya mitra," imbuh dia.

Kabar THR untuk pengemudi ojek online sempat menjadi angin segar setelah sempat diumumkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan. Namun, pemberian THR kepada ojol sifatnya hanya berupa imbauan.

Imbauan tersebut mengacu pada Surat Edaran Menaker Nomor M/2/HK.0/III/2024 mengenai Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2024 bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan. Surat edaran ini tidak diwajibkan dan sepenuhnya diserahkan kepada kebijakan masing-masing perusahaan.

"Sifatnya [hanya] imbauan," ujar Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (PHI-JSK), Indah Anggoro Putri, saat dikonfirmasi Tirto, Rabu (20/3/2024).

Unjuk rasa pengemudi ojek daring di Jember

Sejumlah pengemudi layanan ojek daring berunjuk rasa di Depan Kantor Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jember, Jawa Timur, Selasa (31/10/2023). ANTARA FOTO/Seno/rwa.

Pemerintah Tak Berkutik Terhadap Aplikator

Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojek Online Garda Indonesia, Igun Wicaksono, menilai imbauan mengenai THR dari Kemnaker menjadi salah satu bukti bahwa pemerintah tidak berkutik terhadap perusahaan aplikasi. Sehingga wajar, jika pemerintah hanya mengimbau namun tidak bisa memberikan ketegasan.

"Hal ini dikarenakan hingga detik ini status transportasi daring roda dua masih ilegal," ujar Igun kepada Tirto, Rabu (20/3/204).

Menurutnya, legislatif (DPR) maupun eksekutif (pemerintah) tidak berdaya melegalkan ojek daring. Pada akhirnya, mereka hanya mengizinkan ojek online beroperasi di Indonesia dengan dalih mengurangi jumlah pengangguran.

"Namun tidak berniat melegalkannya sehingga kembali lagi yang menjadi korban adalah para pengemudi ojek daring itu sendiri," kata dia.

Persoalan THR, kata Igun, merupakan impian bagi seluruh mitra pengemudi. Sebab para pengemudi ojek daring setahun penuh bekerja bagi hasil keuntungan dengan pihak perusahaan aplikasi hingga perusahaan menjadi besar.

Tapi sayangnya, ungkap dia, imbal baliknya saat menjelang hari raya tidak ada perusahaan aplikasi yang berikan THR dari tahun ke tahun. Bahkan sekadar memberikan apresiasi kepada mitra saja harus disinggung terlebih dahulu.

"Harus diimbau, tapi belum tentu juga mau memberikan THR," ujarnya.

Kendati begitu, Igun tetap mendesak dan menuntut kepada pihak aplikator wajib berikan THR walau tidak ada aturan dari negara maupun pemerintah. Atau paling tidak ada kewajiban perusahaan atas bagi hasil kepada mitranya untuk memberikan THR.

Ia melanjutkan, skema yang diinginkan adalah pihak pengemudi ojek daring mendapatkan 100 persen bonus point, ditambah 100 persen nilai rupiah sebagai THR apabila menjalankan order selama cuti bersama dan libur Idulfitri.

"Jadi mendapatkan 2 kali bonus setiap penyelesaian order, bisa juga THR dalam bentuk uang tunai melalui dompet digital yang dibagikan merata ke seluruh pengemudi ojek daring yang masih aktif," papar Igun.

"Di mana besarannya minimal senilai Rp300.000 sebagai representasi nilai Rp10.000 per hari dikalikan 30 hari," sambung dia.

Driver ojol tuntut penyesuaian tarif

Sejumlah pengemudi ojek online melakukan unjuk rasa menuntut penyesuaian tarif di ruas Jalan Jendral Sudirman, Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah, Selasa (3/10/2023). ANTARA FOTO/Idhad Zakaria/foc.

Tanggapan Grab & Gojek

Sebagai aplikator, baik Gojek maupun Grab sama-sama menghormati imbauan yang dikeluarkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan mengenai pemberian THR. Keduanya juga senantiasa mengikuti peraturan pemerintah dan regulasi yang berlaku.

SVP Corporate Affairs Gojek, Rubi W Purnomo, menjelaskan sejatinya hubungan perusahaan aplikasi dan ojol adalah hubungan kemitraan dan bukan termasuk dalam bentuk hubungan kerja seperti Perjanjian Kerja dengan Waktu Tertentu (PKWT), PKWTT, dan hubungan kerja lainnya.

Salah satu syarat pekerja mendapat THR adalah memiliki hubungan kerja di bawah naungan suatu perusahaan. Sedangkan hubungan driver ojol, taksi online maupun kurir logistik dengan perusahaan hanya sebatas kemitraan.

Dalam UU Ketenagakerjaan, PKWT diatur dalam pasal 59 ayat (1) yang menyatakan; Perjanjian kerja, untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan, pekerjaannnya akan selesai dalam waktu tertentu.

Kendati demikian, sejalan dengan komitmen dan strategi jangka panjang Gojek, pihaknya juga terus mendukung upaya dan semangat pemerintah untuk menjaga kesejahteraan mitra driver.

Sejak 2016, Gojek mengklaim telah memiliki program Gojek Swadaya yang ditujukan untuk meringankan biaya operasional mitra driver dan telah dinikmati oleh jutaan mitra driver di seluruh Indonesia.

"Swadaya memiliki program khusus pada momen-momen tertentu di Indonesia, termasuk di bulan Ramadhan dan Lebaran," ujar dia kepada Tirto, Rabu (20/3/2024).

Pada tahun ini, lanjut dia, program Gojek Swadaya kembali hadir lewat program swadaya mudik, berupa potongan harga bagi kebutuhan persiapan mudik mitra driver seperti pulsa, perawatan kendaraan, pengecekan kesehatan, dan lainnya.

Kedua, bazar swadaya yang menyediakan sembako dengan harga terjangkau. Ketiga mega kopdar halal bi halal dengan berbagai hadiah menarik bagi mitra driver.

Sementara itu, Grab Indonesia memastikan tak akan memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) bagi mitra mereka, yaitu para ojek online atau ojol. Sebagai gantinya, Grab Indonesia menyediakan insentif khusus Idulfitri yang akan diberikan kepada para mitra di hari pertama dan kedua Lebaran 2024.

"Dalam semangat kekeluargaan di bulan yang baik ini, Grab menyediakan insentif khusus Hari Raya Idulfitri yang akan diberikan kepada mitra," ucap Chief of Public Affairs Grab Indonesia, Tirza R Munusamy, dalam keterangan resminya kepada Tirto, Selasa (19/3/2024).

Pemberian insentif itu, kata Tirza, berdasarkan imbauan dari Kementerian Ketenagakerjaan bahwa bentuk, besaran, dan mekanisme THR dapat diberikan dalam berbagai bentuk yang disesuaikan.

"Tunjangan hari raya dapat diberikan dalam berbagai bentuk dan disesuaikan oleh masing-masing aplikator," ujarnya.

Selain insentif khusus, Grab Indonesia juga menjanjikan kepada para mitranya berbagai program bantuan, seperti insentif tambahan dan GrabBenefits yang bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

"Contoh diskon penggantian oli, diskon bahan bakar, makanan, kesehatan, paket servis kendaraan, dan lain-lain," jelas Tirza.

REVISI KENAIKAN TARIF OJEK ONLINE

Pengemudi ojek online menunggu calon penumpang di kawasan Blora, Jakarta, Jumat (9/9/2022). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/aww.

Pemerintah Perlu Atur Hubungan Industrial Pekerja Informal

Ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, YusufRendyManilet, memahami bahwa pekerja ojolataupunsejenisnya seperti kurir paket merupakan pekerja di sektor informal.Sayangnya memang, kata dia, hubungan industrial mereka yang bekerja di sektor informal belum lengkap dan sedetail dibandingkan dengan mereka bekerja di sektor formal.

"Pemerintah perlu punya peran yang lebih besar terutama dalam mengatur hubungan industrial antara pekerja di sektor informal dan para pemberi kerja di sektor tersebut," kata Yusuf kepada Tirto, Rabu (20/3/2024).

Dia menuturkan, berdasarkan studi yang dilakukan oleh Universitas Gadjah Mada, ada tiga poin pokok yang perlu digarisbawahi. Ini terkait hubungan kemitraan antara pekerja di sektor informal atau dalam kasus lebih spesifik pekerja ojek online.

Peran negara, kata Yusuf, setidaknya bisa diimplementasikan melalui tiga opsi kebijakan. Pertama, tetap menjalin kemitraan. Di samping perlu juga menetapkan peran pemerintah dalam mengatur standar teknis operasional bisnis dan mengatur kemitraan melalui regulasi terpisah. Ini bertujuan untuk menjaga keseimbangan kepentingan para mitra, seperti kebijakan upah minimum.

Kedua, fokus pada hubungan kerja formal antara pekerja dan pengusaha, yang ditentukan oleh kehendak politik dari pihak terlibat (pengusaha, pekerja, dan pemerintah) dalam konteks hubungan industri.

Ketiga, membagi peran kelembagaan, proses bisnis dan regulasi kemitraan didistribusikan pada kementerian atau lembaga yang sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.

"Pada poin pertama, saya kira cukup jelas, artinya peran pemerintah dalam mengatur standar teknis operasional bisnis dan mengatur kemitraan itu bisa atau perlu dijalankan dalam konteks pekerja informal ataupun pekerja di ojek online," ujar dia.

Dengan begitu, maka aturan atau kebijakan yang sifatnya teknis termasuk di dalamnya adalah THR perlu dielaborasi lebih lanjut dan tidak terhenti pada skala himbauan semata. Kendati demikian, untuk sampai ke tahap tersebut, diakui Yusuf, dibutuhkan proses panjang

"Tetapi proses itu perlu segera dimulai, sehingga ke dalam kondisi berikutnya baik itu yang sifatnya berkaitan dengan pembagian THR, ataupun yang sifatnya untuk penetapan upah untuk pekerja sektor informal atau dalam hal ini ojek online itu menjadi lebih clear," ungkapnya.

Baca juga artikel terkait THR atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Irfan Teguh Pribadi