tirto.id - Mengeringnya sungai Eufrat menyebabkan penduduk berbondong-bondong menggali tanah dengan harapan menemukan emas mentah. Shafaq News memberitakan, pada akhir Juli 2025 munculnya gundukan tanah yang berkilauan. Namun, apakah benar itu adalah emas?
Sungai Eufrat mengalir melalui Turki, Suriah, dan Irak. Sungai ini telah lama menjadi pusat kehidupan di wilayah ini, mempertahankan pertanian, perdagangan, dan permukiman sejak zaman Mesopotamia kuno.
Namun, beberapa tahun terakhir tingkat airnya yang menurun telah meningkatkan alarm di seluruh wilayah. Tak hanya itu, hal ini juga memicu perselisihan atas pembangunan bendungan Turki, hak air lintas batas, dan memperburuk kondisi kekeringan.
Lalu, apa penyebab sungai Eufrat mengering? Simak penjelasan berikut ini.
Apa Penyebab Sungai Eufrat Mengering?
Sungai Eufrat menjadi salah satu sungai terpanjang di Timur Tengah. Tak hanya itu, sungai ini juga merupakan bagian dari aliran air sungai Tigris-Eufrat yang menjadi penanda wilayah Mesopotamia.
Sungai yang mengalir sepanjang 2.800 km ini melintasi tiga negara, yakni Suriah, Turki, dan Irak. Hulu sungai berada di kawasan timur Turki yang mengular hingga bertemu dengan sungai Tigris di wilayah perbatasan Irak dan Iran serta menjadi sungai Syattul Arab.
Aliran sungai Eufrat sejak era Mesopotamia kuno menjadi sumber kehidupan penting masyarakat sekitarnya. Namun, debit airnya terus menurun hingga mengering di sejumlah empat dalam beberapa tahun terakhir.
Mengeringnya sungai Eufrat ini tak lepas dari dampak kerusakan ekosistem. Selain itu, pembangunan bendungan dan kebijakan air negara-negara di sepanjang sungai ini juga berpengaruh.
Ketika suhu meningkat karena perubahan iklim dan dampak manusia terhadap lingkungan, ada risiko bahwa sungai bisa benar-benar mengering. Pemerintah Irak telah memperingatkan potensi pengeringan sungai Eufrat sejak tahun 2021.
Bahkan, pihaknya juga menyebut bahwa aliran sungai dapat benar-benar mengering pada 2040. Tak lain hal ini disebabkan oleh krisis iklim.
Mengutip Rappler, para ahli telah memperingatkan akan adanya bencana kemanusiaan di negara-negara yang bergantung pada sungai Eufrat. Selain itu, politik juga memainkan peran penting dalam krisis air. Ini karena Turki, Suriah, Iran, dan Irak telah mengejar pengembangan sepihak dari penggunaan cekungan sungai Tigris-Eufrat.
Penurunan permukaan air sungai Eufrat bukan hanya cerita iklim, melainkan juga persoalan geopolitik. Proyek bendungan hulu Turki telah mencekik pasokan air Suriah sehingga mengurangi aliran hilir hingga 60%. Belum lagi soal curah hujan rendah dan jaringan irigasi yang rusak. Ini menyebabkan seluruh wilayah pertanian runtuh.
Dikutip dari laman JFeed, produksi gandum di Suriah telah turun lebih dari 70% di provinsi-provinsi, seperti Raqqa, Hasakah, dan Deir ez-Zor. Lebih dari 1,2 juta hektar lahan pertanian telah terkena dampak. Kemudian, lebih dari 350.000 orang telah menjadi pengungsi karena kondisi kekeringan.
Benarkah Muncul Gunung Emas di Sungai Eufrat?
Beredar video, baik di YouTube maupun TikTok, yang memberitakan bahwa seiring sungai Eufrat yang mengering, muncul gunungan emas. Banyak pula penduduk yang ditampilkan tengah menggali tanah agar mendapatkan emas.
Namun, ternyata kebenarannya tidak demikian. Mengutip Rappler, video YouTube yang beredar tidak menunjukkan gambar otentik dari gunung emas yang disebut-sebut. Bahkan, video itu sendiri tidak lebih dari serangkaian rekaman atau klip di luar konteks yang digabungkan untuk menciptakan narasi bahwa emas ditemukan di sungai Eufrat.
Selain itu, apa yang tampak sebagai emas, sebagaimana yang dikabarkan seiring dengan mengeringnya sungai Eufrat, bukanlah emas murni. Menurut laman JFeed, apa yang ditemukan penduduk sekitar sungai Eufrat bukan emas, melainkan pirit (pyrite), sejenis “emas palsu”.
Pirit merupakan senyawa berbasis sulfur yang digunakan secara industri dalam produksi asam sulfat dan bahkan menghantarkan listrik. Kendati demikian, pirit tetap tidak bernilai nyata bagi penduduk sekitar karena tidak memiliki nilai jual. Penduduk setempat yang terkena bencana kekeringan dan kesulitan ekonomi tetap tidak dapat bertopang pada temuan ini.
Pembaca yang ingin mengetahui informasi lebih lanjut mengenai berita internasional dapat membaca artikel sejenis melalui tautan berikut ini.
Penulis: Umu Hana Amini
Editor: Wisnu Amri Hidayat
Masuk tirto.id







































