Menuju konten utama

Ekonom LPEM UI Sebut Program MBG Tak Didasari Pemikiran Mendalam

Repons Presiden Prabowo terkait demonstrasi dinilai belum menyentuh akar persoalan.

Ekonom LPEM UI Sebut Program MBG Tak Didasari Pemikiran Mendalam
Pakar Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), Teguh Dartanto, mengkritisi respon Presiden RI Prabowo Subianto dalam menangani gelombang demonstrasi yang terjadi di Indonesia. (FOTO/Dok. LPEM FEB UI)

tirto.id - Pakar Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), Teguh Dartanto, mengkritisi repons Presiden RI Prabowo Subianto dalam menangani gelombang demonstrasi yang terjadi di Indonesia.

Teguh menilai repons Prabowo hanya berfokus pada konflik dasar, bukan penyebab dari aksi unjuk rasa itu sendiri. Padahal, demonstrasi dilakukan karena adanya kebijakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan publik.

"Dari repons presiden belum cukup untuk (membawa permasalahan) yang mendasar ya, artinya masih dalam konteks politik dan keamanan, tapi isu besar terkait protes itu belum disasar secara mendalam. Lebih banyak membahas demonstrannya. (Padahal) akar permasalahannya kan ini masalah orang lapar, orang frustasi, orang kehilangan pekerjaan," kata Teguh dalam podcast yang disiarkan di Youtube LPEM FEB UI, dikutip Rabu (3/9/2025).

Menurut Teguh, hal ini juga berkaitan dengan program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang dinilai sebagai kebijakan yang bersifat keinginan bukan kebutuhan. Data yang dimiliki pemerintah terkait kondisi di lapangan juga tidak akurat dengan realita yang ada, di mana gelombang PHK masih terus berlanjut.

Teguh berharap pemerintah mampu merevisi data-data tersebut dan menghapus beberapa kebijakan yang tidak sejalan seperti kenaikan pajak daerah. Hal ini, menurutnya dapat meredakan kemarahan publik dan menstabilkan gelombang demonstrasi.

"Menurut saya itu mampu meredakan ya, bukan menyenangkan. Banyak program atau kebijakan yang diambil pemerintah termasuk MBG, maupun koperasi merah putih, sekolah rakyat, itu kan menurut saya didasari oleh keinginan bukan didasari oleh pemikiran yang mendalam," ungkap Teguh.

Dia menjelaskan bahwa program MBG menelan biaya yang cukup banyak dan mengubah struktural anggaran negara. Dia juga memberikan solusi bahwa MBG seharusnya maksimal diberikan pada anak-anak yang berada di Sekolah Dasar (SD) dan ibu hamil. Program ambisius tersebut juga belum cukup matang untuk diimplementasikan.

"Mungkin itu bisa mengurangi beban anggaran, dan anggaran lainnya bisa ditransfer ke daerah, itu yang mungkin bisa kita lakukan dalam sekejap," bebernya.

Dalam kesempatan yang sama, Teguh menekankan bahwa subsidi upah tidak diperlukan karena diberikan pada seseorang yang masih memiliki pekerjaan. Sementara masyarakat yang terkena PHK tidak mendapatkan bantuan jaminan sosial hingga kesehatan. Pemerintah seharusnya mampu mengedepankan program yang berpihak pada masyarakat yang kehilangan pekerjaan.

"Menurut saya ini jauh lebih murah dibandingkan kita membuat program-program yang terlalu mercusuar, yang belum tentu hasilnya sesuai yang diharapkan masyarakat."

Baca juga artikel terkait MAKAN BERGIZI GRATIS atau tulisan lainnya dari Natania Longdong

tirto.id - Insider
Reporter: Natania Longdong
Penulis: Natania Longdong
Editor: Hendra Friana