Menuju konten utama
Kebijakan Energi

Dilema Pemerintah saat Subsidi BBM Bengkak & Kuota Potensi Jebol

Selain beban subsidi BBM besar, hal lain yang membuat pemerintah dilema adalah kuota BBM jenis Pertalite yang berpotensi jebol.

Dilema Pemerintah saat Subsidi BBM Bengkak & Kuota Potensi Jebol
Petugas melayani pengisian BBM di SPBU 24.351.126 Jalan Pangeran Antasari, Bandar Lampung, Lampung, Selasa (19/4/2022). ANTARA FOTO/Ardiansyah/wsj.

tirto.id - Pemerintah memberi sinyal menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi dalam waktu dekat. Penyesuaian tersebut mempertimbangkan rata-rata kenaikan harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) sudah berada di atas 106,73 dolar AS per barel pada Juli 2022. Angka itu melesat dari proyeksi awal ditetapkan pemerintah dalam APBN 2022 yang hanya sebesar 63 - 70 dolar AS per barel.

Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia mengatakan, adanya gap tersebut otomatis akan membuat APBN jebol. Karena dalam hitungannya, jika hari ini minyak mentah berada di 100 dolar AS per barel saja, maka pemerintah akan menanggung biaya subsidi mencapai Rp500 triliun.

Namun, jika harga minyak berada di level 105 dolar AS per barel dengan asumsi kurs dolar di APBN rata-rata Rp14.750 dan kuota Pertalite bertambah menjadi 29 juta Kilo Liter (KL) dari kuota 23 juta KL, maka subsidi yang harus ditanggung pemerintah bisa tembus hingga Rp600 triliun.

“Karena Rp500 - Rp600 triliun sama dengan 25 persen total pendapatan APBN kita dipakai untuk subsidi. Dan ini menurut saya agak tidak sehat jadi mohon pengertian baiknya," ujar Bahlil di kantornya, Jakarta, Jumat (12/8/2022).

Untuk tahun ini, pemerintah sendiri hanya menyiapkan alokasi subsidi energi sebesar Rp502 triliun dari APBN. Subsidi ini meningkat tajam dari anggaran subsidi energi awal yang 'hanya' Rp134,03 triliun. Besaran subsidi juga menjadi yang tertinggi sejak beberapa tahun terakhir.

Pada 2014, subsidi energi sempat menyentuh Rp341,8 triliun, dan selanjutnya subsidi energi berada di bawah Rp200 triliun. Bahkan pada 2017 subsidi energi berada di Rp97,6 triliun, menjadi terendah sejak 2005.

Oleh karenanya, Bahlil meminta kepada masyarakat untuk bersiap-siap jika kemungkinan terjadi penyesuaian harga BBM subsidi dalam waktu dekat. Terlebih penyesuaian ini dilakukan bertujuan untuk sedikit meringankan beban APBN 2022.

“Rasa-rasanya untuk menahan terus dengan harga bahan bakar minyak (BBM) seperti sekarang, feeling saya harus kita siap-siap, kalau kenaikan BBM itu terjadi," ujarnya.

Di bawah kepemimpinan Jokowi, BBM subsidi tercatat pernah naik berkali-kali (juga menurunkannya mengikuti harga minyak dunia). Pada 18 November 2014, harga BBM jenis Premium (RON 88) dan minyak solar saat itu mengalami kenaikan masing-masing sebesar Rp2.000 per liter.

“Terhitung sejak 18 November 2014 pukul 00.00 WIB, harga Premium ditetapkan dari Rp6.500 menjadi Rp8.500 per liter. Harga Solar ditetapkan dari Rp5.500 menjadi Rp7.500 per liter,” kata Jokowi kala itu.

Namun, tak lama tahun berganti, Jokowi menurunkan harga BBM. Alasannya, mengikuti perkembangan harga minyak mentah dunia dan kebijakan subsidi tetap yang diterapkannya. "Harga BBM turun mengikuti harga pasar dunia," kata Jokowi saat itu.

Akan tetapi, lagi-lagi baru dua bulan berselang, Jokowi kembali mengerek harga BBM pada Maret 2015. Saat itu, Premium naik dari Rp6.600 menjadi Rp6.800 per liter, kemudian naik lagi menjadi Rp7.400 per liter. Sedangkan Solar dari Rp6.400 menjadi Rp6.900 per liter.

Jokowi Keluhkan Beban Subsidi yang Besar

Berdasarkancatatan Tirto, diberbagai kesempatan Jokowi nampak mengeluhkan besaran subsidi yang membengkak tahun ini. Saat itu, kepala negara curhat bahwa subsidi BBM telah membuat APBN berat. Karena harus menanggung biaya pembelian BBM seperti Pertalite, Pertamax, dan Solar.

“Sampai kapan kita bisa bertahan dengan subsidi sebesar ini? Kalau kita nggak ngerti, kita tidak merasakan betapa sangat beratnya persoalan saat ini," keluh Jokowi.

Jokowi mengatakan, besaran subsidi energi dialokasikan saat ini begitu besar jika dibandingkan dengan negara lain. Pernyataan itu benar adanya. Data Badan Energi Dunia (IEA) pada 2020 menunjukkan, Indonesia sebagai negara urutan ke-8 terbesar yang memberikan anggaran subsidi energi. Sementara di urutan pertama ada Iran, diikuti Cina dan India.

“Gede sekali, tapi apakah angka Rp502 triliun itu terus kuat kita pertahankan? Kalau bisa, alhamdulilah artinya rakyat tidak terbebani. Tetapi kalau APBN tidak kuat bagaimana?" kata Jokowi di Istana, Jakarta Pusat, Jumat lalu.

Namun jika APBN tidak kuat, maka seluruh masyarakat harus mengerti dan memahami. Terlebih negara-negara lain harga BBM-nya sudah berada di Rp17.000 - Rp18.000 per liter atau dua kali lipat dari harga bahan bakar di Indonesia. "Iya memang harga keekonomiannya seperti itu," kata dia.

Saat ini harga keekonomian BBM jenis Pertamax atau RON 92 sudah mencapai Rp17.990 per liter. Sementara harga jual masih ditetapkan Rp12.500. Sehingga pemerintah menanggung selisih atau subsidi sebesar Rp5.490 setiap liternya.

Kemudian harga keekonomian Pertalite (RON 90) dan solar saat ini sudah berada di kisaran Rp17.200 dan Rp18.150. Sementara Pertalite saat ini ditahan atau masih dijual sebesar Rp7.650 dan Solar Rp5.150 per liternya.

Sementara jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga lainnya, harga BBM khususnya yang di subsidi pemerintah tergolong lebih rendah. Menukil dari laman Kementerian Perdagangan dalam Negeri dan Hal Ehwal Pengguna Malaysia (KPDNHEP), harga BBM di Malaysia per 11 Agustus – 17 Agustus 2022 untuk RON 97: 4,4 ringgit atau sekitar Rp14.500 per liter, RON 95 2,05 ringgit atau sekitar Rp6.800 per liter, dan Diesel 2,15 ringgit atau sekitar Rp7.100 per liter.

Di Filipina, Departemen Energi melaporkan bahwa per 9 Agustus 2022, perusahaan minyak telah menerapkan penurunan harga bensin sebesar 2,10 peso per liter, solar sebesar 2,20 peso per liter, dan minyak tanah sebesar 2,55 peso per liter.

Hal tersebut kemudian mencatat kenaikan year-to-date sebanyak 17,55 pero per liter untuk bensin, 30,15 peso per liter untuk diesel, dan 24,75 peso per liter untuk minyak tanah.

Data Global Petrol Prices menunjukkan harga bensin RON 95 di Filipina pada 8 Agustus 2022 yakni 79,85 peso per liter atau setara Rp21.000. Dalam periode 2 Mei – 8 Agustus, rerata harga BBM itu di Filipina berada di kisaran 80,83 peso per liter. Data Global Petrol Prices diperoleh dari sumber resmi pemerintah, badan otoritas, perusahaan minyak, dan media yang diperbaharui setiap minggu.

Lebih lanjut, harga BBM di Thailand seperti dikutip dari laman shell.co per Sabtu (13/8/2022) untuk Bensin E20: 35,94 baht atau sekitar Rp14.900, Bensin RON 91: 36,78 baht atau sekitar Rp15.300, Bensin RON 95: 37,05 baht atau sekitar Rp 15.400. Namun penting menjadi catatan bahwa perbedaan harga rata-rata BBM antarnegara disebabkan berbagai pajak dan subsidi.

Pilihan Sulit Bagi Pemerintah

Selain beban subsidi energi besar, salah satu urgensi mendesak pemerintah menaikkan harga BBM subsidi lantaran konsumsi Pertalite hingga Juli 2022 sudah mencapai 16,8 juta kilo liter (KL). Ini setara dengan 73,04 persen dari total kuota ditetapkan sebesar 23 juta KL, sehingga hanya tersisa 6,2 KL.

“Kalau upaya pembatasan konsumsi Pertalite tidak berhasil, kuota BBM subsidi pasti jebol paling lama pada akhir Oktober 2022," kata Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Fahmi Radhi kepada Tirto.

Fahmi mengatakan kondisi ini tentu tidak bisa dihindari karena pemerintah akan dihadapkan pada dilema yang sulit. Jika menambah kuota BBM subsidi, beban APBN untuk subsidi bisa semakin membengkak hingga melebihi Rp600 triliun. Jika tidak menambah kuota BBM subsidi, maka kelangkaan akan terjadi di berbagai SPBU, yang berpotensi menyulut keresahan sosial.

“Hanya pembatasan yang tegas dan lugas yang dapat mencegah jebolnya kuota BBM subsidi. MyPertamina tidak akan berhasil membatasi BBM subsidi agar tepat sasaran. Bahkan, justru menimbulkan ketidaktepatan sasaran dan ketidak-adilan bagi konsumen yang tidak punya akses," jelasnya.

Menurut Fahmi, terdapat dua kebijakan yang dapat mencegah jebolnya BBM bersubsidi. Pertama, tetapkan segera dalam Peraturan Presiden (Perpres) 191/2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM bahwa hanya sepeda motor dan kendaraan angkutan orang dan angkutan barang yang diperbolehkan menggunakan Pertalite dan solar.

Kedua, turunkan disparitas antara harga Pertamax dan Pertalite, dengan menaikan harga Pertalite dan menurunkan harga Pertamax secara bersamaan maksimal selisih harga sebesar Rp1.500 per liter. Kebijakan harga ini diharapkan akan mendorong konsumen Pertalite migrasi ke Pertamax secara suka rela.

Di sisi lain, diperlukan juga komunikasi publik secara besar-besaran bahwa penggunaan Pertamax sesungguhnya lebih baik untuk mesin kendaraan dan lebih irit. Karena untuk mencegah jebolnya kuota BBM bersubsidi tidak bisa hanya dengan mengeluh dan mengimbau saja. Namun perlu kebijakan tegas dan lugas yang segera diberlakukan, tidak mundar-mundur saja.

Baca juga artikel terkait BBM SUBSIDI atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz