tirto.id - Belakangan tanaman kratom disinyalir menjadi salah satu komoditas yang memiliki potensi ekonomi baik di dalam maupun luar negeri. Tak heran, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (MenkopUKM) Teten Masduki memberikan “lampu hijau” pengembangan bisnis kratom di Indonesia.
Namun, dia menginginkan adanya dukungan regulasi yang kuat untuk keberlangsungan bisnis kratom di Tanah Air, mengingat permintaan pasar terhadap komoditas tersebut sangat besar.
Hal itu disampaikan Teten dalam diskusi Kamar Dagang, Asosiasi Kratom Amerika, Ahli Riset, Senator dan Representatif (DPR) USA dengan tema “Urgensi Keberlangsungan Perdagangan Kratom”, yang diadakan oleh Koperasi Produsen Anugerah Bumi Hijau (Koprabuh) di Jakarta, Rabu (10/8/2022).
“Dalam regulasi, saat ini kratom bukan produk yang dilarang, jadi bisa dibudidaya dan diperdagangkan. Dan juga tidak dilarang untuk ekspor baik dalam bentuk kratom powder (bubuk) atau kratom ekstrak,” ujar Teten, sebagaimana diberitakan Antara, Rabu (10/8/2022).
Lalu apa sebenarnya tanaman kratom yang dinilai juga memberi banyak manfaat ini?
Menurut Teten, kratom merupakan tanaman tropis dari famili Rubiaceae yang berasal dari Asia Tenggara (Thailand, Indonesia, Malaysia, Myanmar, Filipina), dan Papua Nugini. Di Indonesia, tanaman ini banyak tumbuh di Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar), Pulau Sumatra, Pulau Sulawesi, hingga Pulau Papua di wilayah tertentu.
Lanjut Teten, di Indonesia belum banyak pemanfaatan kratom lantaran masih adanya benturan terkait regulasi. Bahkan sejumlah kalangan mengindikasikannya masuk dalam golongan narkotika, namun kratom masih legal untuk ditanam dan diperjualbelikan.
“Saat ini Koprabuh [Koperasi Produsen Anugerah Bumi Hijau] sudah bekerja sama dengan petani kratom di Kalbar. Nanti bisa dikembangkan budi daya kratom lewat perhutanan sosial,” ujar dia.
Apa Manfaat Tanaman Kratom?
Tanaman kratom ini memiliki banyak manfaat. Salah satunya mampu mengurangi rasa nyeri dan bersifat menenangkan, menimbulkan efek relaksasi dan memperbaiki suasana hati karena bersifat antidepresan. Hal itu dikatakan pedagang kratom, Syarih Ardians Alaydrus (36) dari Kota Pontianak, Kalimantan Barat.
Daun kratom bisa menjadi obat diabetes dan digunakan untuk luka pascaoperasi ataupun melahirkan karena dapat mengurangi rasa nyeri, membuat rasa nyaman, menyembuhkan luka, dan pemulihan tubuh.
“Untuk kulit juga bagus, soalnya dulu saya juga pernah buat masker dan balsem kratom, kalau untuk kulit biasanya digunakan pada luka bakar sama jerawat. Manfaat daun kratom [lainnya] untuk stamina dan menjaga metabolisme tubuh dengan baik,” sambung dia kepada Tirto, Jumat (12/8/2022) sore.
Menurut dia, kandungan mitragyna yang terdapat dalam daun kratom mampu meningkatkan metabolisme tubuh sehingga dapat lebih bersemangat dalam beraktivitas sepanjang hari. Selain itu, daun kratom juga mengandung senyawa alkaloid yang memiliki efek stimulan sehingga dapat meningkatkan gairah seksual.
“Itu saja sih efek yang saya rasakan selama mengonsumsi kratom, yang paling sering sih saya gunakan balsem kratom untuk kulit dan bubuk (powder) yang biasa saya konsumsi untuk menambah stamina,” kata Syarif.
Dia juga menyoroti potensi kratom sebagai komoditas bisnis dalam negeri, yang memiliki prospek cerah ke depan. Sebab, selain bermanfaat untuk kesehatan kratom pun bisa dijadikan produk suplemen kesehatan dan kecantikan.
“Cuma karena belum legalnya kratom di Indonesia, jadi sulit untuk memasarkan produk-produk turunan kratom karena kendala perizinan dari BPOM. Sekarang untuk ekspor ke luar negeri sudah susah dikarenakan jatuhnya harga pasaran kratom di luar negeri,” ungkap penjual kratom yang mengekspor ke AS dan Eropa dengan keuntungan per bulan sebesar Rp250 juta itu.
Senada dengan harapan Teten, Syarif berharap perlu adanya dukungan regulasi yang kuat untuk keberlangsungan bisnis kratom di Indonesia, menimbang permintaan pasar terhadap komoditas tersebut sangat besar. “Tapi yang pasti, semoga kratom bisa legal di Indonesia dan di seluruh dunia,” tutur dia.
90 Persen Impor Kratom Amerika Berasal dari Indonesia
Deputi Bidang Perkoperasian KemenKopUKM Ahmad Zabadi mengungkapkan bahwa Indonesia merupakan penghasil kratom terbesar dan terbaik di dunia, bahkan 90 persen impor kratom Amerika berasal dari Indonesia. Data ekspor periode Januari 2019-Desember 2020 (periode 2 tahun) tercatat sebesar 189.245.225 dolar Amerika Serikat (Dolar AS) dengan volume 7.569.809 ton dan harga rata-rata 25 dolas AS per ton.
Pada periode Januari-Agustus 2021, beber dia, sudah mencapai 78.581.475 dolar AS dengan volume 3.143.259 ton. Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor, kratom tidak termasuk dalam barang yang dilarang ekspor, klasifikasi ekspor kratom menggunakan kode HS 1211 (kratom powder) dan HS 3301 (kratom ekstrak).
“Di Indonesia sampai saat ini belum dilakukan pengaturan kratom, sehingga masih dapat dibudidayakan dan diperdagangkan. Regulasi terkait tata niaga perlu ditetapkan untuk menjamin legalitas kratom,” ujar Ahmad melalui keterangan tertulis yang diterima Tirto pada Jumat (12/8/2022) sore.
Dia mengatakan bahwa pengembangan produk kratom untuk jangka pendek perlu didukung dengan skema penelitian bersama antara akademisi, dunia usaha, pemerintah, dan masyarakat. Selanjutnya untuk jangka menengah, perlu didukung dengan regulasi yang mempertimbangkan keseimbangan aspek kesehatan dan “ekonomi hijau”.
“Strategi logis dan efektif dalam menetapkan dan mengatur peredaran kratom diperlukan untuk mendukung alur penelitian kratom. Regulasi yang tepat dibutuhkan untuk menjamin keselamatan masyarakat, namun tetap mampu memberikan ruang yang cukup untuk pengembangan dan penemuan obat baru,” tutur Ahmad.
Aturan BPOM terkait Kratom
Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan Kosmetik BPOM Reri Indriani menyatakan bahwa BPOM sangat terbuka mengawal inovasi ataupun perkembangan kratom untuk dilakukan penelitian lebih lanjut sebagai obat, sepanjang manfaatnya melebihi risikonya.
Dia menyebut bahwa BPOM siap mengawal penelitian yang bakal dilakukan dalam pengembangan kratom. “Namun, kami akan merujuk kepada keputusan dari Kementerian Kesehatan dan Badan Narkotika Nasional yang menjadi leading sector, dalam hal ini bahwa masih di bawah proses di dalam penetapan penggolongannya. Apakah akan digolongkan ke dalam golongan narkotika [atau golongan lain], kami pada prinsipnya mengikuti keputusan dari Kemenkes dan BNN,” ucap Reri.
Mengutip laman resmi BPOM, berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.23.3644 tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Suplemen Makanan pada Lampiran 3 serta Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.41.1384 tentang Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka pada Lampiran 14, memuat:
1. Mitragyna speciosa (kratom atau ketum) termasuk ke dalam daftar bahan yang dilarang digunakan dalam suplemen makanan dan obat tradisional.
2. Mitragyna speciosa mengandung alkaloid mitragynine yang pada dosis rendah mempunyai efek sebagai stimulan dan pada dosis tinggi dapat memiliki efek sebagai sedatif-narkotika.
3. BPOM tidak pernah memberikan persetujuan izin edar terhadap produk obat tradisional atau suplemen makanan yang mengandung mitragyna speciosa.
Kemenkes: Kratom Belum Masuk Golongan Narkotika
Sementara itu, Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Mohammad Syahril menjelaskan bahwa kratom belum dimasukkan dalam penggolongan narkotika.
“Kratom belum dimasukkan dalam penggolongan narkotika. Sebagai tanaman asli Nusantara, kami sedang mengkaji agar tanaman ini menjadi kategori tanaman obat karena memang sudah banyak digunakan sebagai obat oleh masyarakat Kalimantan sejak ratusan tahun lalu,” terang dia kepada Tirto pada Jumat (12/8/2022) sore.
Namun, sampai saat ini belum ada regulasi yang jelas terhadap kratom. Namun, Syahril menyebut sebenarnya tidak ada kendala dan masih proses.
“Tidak ada kendala, masih berproses. Sabar dulu saja,” kata dia.
Penulis: Farid Nurhakim
Editor: Maya Saputri