Menuju konten utama

Apa itu Daun Kratom dan Bagaimana Efeknya untuk Tubuh?

Mengenal daun kratom yang dianggap lebih berbahaya dari morfin oleh BNN.

Apa itu Daun Kratom dan Bagaimana Efeknya untuk Tubuh?
Seorang warga memperlihatkan daun pureng atau daun kratom (Mitragyna speciosa) saat proses penjemuran di kawasan Desa Simpang Peut, Kecamatan Arongan Lam Balek, Aceh Barat, Aceh, Sabtu (5/10/2019). ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas.

tirto.id - Daun kratom adalah pohon tropis yang masuk dalam family kopi. Kratom (Mitragyna speciosa) umumnya ada di Thailand, Myanmar, Malaysia, dan negara-negara Asia Selatan lainnya.

Daun, atau ekstrak daun kratom umumnya digunakan sebagai stimulan dan obat penenang. Daun ini juga disebut bisa mengobati sakit kronis, masalah pencernaan, dan sebagai bantuan untuk menghilangkan ketergantungan opium.

Namun, diwartakan Healthline, belum ada uji klinis yang cukup membantu untuk memahami manfaat kratom. Daun ini juga belum disetujui penggunaannya untuk kepentingan medis.

Daun kratom legal di beberapa negara bagian Amerika Serikat (AS). Namun, ilegal di Thailand, Australia, Malaysia, dan beberapa negara Uni Eropa. Di AS, kratom biasanya dipasarkan sebagai obat alternatif.

Di Indonesia, kratom termasuk dalam obat ilegal. Pada Senin (14/10/2019) kemarin, Polres Palangka Raya, Kalimantan Tengah, mengamankan dua truk bermuatan 12 ton daun kratom di depan pos polisi bundaran besar Jalan Yos Sudarso yang hendak dikirim ke luar negeri.

"Daun kratom ini berasal dari Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur hendak dibawa ke Kota Pontianak, Kalimantan Barat dan rencananya akan dikirim ke luar negeri," kata Kapolres Palangka Raya AKBP Timbul RK Siregar, Senin, seperti dikutip Antara News.

Dengan temuan tersebut, petugas juga melakukan tes urine terhadap dua sopir truk dan satu kernet truk yang mengangkut puluhan karung daun kratom tersebut.

"Dari hasil tes urine terhadap tiga orang tersebut kondektur truk berinisial AS (29) dinyatakan positif mengkonsumsi metamfetamin dan amfetamin sedangkan sisanya negatif," katanya.

Polisi telah menghubungi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Badan Narkotika Nasional (BNN) untuk mencari tahu mengenai kandungan dalam daun kratom.

Apa Kandungan dalam Daun Kratom?

Pada dosis rendah, kratom akan bekerja seperti stimulan. Orang yang telah menggunakan kratom dengan dosis rendah mengaku lebih berenergi, lebih waspada, dan lebih mudah bersosialisasi.

Pada dosis yang lebih tinggi, kratom digunakan sebagai obat penenang, menghasilkan efek euforia, menumpuk emosi, dan sensasi.

Bahan aktif utama kratom adalah alkaloid mitragynine dan 7-hydroxymitragynine. Ada bukti, alkaloid ini dapat memiliki efek analgesik (menghilangkan rasa sakit), anti-inflamasi, atau relaksasi otot. Karena alasan ini, kratom sering digunakan untuk meredakan gejala fibromyalgia.

Daun ini biasanya dikeringkan dan dihancurkan atau dijadikan bubuk. Umumnya bubuk kratom juga akan dicampur dengan daun lain sehingga warnanya bisa hijau atau cokelat muda.

Kratom juga tersedia dalam bentuk pasta, kapsul, dan tablet. Di Amerika Serikat, kratom sebagian besar diseduh sebagai teh untuk mengurangi rasa sakit dan efek opioid.

Menurut Pusat Pemantauan Obat dan Kecanduan Narkoba Eropa (EMCDDA), kratom dengan dosis kecil menghasilkan efek stimulan yang biasanya terjadi 10 menit setelah pemakaian dan dapat bertahan hingga 1,5 jam.

Badan Narkotika Nasional (BNN) baru-baru ini terus mendorong pemerintah untuk melarang peredaran tanaman kratom. BNN menyebut kratom sebagai “tanaman yang mempunyai tingkat bahaya 10 kali lipat di atas ganja dan kokain”.

Sebab itu, mereka kini tengah memproses kratom masuk ke dalam Golongan 1 narkotika. Penyebabnya, tanaman yang biasa digunakan sebagai obat itu mengandung opioid, alkaloid mitraginin, dan 7-hydroxymitragynine yang bisa mengakibatkan kecanduan.

“Penggunaan kratom dalam jumlah kecil bersifat stimulan atau sama seperti kokain, tetapi penggunaan jenis besar bersifat opioid atau sama seperti morfin heroin,” kata Adhi Prawoto, sekretaris BNN, kepada Antara.

“Ini lebih berbahaya dibandingkan morfin, tanaman kratom sudah direkomendasikan oleh komite perubahan penggolongan narkotika dan psikotropika oleh Kemenkes sebagai golongan 1 narkotika,” lanjutnya.

Sejak lima tahun belakangan, kratom tengah menjadi polemik di antara peneliti dan pembuat kebijakan. Sementara para peneliti masih terus melakukan riset untuk memastikan efek samping penggunaan kratom, para pemangku kebijakan takut kratom disalahgunakan.

Perdebatan itu hanya berkisar dari pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya belum diketahui seperti: Apakah kratom benar-benar berbahaya? Seberapa besar kratom bisa bikin kecanduan? Hingga seberapa kuat kratom mampu menghilangkan rasa sakit?

Kratom belum dipelajari secara mendalam, sehingga belum secara resmi direkomendasikan untuk penggunaan medis.

Studi sangat penting dilakukan untuk pengembangan obat baru. Studi pada kratom dilakukan untuk mengidentifikasi efek berbahaya dan interaksi berbahaya dengan obat lain. Studi-studi ini juga membantu mengidentifikasi dosis yang efektif, tetapi tidak berbahaya.

Kratom berpotensi memiliki efek kuat pada tubuh. Kratom mengandung hampir semua alkaloid seperti opium dan jamur halusinogen.

Alkaloid memiliki efek fisik yang kuat pada manusia. Sementara beberapa dari efek ini dapat menjadi positif. Ini adalah alasan mengapa studi lebih lanjut dari kratom diperlukan.

Produksi kratom juga belum diatur. Badan Obat dan Makanan Amerika (FDA) tidak memantau keamanan atau kemurnian tanaman herbal ini. Tidak ada standar yang ditetapkan untuk memproduksi kratom dengan aman.

Sejak Oktober 2016, pemerintah AS pun akhirnya menyerahkan legalitas kratom ke masing-masing negara bagian. Sebagian besar akhirnya melegalkan, ada yang melarang, dan beberapa belum berani mengambil keputusan. Meski demikian, karena daun tersebut terus-terusan disalahgunakan, pemerintah AS juga ambil sikap tegas dengan membatasi jumlah kratom yang masuk ke negaranya.

Di sisi lain, dukungan agar kratom diperlakukan secara “adil” juga terus bermunculan. Salah satu yang menarik datang Marc T Sowgger, profesor dari Universitas Rochester, dan Elaine Hart, seorang peneliti. Dilansir New York Times, mereka menyebut:

“Kratom secara diam-diam bisa jadi obat alternatif... dan penelitian kualitatif kami sendiri terhadap orang-orang yang menggunakan kratom menunjukkan bahwa, dengan sedikit efek samping yang berbahaya, orang-orang berhasil menggunakan kratom untuk keluar dari kecanduan opioid dan secara efektif mampu mengobati rasa sakit mereka.”

Baca juga artikel terkait KRATOM atau tulisan lainnya dari Dipna Videlia Putsanra

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Agung DH