tirto.id - Tanpa busana dan hanya ditutupi sehelai selimut, Gaga nampak meringis menahan sakit. Dokter lalu memasang selang dan menyuntikkan suatu cairan ke tubuhnya. Ia kembali meringis, memperlihatkan gugusan gigi dan kerut kesakitan di kening.
Sebuah video berjudul “Gaga: Five Foot Two” memperlihatkan rutinitas Lady Gaga yang tak lazim. Di balik hingar bingar dunia hiburan, keenerjikan, dan gaya hidupnya yang mewah, Gaga sedang berjuang melawan penyakit yang diderita. Gaga memilih rehat dari segala kesibukan dan membatalkan beberapa jadwal konsernya.
Baca juga:Lady Gaga dan Kebaikan yang Menyembuhkan PTSD
Setelah pekan lalu membatalkan penampilan di sebuah festival musik di Rio de Janeiro. Gaga akhirnya juga membatalkan tur konser keliling Eropa. Ia sempat banjir hujatan karena dianggap berbohong dan mengecewakan penggemar. Namun, di akun twitternya, @ladygaga mencuitkan alasan di balik keputusan rehatnya.
"Dalam dokumenter kami #chronicillness #chronicpain saya berjuang dengan #Fibromyalgia Saya ingin membantu meningkatkan kesadaran dan terhubung dengan penderita lainnya.”
Dalam film dokumenter, digambarkan reaksi Gaga saat penyakitnya kambuh. Ia tampak ingin menangis hingga menutup muka dengan kedua tangan. Pelantun "Born This Way" ini didiagnosis menderita Fibromyalgia Syndrome (FMS). Fibromyalgia merupakan penyakit kronis yang membuat penderitanya mengalami rasa sakit di sekujur tubuh.
Penyakit ini menyerang perempuan dua kali lebih tinggi dibanding pria. Hingga kini, penyebab pastinya belum diketahui, tapi ia dikaitkan dengan masalah neurologis. Diperkirakan ada kadar senyawa tidak normal di otak yang mengakibatkan perubahan sistem saraf pusat (otak, sumsum tulang belakang dan saraf) ketika memproses pesan nyeri ke seluruh tubuh.
Penderita penyakit ini biasa merasakan sakit berupa sensasi terbakar, ditusuk-tusuk, atau nyeri yang dirasakan setidaknya selama 12 minggu.
Baca juga:Penyakit Parkinson
Sekitar 8 persen populasi di Amerika terdeteksi menderita sindrom ini. Penelitian menunjukkan penyakit ini sangat mungkin diwariskan lewat gen. Jika penderita memiliki kembaran, maka kembarannya memiliki kemungkinan 50 persen terkena sindrom yang sama. Anak yang orangtuanya merupakan penderita juga punya kemungkinan 8,5 kali lebih besar mengalami kondisi fibromyaglia.
“Namun mengenai mutasi gen spesifik apa yang menyebabkan hal tersebut, kita belum tahu,” kata dr. Arya Mohabbat dari Klinik Mayo.
Baca juga:Telepati Anak Kembar, Mitos atau Fakta
Rasa sakit yang dirasakan juga seringkali membuat penderita hipersensitif terhadap rasa sakit. Lalu menderita kelelahan karena rasa sakit menyebabkan penderita jadi kurang tidur. Juga kekakuan otot, sulit konsentrasi atau mengingat sesuatu, sakit kepala, serta sakit perut dan kembung.
Namun, beberapa lainnya dipicu oleh trauma, luka atau infeksi. Makanan dan obat bisa mengganggu mereka. Seringkali pasien mengatakan mereka terkena efek samping dari obat ini atau obat itu karena hipersensitif, demikian Arya menerangkan kepada Billboard.
Tak Bisa Disembuhkan
Gaga sebetulnya sudah lama merasakan gejala dari sakitnya. Ia juga pernah dirawat akibat sakit pinggang tak berkesudahan. Tubuh bagian kanannya seringkali merasa sakit, tapi tak diacuhkan. Gaga santai saja. Sering kali ia hanya mengompres dan memijat bagian tubuh yang dirasa sakit.
Pengobatan untuk fibromyalgia memang tidak sungguh menyembuhkan. Ia hanya meringankan rasa sakit pasien saja. Biasanya, dokter akan memberikan beberapa perawatan yang meringankan, yakni obat antidepresan dan obat penghilang rasa sakit. Sakit berkepanjangan juga seringkali membuat pasien capek dan depresi.
Baca juga:Dumolid Antidepresan yang Bisa Bikin Kecanduan
Untuk mengatasi bagian yang ini, beban mental pasien sebisa mungkin disampaikan kepada konselor sehingga ia dapat mencari strategi menangani stres pasien.
Beberapa pasien menjadi hipersensitif terhadap obat-obatan. Pemberian obat malah bisa membuat mereka merasakan efek samping dan rasa sakit yang lebih banyak. Maka, upaya terakhir amatlah penting: mengubah gaya hidup menjadi lebih sehat dan berolahraga. Olahraga justru menjadi hal krusial, meski jelas sulit dilakukan oleh orang yang sedang sakit.
“[Olahraga] bukan untuk membuat mereka kesakitan, tapi agar mereka tetap bergerak. Memastikan mereka tetap lentur, seperti kata pepatah lama, 'Anda menggunakan [tubuh] atau Anda kehilangannya',” kata Arya.
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Maulida Sri Handayani