Menuju konten utama

Dampak Positif dan Negatif Supersemar bagi Bangsa

Supersemar menjadi titik balik sejarah Indonesia, membawa dampak pada pemerintahan, politik, dan kekuasaan Soekarno serta lahirnya Orde Baru.

Dampak Positif dan Negatif Supersemar bagi Bangsa
Header sisi gelap ekonomi Sukarno-Soeharto. tirto.id/Quita

tirto.id - Dampak Supersemar, atau Surat Perintah Sebelas Maret 1966, telah menjadi tonggak penting dalam sejarah Indonesia. Dikeluarkannya surat ini oleh Presiden Soekarno kepada Letnan Jenderal Soeharto tidak hanya mengubah dinamika politik nasional, tetapi juga membawa sejumlah konsekuensi yang kompleks.

Dampak Supersemar seolah menjadi titik balik dalam sejarah Indonesia, membawa berbagai dampak positif dan negatif yang mempengaruhi berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.

Lantas, apakah dampak adanya Surat Perintah 11 Maret terhadap kehidupan bangsa? Lalu, apakah dampak Supersemar terhadap kepemimpinan nasional?

Sebelum membahas apa saja dampak supersemar dalam kehidupan politik Indonesia, penting untuk mengetahui apa itu Supersemar agar lebih memahami dampaknya.

Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret 1966) adalah dokumen historis yang ditandatangani Presiden Soekarno, memberikan mandat kepada Letnan Jenderal Soeharto untuk mengambil langkah-langkah pengamanan negara di tengah krisis politik setelah peristiwa G30S/PKI 1965.

Surat ini menjadi dasar hukum transisi kekuasaan dari Orde Lama ke Orde Baru, meskipun hingga kini kontroversi terkait proses penerbitannya masih menjadi perdebatan.

Dengan dasar surat ini, Soeharto kemudian membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan akhirnya menjadi Presiden pada 1967, menggantikan Soekarno.

SUPERSEMAR MARET 1966

Soeharto (kiri) berada dibelakang Soekarno (kanan) pada maret 1966. Foto/Getty Images/Beryl Bernay

Dampak Positif dan Negatif Supersemar Bagi Bangsa Indonesia

Supersemar tidak hanya dianggap sebagai solusi krisis politik 1966, tetapi juga menjadi awal dari transformasi sistem pemerintahan.

Lantas, apakah dampak adanya Surat Perintah 11 Maret terhadap kehidupan bangsa?

Dampak Supersemar bagi Indonesia meliputi pemulihan stabilitas, keamanan, hingga munculnya rezim baru, dari Orde Lama ke Orde Baru. Peralihan ini membawa sejumlah dampak yang kompleks bagi Indonesia.

Dampak Positif Supersemar

Dampak positif Supersemar terlihat dalam pemulihan stabilitas politik dan ekonomi. Saat itu, Indonesia mengalami hiperinflasi dan konflik ideologis yang mengancam keutuhan bangsa.

Dengan pemberian mandat kepada Soeharto, Supersemar menjadi dasar penumpasan G30S/PKI dan pengendalian situasi keamanan.

Soeharto berhasil mengambil langkah-langkah untuk mengembalikan keamanan dan ketertiban, sehingga menciptakan stabilitas politik yang diperlukan untuk pembangunan nasional.

Menurut buku Membongkar Supersemar (Baskara T. Wardaya, SJ: 2009), Supersemar memberikan legitimasi hukum bagi Soeharto untuk mengambil langkah strategis memulihkan kepercayaan publik terhadap pemerintah.

Selain itu, dampak Supersemar bagi Indonesia juga terlihat pada pembentukan struktur pemerintahan yang lebih terorganisir.

Soeharto menggunakan wewenangnya unutk membubarkan kabinet Soekarno dan menggantinya dengan kabinet yang fokus pada pembangunan ekonomi.

Pasca-Supersemar, kebijakan ekonomi Orde Baru mulai menekan inflasi dari 650% menjadi di bawah 10% dalam beberapa tahun.

Kebijakan ekonomi yang lebih terbuka dan pro-pasar menarik investasi asing dan mendorong industrialisasi, yang pada gilirannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Sementara di bidang politik, dampak positif Supersemar adalah mengakhiri dualisme kepemimpinan antara Soekarno dan militer.

Surat ini memungkinkan Soeharto mengambil alih kekuasaan secara bertahap, sehingga konflik internal di tubuh pemerintahan dapat diminimalisir.

Supersemar juga membuka jalan bagi reformasi birokrasi dan pemerintahan. Dengan adanya stabilitas politik, pemerintah dapat fokus pada perbaikan sistem administrasi dan pelayanan publik, yang berdampak positif pada efisiensi pemerintahan.

Selain itu, Supersemar memungkinkan Indonesia untuk memperbaiki hubungan diplomatik dengan negara-negara lain. Pendekatan politik luar negeri yang lebih pragmatis dan netral membuka peluang kerjasama internasional yang luas.

Dampak Negatif Supersemar

Di sisi lain, dampak negatif Supersemar tidak bisa diabaikan. Surat ini menjadi pintu masuk bagi konsolidasi kekuasaan Soeharto yang otoriter selama 32 tahun.

Pemberian mandat tanpa batas waktu memungkinkan Soeharto memberangus oposisi dan membentuk rezin militeristik.

Supersemar digunakan untuk melegitimasi pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI) beserta simpatisanya, yang diikuti oleh represi massal terhadap kritikus pemerintah.

Kekuasaan yang tepusat dan minimnya kontrol terhadap pemerintah menyebabkan pelanggaran hak asasi manusia dan kebebasan berpendapat.

Selain itu, meskipun pertumbuhan ekonomi meningkat, kesenjangan sosial dan ekonomi juga meningkat. Kebijakan pembangunan yang tidak merata menyebabkan disparitas antara perkotaan dan pedesaan, serta antara kelompok kaya dan miskin.

Korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) menjadi masalah serius selama Orde Baru. Meskipun ada upaya untuk memberantasnya, praktik-praktik tersebut tetap merajalela dan merusak tatanan sosial serta kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

DR. IR. SOEKARNO

DR. IR. SOEKARNO

Dampak Supersemar terhadap Soekarno dan Soeharto

Supersemar tidak hanya mengubah peta politik Indonesia, tetapi juga secara drastis mempengaruhi nasib dua tokoh sentral: Soekarno dan Soeharto.

Dampak peristiwa Supersemar terhadap kedudukan Soeharto melambungkannya ke puncak kekuasaan, sementara Soekarno justru tersingkir secara perlahan.

Hal ini menjawab pertanyaan apakah dampak supersemar terhadap kepemimpinan nasional. Surpersemar menjadi titik balik dalam perubahan kepemimpinan nasional, yang pada akhirnya mengakhiri era Demokrasi Terpimpin dan membuka jalan bagi Orde Baru.

Dampak Supersemar Bagi Soekarno

Bagi Soekarno, keluarnya Supersemar justru menjadi awal dari kemunduran politiknya. Meskipun awalnya dianggap sebagai solusi krisis, surat ini justru digunakan untuk melemahkan legitimasinya.

Keputusan politiknya kian melemah, terutama setelah Soeharto membubarkan PKI dan menangkap orang-orang yang dianggap berafiliasi dengan partai tersebut.

Soeharto secara bertahap mengambil alih kendali pemerintahan, sementara Soekarno diisolasi secara politik.

Menurut buku Misteri Supersemar karya Asvi Warman Adam, "Supersemar merupakan awal dari marginalisasi Soekarno secara politik. Setelah surat ini dikeluarkan, perannya dalam pemerintahan semakin terpinggirkan" (Adam, 2006: 40). Situasi ini membuat Soekarno tidak lagi memiliki kekuatan politik yang cukup untuk mempertahankan posisinya sebagai kepala negara.

Pada 22 Juni 1966, sidang MPRS mencabut Manifesto Politik (Manipol) yang selama ini menjadi dasar kebijakan pemerintahan Soekarno.

Dampak Supersemar bagi Indonesia juga berimplikasi pada pencabutan gelar "Presiden Seumur Hidup" Soekarno pada 1967.

Kemudian, pada 7 Maret 1967, Soekarno resmi dicopot dari jabatannya sebagai presiden dan digantikan oleh Soeharto sebagai pejabat presiden.

Kesehatan Soekarno juga mengalami penurunan akibat tekanan politik yang ia hadapi. Dalam buku Membongkar Supersemar, dijelaskan bahwa "Soekarno mengalami tekanan mental dan fisik setelah kehilangan kekuasaan, yang berkontribusi terhadap kondisi kesehatannya yang semakin memburuk" (Sritua Arief, 1998: 85).

Dengan demikian, Supersemar menjadi titik akhir dari kepemimpinan Soekarno dan menandai dimulainya era baru dalam sejarah politik Indonesia.

Soeharto

Presiden RI ke-2, Soeharto. FOTO/Nationaal Archief

Dampak Supersemar Terhadap Kedudukan Soeharto

Dampak supersemar terhadap kedudukan Soeharto adalah batu loncatan menuju kekuasaan absolut. Surat ini memberinya legitimasi untuk mengambil langkah-langkah strategis dalam menstabilkan situasi politik, termasuk membubarkan PKI pada 12 Maret 1966 dan menangkap sejumlah pejabat yang masih loyal kepada Soekarno.

Dalam Misteri Supersemar, disebutkan bahwa "Supersemar memberikan kekuasaan de facto kepada Soeharto untuk mengendalikan negara. Sejak saat itu, ia mulai memainkan peran dominan dalam pemerintahan" (Adam, 2006: 42).

Selain itu, Soeharto menggunakan momentum ini untuk memperkuat posisinya di kalangan militer dan sipil. Ia mendapatkan dukungan dari Golkar, kelompok birokrasi, dan berbagai organisasi yang menginginkan stabilitas setelah kekacauan politik di era Soekarno.

Pada 12 Maret 1967, MPRS secara resmi menetapkan Soeharto sebagai Pejabat Presiden menggantikan Soekarno. Setahun kemudian, pada 27 Maret 1968, Soeharto dikukuhkan sebagai Presiden Republik Indonesia melalui Sidang Umum MPRS.

Keberhasilan Soeharto dalam mengambil alih kekuasaan tidak lepas dari legitimasi yang diberikan melalui Supersemar. Dalam Membongkar Supersemar, disebutkan bahwa "tanpa Supersemar, Soeharto tidak akan memiliki dasar hukum untuk mengendalikan situasi dan menggantikan Soekarno" (Sritua Arief, 1998: 87).

Dengan demikian, Supersemar menjadi momen krusial yang mengantar Soeharto ke tampuk kekuasaan dan menandai lahirnya Orde Baru, sebuah rezim yang berkuasa selama lebih dari tiga dekade di Indonesia.

Mayjen Soeharto

Mayjen Soeharto, 2 kiri dengan kacamata hitam, ditampilkan dalam file foto 6 Oktober 1965 ini. FOTO/AP

Dampak Supersemar dalam Kehidupan Politik Indonesia

Supersemar membawa perubahan besar dalam dinamika politik dan pemerintahan Indonesia. Surat ini menjadi titik balik yang menggeser kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto, sekaligus mengakhiri era Orde Lama dan membuka jalan bagi Orde Baru. Dampak Supersemar dalam pemerintahan terlihat dari semakin kuatnya peran militer dalam birokrasi serta perubahan arah kebijakan negara yang lebih terpusat pada stabilitas dan pembangunan ekonomi.

Selain itu, dampak Supersemar terhadap Orde Lama sangat signifikan. Jika sebelumnya pemerintahan dijalankan dengan konsep Demokrasi Terpimpin yang memberi Soekarno kendali besar atas negara, maka setelah Supersemar, sistem ini perlahan dihapus dan digantikan dengan pemerintahan yang lebih terkonsolidasi di bawah kendali eksekutif. Struktur politik pun berubah, dengan fokus utama pada penguatan kontrol negara terhadap berbagai sektor, termasuk media dan organisasi politik.

Dampak peristiwa ini juga mencakup berbagai aspek lain dalam kehidupan politik. Dampak Supersemar antara lain adalah pembubaran PKI, pergeseran kebijakan ekonomi yang lebih terbuka terhadap investasi asing, serta munculnya sistem pemerintahan yang lebih sentralistik. Selain itu, pembatasan kebebasan berpendapat dan kontrol ketat terhadap media juga menjadi bagian dari perubahan besar yang terjadi pasca-Supersemar.

Secara keseluruhan, dampak Supersemar dalam kehidupan politik Indonesia masih terasa hingga saat ini. Perubahan yang terjadi bukan hanya sekadar pergantian pemimpin, tetapi juga membentuk pola pemerintahan yang lebih terstruktur dan berorientasi pada stabilitas jangka panjang. Namun, di sisi lain, peristiwa ini juga membawa konsekuensi berupa pengekangan kebebasan politik dan meningkatnya kontrol negara terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat.

Dengan demikian, Supersemar bukan sekadar peristiwa sejarah, tetapi juga titik awal dari berbagai perubahan politik yang membentuk wajah Indonesia hingga saat ini.

Baca juga artikel terkait SUPERSEMAR atau tulisan lainnya dari Robiatul Kamelia

tirto.id - Politik
Penulis: Robiatul Kamelia
Editor: Robiatul Kamelia & Yulaika Ramadhani