tirto.id - Film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI yang masih menjadi kontroversi kini viral lagi jelang peringatan Hari Kesaktian Pancasila. Bahkan, ada stasiun televisi swasta yang menayangkan kembali film yang sempat cukup lama dihentikan penayangannya sejak tumbangnya Orde Baru sekaligus dimulainya era reformasi ini.
SCTV sudah menayangkan film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI pada Minggu (27/9/2020) kemarin. Berikutnya, TVOne berencana bakal menampilkan kembali film yang sama pada Rabu (30/9/2020) malam nanti. Tahun lalu, dua stasiun televisi swasta ini juga memberikan tayangan film tersebut.
Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menyatakan tidak melarang masyarakat menonton film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI, namun warga atau siapapun tidak diperbolehkan menggelar acara nonton bareng untuk meminimalisir penyebaran COVID-19.
"Polri tidak akan mengeluarkan izin keramaian karena keselamatan jiwa masyarakat merupakan hal yang paling utama dan saat ini masih dalam masa pandemi COVID-19," jelas Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Pol. Awi Setiyono, Senin (28/9/2020), dikutip dari Antara.
"Masyarakat dapat menonton G-30-S/PKI secara individu di rumah masing-masing," imbuhnya.
Penayangan kembali film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI juga mendapat sorotan dari kalangan akademisi. Salah satunya adalah Prof. Gusti Asnan, sejarawan dari Universitas Andalas (Unand) Padang, Sumatera Barat.
Menurut Gusti Asnan, pemutaran film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI justru berpotensi semakin memantik keraguan publik mengenai kebenaran yang ditampilkan dalam film produksi pemerintah Orde Baru yang dirilis pada 1984 itu.
"Sudah sekian puluh tahun film itu diputar dalam tanda kutip ternyata ada juga keraguan dan bahkan makin banyak keraguan orang akan kebenaran apa yang disampaikan dalam film tersebut," kata Gusti Asnan kepada Antara, Selasa (29/9/2020).
Film Propaganda Orde Baru?
Film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI diproduksi Perum Perusahaan Film Negara (PPFN) pada 1984 atau ketika pada masa pemerintahan Soeharto sebagai Presiden RI. Skenario film ditulis oleh Arifin C. Noer sekaligus sebagai sutradara, bersama sejarawan andalan Orde Baru kala itu, Nugroho Notosusanto.
Amoroso Katamsi tampil sebagai aktor utama yang memerankan Mayjen Soeharto, Syubah Asa sebagai D.N. Aidit, Umar Kayam sebagai Presiden Sukarno, Bram Adianto sebagai Letkol Untung, Keke Tumbuan sebagai Ade Irma Suryani, dan sejumlah pelaku peran lainnya.
Lebih dari Rp800 juta dikeluarkan untuk penggarapan film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI dan menjadikan film ini sebgai film termahal di tanah air kala itu.
Dikutip dari buku Permasalahan Sensor dan Pertanggungjawaban Etika Produksi (1997) karya M. Sarief Arief dan kawan-kawan, pemutaran film ini menembus angka 699.282 penonton pada 1984 yang merupakan rekor terbesar saat itu.
Kendati begitu, film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI dianggap sebagai propaganda Soeharto dengan rezim Orba-nya. Tidak semua kejadian yang disuguhkan di film tersebut merupakan peristiwa yang sebenarnya.
Hal itu diakui sendiri oleh Amoroso Katamsi, pemeran Soeharto dalam film Pengkhianatan G30S/PKI.
“Film ini sengaja dibuat untuk memberi tahu rakyat bagaimana peran PKI saat itu, jadi memang ada semacam muatan politik,” ungkapnya kepada Tempo.co, 30 Desember 2012.
“Memang ada beberapa adegan yang berlebihan,” imbuh aktor kelahiran 21 Oktober 1938 yang pada 1990 diangkat sebagai Direktur PPFN oleh Presiden Soeharto ini.
Kontroversi Film Pengkhianatan G30S/PKI
Sang sutradara dan penulis skenario, Arifin C. Noer, juga pernah berkeluh-kesah tentang film garapannya ini. Ia mengaku harus bertarung dengan idealismenya sendiri saat menggarap film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI.
Dilansir Majalah Tempo (7/4/1984), waktu dua tahun tidaklah cukup bagi Arifin C. Noer untuk menentukan arah cerita film sejarah sekompleks itu.
Ia merasa kesulitan karena harus menggarap film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI menggunakan kaidah perfilman yang biasa.
Dalam suratnya kepada Ajip Rosidi, Arifin C. Noer mengungkapkan bahwa ia ingin berhenti membuat film. Surat tersebut tertanggal 10 Februari 1984 atau setelah penggarapan film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI.
“Buat saya, juga mengagetkan. Sayang dalam surat itu kau tidak memberi alasan yang lebih terperinci. Kau mengatakan bahwa selama 5 tahun membuat film merupakan tahun-tahun yang percuma. Dari segi apa? Dalam arti apa?” balas Ajip Rosidi dalam buku Yang Datang Telanjang: Surat-surat Ajip Rosidi dari Jepang 1980-2002 (2008).
Film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI yang selalu diputar ulang saban tahun sejak dirilis akhirnya dihentikan seiring tumbangnya rezim Orde Baru oleh gelombang reformasi pada 1998 yang memungkasi era kekuasaan Soeharto.
Editor: Agung DH