Menuju konten utama

Cara Anies Memanfaatkan Pulau Reklamasi lewat Jakpro

Ada lahan kontribusi dari pulau reklamasi buat kepentingan publik. Tapi, sampai kini, belum ada wujudnya.

Cara Anies Memanfaatkan Pulau Reklamasi lewat Jakpro
Kawasan Food Street di Pulau D di kawasan pesisir Jakarta yang dibangun oleh anak usaha Agung Sedayu Group, (17/6/2019). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Akhir November 2018, Gubernur Anies Baswedan mengatakan 65 persen dari lahan reklamasi yang sudah terbangun akan dikelola oleh Pemprov DKI Jakarta melalui perusahaan pelat merah daerah, PT Jakarta Propertindo atau Jakpro. Sedangkan 35 persen lainnya dikelola oleh pengembang.

Anies berkata hal itu usai 17 hari menerbitkan Pergub 120 tahun 2018 tentang penugasan Jakpro mengelola lahan reklamasi di Pulau C, D, dan G. Dalam peraturan ini, Jakpro juga mendapatkan 5 persen lahan kontribusi dari total luas lahan hak pengelolaan (HPL) pulau reklamasi.

Pulau C dan D—yang kemudian diubah namanya oleh Anies sebagai Kawasan Pantai Kita dan Pantai Maju—dibangun oleh PT Kapuk Naga Indah, anak usaha Agung Sedayu Group milik Sugianto Kusuma alias Aguan. Sementara Pulau G atau Kawasan Pantai Bersama dibangun oleh PT Muara Wisesa Samudra, anak usaha PT Agung Podomoro Land.

Jauh sebelum penerbitan Pergub itu, pemerintah menugaskan swasta melaksanakan reklamasi dan dibuat perjanjian kerja sama antara Pemerintah DKI dan swasta pada 1997. Dasarnya, Keppres 52/1995 dan Perda DKI 8/1995.

"Perjanjian ini mengharuskan pihak swasta melakukan reklamasi dengan imbalan mendapat hak memanfaatkan lahan seluas 35 persen," kata Anies dalam rilis pers, Kamis pekan lalu.

Merujuk Pergub 120/2018, tugas Jakpro adalah mengelola lahan kontribusi meliputi perencanaan, pembangunan, dan pengembangan untuk kepentingan publik, terutama bagi kepentingan masyarakat pesisir, antara lain mendirikan rumah susun bagi masyarakat berpenghasilan rendah, pasar tematik ikan, restoran ikan, tempat ibadah, kantor pemerintahan, dan dermaga.

Selain itu, Jakpro melakukan kerja sama dengan pengembang buat mengelola air bersih, sampah, drainase, ruang terbuka hijau, transportasi, dan sebagainya.

Pendeknya, Jakpro ditugaskan buat mengelola fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas umum (fasum) ketiga pulau reklamasi.

M. Hanief Arie Setianto, Direktur Pengembangan Bisnis Jakpro, berkata pengelolaan lahan reklamasi dan lahan kontribusi oleh Jakpro bukan dihitung per satu pulau, melainkan total pulau reklamasi yang dibangun oleh satu pengembang di Teluk Jakarta.

Maka, dalam logika itu, Pulau C (Pantai Kita) dan Pulau D (Pantai Maju), yang dibangun oleh anak usaha Agung Sedayu Group, dijadikan satu, kemudian dibagi komposisinya: 65 persen buat Jakpro, 35 persen buat pengembang.

Total luas Pulau C (276 ha) dan Pulau D (312 ha) sebesar 588 hektare. Maka, pengembang harus menyerahkan 382 hektare kepada pemprov DKI, sementara 206 hektare dikuasai oleh pengembang.

Sementara buat lahan kontribusi, Hanief berkata nantinya akan dibangun di Pulau C.

"Jadi, berdasarkan panduan rancang kota, letak lahan kontribusi di Pantai Kita. Bukan di Pantai Maju," katanya kepada Tirto, Rabu lalu.

Meski begitu, kepastian mengelola lahan kontribusi di Pantai Kita bukan kewenangan Jakpro, melainkan Pemprov DKI Jakarta. Jakpro hanya menjalankan tugas dari Pemprov.

"Apakah bisa diganti? Tentu bisa diubah petanya," kata Hanief, yang dulunya menjadi ketua tim pembantu Anies dalam Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) DKI Jakarta.

Infografik HL Indepth Bukan Reklamasi

Infografik Jakarta Propertindo di Lahan Reklamasi. tirto/Lugas

Tetap Menjadi Kawasan Mewah

Sampai sekarang, usai Anies memberikan izin bagi 900-an bangunan yang sudah ada di Pulau D, Hanief berkata Jakpro belum melakukan pengembangan karena Pemprov Jakarta belum menyerahkan lahan kontribusi untuk fasos dan fasum.

Dalam Pergub 120/2018, Jakpro mengelola lahan reklamasi selama 10 tahun, yang dievaluasi setiap lima tahun.

"Jadi, argo 10 tahun itu baru jalan setelah selesai dibangun (oleh pengembang)," ujar Hanief.

Parid Ridwanuddin, Deputi Pengelolaan Pengetahuan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), organisasi nirlaba yang berfokus pada isu lingkungan kawasan pesisir, menduga ada kesengajaan untuk menguasai Pulau D oleh pengembang, apalagi pengembang telah mengeluarkan biaya cukup besar dalam proyek pulau reklamasi.

"Jadi enggak semudah membalikkan telapak tangan untuk memberi [lahan kontribusi] kepada Pemprov," tuding Parid.

Pembangunan di Pantai Maju tetap menjadi kawasan super mewah. Di pulau ini sudah berdiri 409 rumah mewah, 212 rumah kantor, dan 313 rukan-rumah tinggal. Harga rumah antara Rp2,3 miliar sampai Rp6,2 miliar.

Direncanakan, Pulau D akan dihuni 1.800 unit properti. Dari total itu, baru klaster bernama Orchestra Beach yang sudah rampung. Seorang tenaga pemasarannya bahkan sesumbar sudah ada 50 unit di klaster ini yang dihuni keluarga.

Sementara untuk klaster Concerto Beach baru rampung 80 persen. Sisanya masih dalam proses pembangunan.

Lantas, di mana rumah susun untuk masyarakat terdampak reklamasi, khususnya keluarga nelayan?

Dalam Pergub 120/2018, sekali lagi, Jakpro ditugaskan mengelola rusun bagi keluarga berpendapatan rendah. Tetapi apakah Jakpro memiliki lahan kontribusi sesuai pernyataan Anies Baswedan maupun Hanief?

"Jadi (diganti) di sepanjang tempat konsesi milik dia (pengembang)," dalih Hanief.

Susan Herawati, Sekretaris Jenderal KIARA, berkata tidak kaget atas kebijakan Anies soal perubahan lahan kontribusi. Menurutnya, Anies pandai mengemas isu ke masyarakat yang berbeda dengan Ahok tapi isinya sama: berpihak kepada pengembang.

"Tukar guling ini sudah terlihat dari (kebijakan) Anies, tapi tindakan itu tidak mengagetkan," tuding Susan kepada Tirto.

Baca juga artikel terkait IMB REKLAMASI atau tulisan lainnya dari Reja Hidayat

tirto.id - Politik
Reporter: Reja Hidayat
Penulis: Reja Hidayat
Editor: Fahri Salam