Menuju konten utama

Rugi Pengembang di Tanah Reklamasi

Pengembang merugi setelah izin reklamasi dicabut Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Rugi Pengembang di Tanah Reklamasi
ILUSTRASI Reklamasi Teluk Jakarta. tirto.id/Lugas

tirto.id - “Saya ingat Juni lalu, banyak yang merasa pembentukan badan koordinasi menandai akan diteruskannya reklamasi, termasuk dari lembaga badan hukum. Saya bilang, semua sedang mengkritik imajinasinya sendiri.”

Ya. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan akhirnya merealisasikan satu dari sekian banyak janji politiknya, yakni menghentikan kegiatan pembangunan pulau reklamasi di Pantai Utara Jakarta pada 26 September 2018.

Proyek reklamasi yang dihentikan tidaklah seluruhnya. Dari 17 proyek reklamasi, hanya 13 pulau yang dicabut izinnya. Empat pulau sisanya, yakni Pulau C, D, G dan N tetap berjalan lantaran pulau reklamasi itu sudah terbangun.

Namun demikian, pulau reklamasi yang sudah terbangun tidak lantas lepas dari genggaman Pemprov DKI Jakarta. Rencananya, Pemprov DKI Jakarta akan melakukan monitoring atas dampak pulau reklamasi terhadap pantai utara.

Selain itu, Pemprov akan mengatur tata ruang pulau-pulau reklamasi. Nantinya, ia digunakan untuk kepentingan masyarakat. Dalam waktu dekat, draf perda yang mengatur tata ruang dan wilayah pulau reklamasi akan segera diajukan kepada DPRD.

Keputusan Anies menghentikan proyek reklamasi di pantai utara Jakarta telah menutup perjalanan panjang proyek tersebut di Jakarta. Seperti diketahui, proyek reklamasi sudah diinisiasi sejak era Presiden Soeharto.

Kegiatan meningkatkan manfaat sumber daya lahan dengan penimbunan dan pengeringan lahan sudah dilakukan sejak 1980-an. PT Harapan Indah mereklamasi kawasan Pantai Pluit selebar 400 meter dengan penimbunan.

Hasil penimbunan itu kemudian digunakan untuk permukiman mewah Pantai Mutiara. Tidak ketinggalan, PT Pembangunan Jaya juga melakukan reklamasi sisi utara kawasan Ancol untuk kegiatan industri dan rekreasi pada 1981.

Selang 10 tahun, hutan bakau kapuk direklamasi untuk kawasan permukiman mewah yang kini dikenal sebagai Pantai Indah Kapuk. Setelah itu, reklamasi untuk industri, yakni Kawasan Berikat Marunda pada 1995.

Rencana reklamasi semakin besar seiring paparan dari Pemprov DKI Jakarta di hadapan Presiden Soeharto pada Maret 1995. Kala itu, Pemprov DKI Jakarta berencana melakukan reklamasi hingga 2.700 hektare di Pantai Utara Jakarta.

Namun, rencana itu mendapatkan perlawanan, terutama dari Kementerian Lingkungan Hidup. Sejak 1995, perdebatan antara Pemprov DKI Jakarta dan Kementerian Lingkungan Hidup terus bergulir.

Meski demikian, reklamasi tetap berjalan. Sejumlah pengembang sudah ditunjuk untuk kegiatan reklamasi itu. Hingga akhirnya, izin reklamasi ditangguhkan Kemenko Maritim pada Oktober 2017, dan resmi dicabut oleh Anies Baswedan.

Infografik Pencabutan Izin Pulau Reklamasi

Infografik Pencabutan Izin Pulau Reklamasi. tirto.id/Lugas

Nasib Pengembang

Lantas bagaimana nasib pengembang? Adakah kerugian yang ditimbulkan dari pencabutan reklamasi?

Seperti diketahui, 13 pulau reklamasi yang dicabut izinnya dimiliki oleh tujuh pengembang: PT Jaladri Kartika Paksi, PT Jakarta Propertindo, PT KEK Marunda Jakarta, PT Kapuk Naga Indah (anak Agung Sedayu Grup), PT Manggala Krida Yudha, PT Taman Harapan Indah (anak usaha PT Intiland Development), dan PT Pembangunan Jaya Ancol.

Ditanya ada tidaknya kerugian akibat pencabutan izin reklamasi, PT Intiland Development Tbk belum ingin berkomentar banyak. Namun, Intiland memang mengeluarkan sejumlah biaya untuk mereklamasi pulau H.

“Kami akan klarifikasi dulu dengan Pemprov DKI Jakarta. Sebetulnya seperti apa [pencabutan izin], dan kondisinya memang seperti apa?” ujar Theresia Rustandi, sekretaris perusahaan Intiland kepada Tirto.

Hal sama juga diutarakan oleh Agung Praptono, sekretaris perusahaan Pembangunan Jaya Ancol. Pemilik izin reklamasi pulau I, J, K dan L ini mengakui ada biaya yang sudah dikeluarkan perseroan dalam proyek reklamasi itu.

“Lumayanlah [biaya dari proyek reklamasi]. Tapi angkanya masih kami hitung dulu. Yang pasti, kegiatan reklamasi itu terakhir pada 2015, ketika ada moratorium,” katanya.

Meski begitu, Tirto menemukan potensi kerugian PT Pembangunan Jaya Ancol itu akibat pencabutan izin reklamasi tersebut. Dari laman resminya, Ancol telah melakukan reklamasi sejak 2010 untuk keempat pulau buatan tersebut.

Sejak 2010 hingga Juni 2016, Ancol mengeluarkan dana untuk reklamasi sebesar Rp470,29 miliar, dan dicatat sebagai aset dalam penyelesaian di pos aset tetap.

Kerugian juga dialami PT Jakarta Propertindo selaku pengembang pulau reklamasi O dan F. Menurut mereka, kerugian yang paling dirasakan adalah rugi waktu. Pasalnya, perseroan sudah melakukan perencanaan dan menjalin kerja sama dengan pihak lain.

“Itu semua dikerjakan dengan waktu yang tidak sebentar,” kata sekretaris perusahaan Hani Sumarno, dikutip dari Kompas.

Sementara PT Kapuk Naga Indah belum mau menanggapi pencabutan izin. Kuasa hukum Kresna Wasedanto mengatakan dirinya sedang sibuk. “Maaf, saya sekarang sedang sidang,” ujarnya kepada Tirto.

Selain kerugian materi, penghentian kegiatan reklamasi berdampak atas pergerakan saham pengembang.

Seperti diketahui, PT Intiland Development Tbk., dan PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk., ini sudah melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Usai Anies mengumumkan penghentian kegiatan reklamasi, harga saham Intiland turun tipis ke level Rp292 per saham dari sebelumnya Rp294. Selang sepekan, saham Intiland turun lagi menjadi Rp284 pada 2 Oktober 2018.

Meski begitu, penurunan saham Intiland hanya sementara. Hingga akhir 2018, saham Intiland merangkak naik ke level Rp308 per saham. Per 18 Januari 2019, harga saham Intiland sudah tembus ke level Rp328 per saham.

Kondisi yang sama terjadi pada saham Ancol. Usai pengumuman, harga saham Ancol turun ke angka Rp1.210 dari sebelumnya Rp1.280. Sepekan setelahnya, saham Ancol masih terus turun ke level Rp1.120 per saham.

Sepanjang kuartal IV/2018, saham emiten dengan kode PJAA itu terlihat bergerak fluktuatif. Per 30 Desember 2018, harga saham emiten yang mayoritas dimiliki Pemprov DKI Jakarta itu ditutup di level Rp1.200 per saham.

Meski pengembang dirugikan karena pencabutan izin reklamasi, toh Pemprov DKI Jakarta siap memberikan kompensasi, terutama bagi pengembang yang sudah memberikan kontribusi tambahan, seperti rumah susun, jalan, dan sarana-prasarana lain.

Kompensasi itu adalah kontribusi tambahan yang dikeluarkan pengembang akan tetap dicatat dan diperhitungkan. Artinya, apabila pengembang mendapatkan kewajiban untuk melakukan kontribusi tambahan pada pembangunan lain, kewajibannya otomatis dipotong.

Namun, jika pengembang belum puas dan ingin menggugat, Pemprov DKI Jakarta siap menghadapi.

“Setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk menggugat keputusan pemerintah, kami siap menghadapi,” tegas Anies Baswedan.

Baca juga artikel terkait PROYEK REKLAMASI atau tulisan lainnya dari Ringkang Gumiwang

tirto.id - Bisnis
Reporter: Ringkang Gumiwang
Penulis: Ringkang Gumiwang
Editor: Fahri Salam