Menuju konten utama

Nasib Bangunan Mewah Pulau D di Tengah Sengketa Reklamasi Jakarta

Selama kurun delapan bulan berlalu, banyak perubahan di pulau tersebut. Deretan rukan yang dulu masih rangka kini sudah berbentuk bangunan megah.

Nasib Bangunan Mewah Pulau D di Tengah Sengketa Reklamasi Jakarta
Deretan ruko telah berdiri di Pulau D hasil reklamasi yang disegel oleh Pemprov DKI, Jakarta, Kamis, (7/6/2018). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Sulit untuk menyangkal bahwa pembangunan di Pulau D Reklamasi Teluk Jakarta tak pernah berhenti bergeliat. Hamparan tanah kosong nan gersang pada 2014 itu kini ditumbuhi bangunan berupa rumah perkantoran (rukan) dan rumah tinggal. PT Kapuk Naga Indah (KNI), perusahaan tentakel milik Agung Sedayu Group yang mengembangkan pulau tersebut, menjanjikan hunian elite dan kawasan bisnis bernama "Golf Island" di atas Pulau tersebut.

Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang DKI Jakarta Benny Agus Chandra mengatakan jumlah bangunan di pulau buatan itu mencapai 932 bangunan. Ini terdiri dari 212 unit rukan, 409 rumah tinggal tapak ukuran 60, serta 311 unit rumah dan rukan yang masih setengah.

Pembangunan di pulau seluas 312 hektare itu terus dikebut meski kata Beni, “belum memiliki IMB [Izin Mendirikan Bangunan] dan melanggar aturan tentang Tata Ruang di Jakarta.” Kondisi ini yang membuat bangunan tersebut kembali disegel Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada Kamis, 7 Juni 2018.

Terakhir kali saya datang ke Pulau D adalah pada Oktober 2017. Selama kurun delapan bulan berlalu, saya menyaksikan banyak perubahan di pulau tersebut. Deretan rukan yang dulu masih sebatas rangka kini sudah berbentuk bangunan utuh. Beberapa petak tanah kosong di bagian depan pulau juga telah berubah menjadi taman-taman asri. Tak hanya itu, jaringan telepon seluler juga sudah lancar dan dapat menangkap sinyal 4G.

Jika sudah beroperasi, kawasan ini akan terintegrasi dengan tujuh bisnis properti milik Agung Sedayu di Jakarta Utara: Bukit Golf Mediterania, Golf Residence Kemayoran, Menara Jakarta, Sedayu City di Kelapa Gading, The Mansion di Dukuh Golf Kemayoran, Ancol Mansion, dan Kelapa Gading Square.

Satu-satunya akses ke Pulau D adalah jembatan yang terhubung langsung dengan simpang Pantai Indah Kapuk dan jalan tol. Dari jembatan, pemandangan pertama yang akan dilihat pengunjung jika mendatangi pulau tersebut adalah rukan yang berdiri kokoh di sisi kiri dan kanan jalan.

Di belakang deretan rukan tersebut sebuah kompleks perumahan elite berdiri kokoh. Jalan-jalannya sudah dipasang paving blok dan dinding-dinding rumahnya dicat dengan warna seragam: perpaduan putih, cokelat dan apricot.

Akses masuk menuju kompleks hunian itu cukup “tersembunyi” karena diapit deretan rukan yang berderet di sisi jalan utama pulau. Di atas gerbang kompleks perumahan terpatri rangkaian huruf bertuliskan: Orchestra.

Kompleks ini dilengkapi fasilitas taman bermain serta pedestrian yang berada di tepi danau buatan. Air danau terlihat bersih dari sampah dan berwarna hijau. Suasana lingkungan juga terlihat asri. Sepanjang jalur pedestrian tampak pepohonan dan tumbuhan ditanam, mulai dari pohon mahoni hingga bunga mawar.

Infografik CI Penyegelan Pulau D

Jual-beli di Tengah Sengketa

Kompleks hunian mewah di pulau seluas 312 hektare itu sebenarnya terbagi ke dalam beberapa sub zona: rumah kecil, sedang, besar, serta flat dua lantai. Luas masing-masing hunian itu bervariasi antara 60 meter persegi hingga 150 meter persegi.

Harganya juga bervariasi. Dalam situs www.golfisland-pik.com dipaparkan harga jual rukan berkisar pada angka Rp 5,7 miliar hingga Rp 11 miliar. Sementara harga rumah huni berkisar Rp 2,8 miliar hingga Rp 9,5 miliar.

Sebagian besar rumah itu juga sudah dijual sejak 2014, meski pembangunan di pulau buatan itu belum selesai dan berkali-kali dihentikan Pemprov DKI karena belum berizin. Kondisi ini diperparah dengan wacana moratorium reklamasi yang sempat digagas Kementerian Koordinator Maritim.

Selepas polemik moratorium, masalah jadi makin jelas. Gubernur Anies Baswedan dan Wakil Gubernur Sandiaga Uno yang jadi pemimpin baru di DKI Jakarta adalah penentang proyek reklamasi dan keberadaan pulau ini.

Pada 27 September 2017, sembilan konsumen menggugat PT KNI, selaku pengembang pulau ke Badan Penyelesaian Sengketa dan Konsumen (BPSK). Gugatan dilayangkan setelah mereka mengirimkan somasi pengembalian uang dan cicilan kepada pengembang pada 10 Agustus 2017.

Kesembilan konsumen ini mengaku telah mencicil sejak 2014 karena percaya bangunan-bangunan itu bakal selesai pada akhir 2016. Kepercayaan itu luntur setelah pembangunan reklamasi dimoratorium pada April 2016.

Dalam gugatan tersebut, konsumen ingin uangnya kembali bukan hanya karena merugi, tapi juga ada indikasi pelanggaran terhadap Pasal 9 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pasal itu menyatakan “Pelaku usaha dilarang mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar dan/atau seolah-olah menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.”

Kasus kemudian ditutup BPSK lantaran mediasi antara konsumen dan pengembang berakhir buntu. Sebaliknya, pengembang justru melaporkan konsumen ke polisi atas dugaan pencemaran nama baik.

Leny Marlina, staf bagian legal Agung Sedayu Group melaporkan salah satu penggugat bernama Lucia ke Polda Metro Jaya atas dugaan pencemaran nama baik. Lucia kemudian ditetapkan sebagai tersangka pada 26 Januari 2018 dan ditahan pada 1 Februari 2018. Ia dibebaskan setelah meminta maaf kepada Agung Sedayu Group melalui salah satu media cetak.

Lantas, bagaimana dengan nasib bangunan ini? Gubernur DKI Jakarta ini mengaku tak ambil pusing soal sengkarut jual-beli properti antara konsumen dan PT KNI. "Diselesaikan saja antara penjual dan pembeli," ujar Anies saat meninjau Pulau C dan D Reklamasi Teluk Jakarta, Kamis siang.

Ia juga mengimbau masyarakat lebih jeli dalam bertransaksi membeli properti. Kepastian soal legalitas lahan, izin mendirikan bangunan, hingga harga jual harus terlebih dahulu diketahui. “Lain kali kalau mau jualan, izin dulu. Kalau membeli pastikan ada izin dulu,” tutur mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tersebut.

Baca juga artikel terkait REKLAMASI JAKARTA atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Mufti Sholih