Menuju konten utama

Ketika Janji Manis Anies soal Reklamasi Terbentur Vonis Hukum

Janji manis Gubernur Anies untuk menghentikan reklamasi lagi-lagi terbentur vonis hukum. Dia diminta memberikan izin reklamasi Pulau G.

Ketika Janji Manis Anies soal Reklamasi Terbentur Vonis Hukum
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meninjau penyegelan di Pulau D reklamasi Teluk Jakarta, Jakarta, Kamis (7/6/2018). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto

tirto.id - Reklamasi Teluk Jakarta memasuki babak baru untuk kesekian kalinya setelah Mahkamah Agung (MA) menolak peninjauan kembali (PK) Gubernur DKI Anies Baswedan terkait izin reklamasi Pulau G. "Amar putusan tolak PK," tulis MA di situs resmi, Kamis (10/12/2020) pekan lalu. Putusan tersebut diketok pada 26 November 2020 dengan panitera pengganti Retno Nawangsih, hakim 1 Yodi Martono Wahyunadi, hakim 2 Hary Djatmiko, dan hakim 3 Supandi.

Dengan keputusan ini Pemprov DKI harus mematuhi putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta bernomor perkara 4/P/FP/2020/PTUN yang dikeluarkan 30 April lalu: menerbitkan perpanjangan izin reklamasi di pulau tersebut, yang dimohonkan PT Muara Wisesa Samudera selaku pengembang, juga berstatus anak usaha PT Agung Podomoro Land.

Saat masih berstatus calon gubernur tiga tahun lalu, Anies berjanji akan menghentikan reklamasi. Hal ini ia realisasikan lewat Keputusan Gubernur Nomor 1409 Tahun 2018 yang menyatakan 13 pulau reklamasi--terdiri dari Pulau A, B, E, F, H, I, J, K, L, M, O, P, dan Q--dicabut izinnya. Pulau G dan beberapa pulau lain tidak termasuk karena sudah terlanjur dibangun. Namun Anies menegaskan pulau-pulau itu "akan diatur untuk kepentingan masyarakat."

Ia pun menunjuk BUMD DKI Jakarta PT Jakarta Propertindo (Jakpro) untuk mengelola pulau tersebut bersama Pulau C dan D lewat Pergub 120/2018 yang diterbitkan pada November 2018. Sementara lewat Pergub 1744 dia mengganti nama Pulau G dengan Pantai Bersama.

Pada 27 November 2019, PT Muara Wisesa Samudera meminta secara resmi perpanjangan izin reklamasi Pulau G lewat surat nomor 001/MWS/XI/19. Mereka sendiri mendapatkan izin reklamasi berdasarkan Pergub 2238/2014 (PDF) yang diterbitkan gubernur sebelum Anies, Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok. Namun izin tak juga keluar sehingga mereka memutuskan menggugat pada 16 Maret 2020. Perkara tersebut terdaftar dengan nomor 4/P/FP/2020/PTUN.

Majelis hakim PTUN mengabulkan gugatan itu dan Pemprov DKI keberatan. Karena itulah mereka mengajukan PK namun akhirnya tetap ditolak.

Dengan kata lain, janji manis Anies terkait reklamasi terpentok vonis MA.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Riza Patria mengatakan apabila memang masih mungkin banding, tentu Pemprov DKI akan menempuh jalur tersebut. "Tapi kalau sudah selesai kasasi, PK, ya kami harus sesuaikan prinsipnya. Harus patuh dan taat pada ketentuan hukum," ucap politikus Partai Gerindra itu di Gedung DPRD DKI, Jakarta, Senin (14/12/2020).

Beberapa anggota legislatif juga mendesak hal serupa. Anggota DPRD DKI dari Fraksi PAN Farazandi Fidinansyah mengatakan "akan menjadi pertanyaan dan polemik baru jika ketetapan hukum tersebut tidak dijalankan."

Sementara anggota dari Fraksi PDIP Gilbert Simanjuntak bilang "ada baiknya Gubernur memberi kepastian sikap demi ketenangan di DKI," dengan lekas menjalankan putusan MA.

Dia juga bilang lewat kasus ini semestinya Anies "mengambil pelajaran... kenapa bisa kalah." "Lalu melihat lagi kasus [reklamasi] Ancol. Itu harus dievaluasi oleh Mendagri," kata dia kepada wartawan, Jumat (11/12/2020).

Lewat Kepgub 237/2020, Anies mengizinkan perluasan kawasan rekreasi Dunia Fantasi (Dufan) seluas lebih kurang 35 hektare dan Taman Impian Jaya Ancol lebih kurang 120 hektare. Anies bilang proyek ini beda dengan reklamasi yang dia tentang. Proyek ini menurutnya pada Juli lalu merupakan "kegiatan untuk melindungi warga Jakarta dari bencana banjir." Gilbert pernah mengatakan proyek ini cacat hukum.

Tempuh Upaya Lain

Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Susan Herawati meminta Pemprov DKI menempuh jalur hukum selanjutnya, yaitu PK kedua. "Proyek reklamasi ini jangan dianggap sebagai sesuatu yang sudah terlanjur diberikan izinnya. Ada persoalan sosial, keadilan ekologis, dan keberlanjutan lingkungan hidup yang wajib menjadi patokan," tuturnya kepada reporter Tirto, Selasa (15/12/2020).

Jika masih belum menemukan cara lain, Anies harus datang ke kampung kampung nelayan yang terdampak reklamasi."Gubernur DKI harus bertanya apa yang harus dia lakukan untuk membatalkan proyek reklamasi demi mendorong kehidupan nelayan di Jakarta supaya lebih baik," tambahnya.

Susan juga bilang mengeluarkan izin untuk reklamasi Pulau G tidak mudah karena Pemprov DKI tidak memiliki Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) yang dimandatkan oleh Undang-undang (UU) Nomor 27 Tahun 2007 juncto UU 1/2014. Kemudian, izin tidak bisa diberikan selama masyarakat pesisir, khususnya nelayan terdampak, tidak diajak bicara dan ditempatkan sebagaimana mestinya, yaitu pemegang hak atas sumber daya laut.

Jika Anies melanjutkan reklamasi Pulau G, Susan bilang dia telah mengingkari janji kampanye, juga melanggar mandat konstitusi yang menjelaskan bahwa kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) harus ditujukan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. "Dalam konteks ini, tentu yang dimaksud 'untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat' adalah masyarakat pesisir di Jakarta, khususnya ribuan nelayan," Susan menegaskan.

Sementara Deputi Pengelolaan Pengetahuan Kiara Parid Ridwanuddin mengatakan masih mempelajari putusan kasasi dan apa yang menjadi pertimbangan majelis hakim menolak PK. Sebab, dia bilang banyak studi yang menyatakan bahwa proyek reklamasi Pulau G akan memberikan dampak buruk.

Salah satunya adalah policy paper dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang diterbitkan pada 2016. Salah satu poinnya, kata Parid: setiap wilayah perairan yang hilang seluas 1 Hektare menyebabkan kerugian ekonomi sebesar Rp26.899.369, per nelayan per tahun. Nilai tersebut mengasumsikan nelayan masih dapat beroperasi di Teluk Jakarta yang tidak mengalami pengurukan lahan.

Parid juga bilang organisasinya dan beberapa perkumpulan yang tergabung dalam Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta (KSTJ) tetap akan terus mendesak reklamasi dihentikan. Tak hanya ditujukan kepada Anies, tapi juga pemerintah pusat.

Pasalnya, jauh sebelum adanya putusan Kasasi MA, reklamasi telah dilegitimasi oleh Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 60 Tahun 2020 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur (Jabodetabek Punjur). Dalam pasal kawasan Teluk Jakarta dibuat untuk proyek reklamasi, khususnya Pulau C, D, G, dan N. Pulau-pulau ini akan dijadikan kawasan permukiman, perdagangan dan jasa, industri dan pergudangan, pendukung pusat pembangkit tenaga listrik, dan kawasan pariwisata.

"Ke depan, perlawanan reklamasi tidak hanya ditujukan ke Gubernur DKI Jakarta, tetapi juga ke Presiden Jokowi," kata Parid kepada reporter Tirto, Selasa.

Baca juga artikel terkait REKLAMASI JAKARTA atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Hukum
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Rio Apinino