Menuju konten utama
Mozaik

Bintang Timnas Hindia Belanda Tewas Akibat Torpedo Inggris

Piala Dunia 1938 merupakan panggung besar terakhir bagi Frans Meeng. Riwayat pemain bintang timnas Hindia Belanda itu karam bersama kapal Junyo Maru 1944.

Bintang Timnas Hindia Belanda Tewas Akibat Torpedo Inggris
Frans Meeng. FOTO/Istimewa

tirto.id - Minggu, 6 Juni 1938, merupakan salah satu momen paling bersejarah dalam perjalanan sepak bola Indonesia. Gemuruh 20 ribu penonton menggerayami seisi Velodrome Municipale di Reims, Prancis. Sorak-sorai bertalu-talu menyambut kesebelasan Hindia Belanda (wilayah Indonesia tempo itu) yang baru kali pertama menginjak rumput lapangan pertandingan resmi Piala Dunia 1938.

Hindia Belanda merupakan negara—lebih tepatnya koloni—Asia pertama yang berpartisipasi dalam Piala Dunia 1938, Prancis.

Skuad inti Hindia Belanda diisi oleh Mo Heng Tan (kiper asal Malang), Achmad Nawir, Hong Djien Tan, Suvarte Soedarmadji, Jack Samuels dari Surabaya, Frans Hukom dari Bandung, Anwar Sutan, Frans Meeng, Hans Taihuttu, serta Henk Sommers dan Tjaak Pattiwael asal Batavia.

Sang pelatih, Johannes van Mastenbroek, turut memboyong beberapa penggawa pengganti, yakni Dorst, G. Faulhaber, G. van den Burgh, J. Harting, R. Telwe, See Han Tan, dan Teilherber.

Kesebelasan Hindia Belanda bermain dengan jersei oranye, celana putih, dan bawahan kaus kaki biru muda. Sebelum pertandingan dimulai, seluruh pemain berdiri saat lagu kebangsaan Belanda disetel. Sambil bernyanyi, mereka tak kuasa menyembunyikan mimik haru yang tergurat di wajahnya.

Demi mengabadikan momen bersejarah itu, The Sumatra Post mencurahkan seluruh halaman untuk edisi 7 Juni 1938 lewat laporan berita bertajuk “Een eervolle 6-0 nederlaag van Indië”. Warta itu lebih berkonotasi apresiatif meskipun kala itu timnas Hindia Belanda kalah telak enam gol tanpa balas. Sebab, yang dilawan adalah Hungaria, salah satu negara dengan kultur sepak bola terkuat pada masa itu.

Sejurus kemudian terdengar siaran radio Han Hollander, “Hollander mengira anak-anak kami bermain bagus, tetapi mereka masih sering melewatkan posisi! Justru saat-saat tenang, ketika bola dikuasai di area sendiri, yang harus pemain upayakan adalah mengambil posisi yang baik. Secara individu, anak-anak tentu saja pemain bagus [Frans Meeng, khususnya yang unggul]. Tetapi dalam permainan posisi, Hungaria mengalahkan mereka.”

Sebagaimana ditulis oleh The Sumatra Post, itu merupakan kekalahan yang terhormat. Namun di sisi lain, skor telak 6-0 cukup memukul mental para pemain.

Tak terima, kebanyakan para pemain memprotes, menganggap Hungaria licik.

“Bola terlalu lunak. Di Hindia, kami bermain dengan bola keras. Bola ini bisa ditekan dengan kepalan tangan,” ungkap salah seorang pemain ketika diwawancarai oleh Karel Lotsy.

“... wasit Prancis tidak peduli tentang itu dan meletakkan bola di lapangan yang dipilih Hungaria,” tambahnya.

Piala Dunia Prancis 1938

Para pemain tim nasional Hindia Belanda berbaris saat lagu kebangsaan dinyanyikan sebelum dimulainya pertandingan babak penyisihan Piala Dunia melawan Hongaria pada 5 Juni 1938 di Reims, Perancis. Hindia Belanda tersingkir dari turnamen karena kalah 0-6 dari Hongaria. FOTO/AFC

Pertandingan berikutnya dijadwalkan pada 26 Juni, Hindia Belanda melawan “sang bapak”, Belanda, di Olympisch Stadion Amsterdam. Itu adalah pertandingan persahabatan sebagai wujud apresiasi atas kerja keras Hindia Belanda di Piala Dunia.

Dua kapten kesebelasan memasuki lapangan sambil masing-masing menggembol bola sepak: Puck van Heel dari Belanda, sementara di sisi Hindia Belanda diwakili Achmad Nawir. Namun terdapat keraguan identitas untuk kapten Hindia Belanda. Sebab, seturut data laporan FIFA yang ditulis Java Post, sebenarnya pemain yang terdaftar sebagai kapten tim adalah Frans Meeng.

Meski skor akhirnya lebih mengejutkan, 9-2 untuk kemenangan Belanda, tak ada sama sekali publik pencinta sepak bola yang mencemooh Hindia Belanda.

“Sikap publik Belanda sangat ramah. Sorak-sorai gemuruh saat menyambut, dorongan hangat, mereka akan tetap menjadi kenangan yang menyenangkan bagi para tamu dari Hindia. Dan tentu saja ini berlaku untuk perjalanan ke Eropa secara keseluruhan. Semoga balas dendam di Hindia Belanda mungkin terjadi dalam waktu dekat!" tulis Java Post.

Sang Kapten yang Ditenggelamkan Torpedo Inggris

Sebelum dipercaya sebagai kapten timnas Hindia Belanda, Frans Meeng bertahun-tahun meniti karier di klub SVBB Batavia. Posisinya sama: gelandang tengah.

Dia lahir di Palembang pada 18 Januari 1910 dengan nama Frans Alfred Meeng. Istrinya, Emilie Stekkinger, adalah Indo Belanda dari Blitar, dengan usia lebih muda beberapa bulan.

Memang tak ada keterangan waktu pernikahan keduanya. Akan tetapi, yang jelas pasangan tersebut dikaruniai seorang anak perempuan bernama Jeanne Nydia Meeng. Jeanne lahir di Surabaya pada 10 Februari 1940, selang hampir dua tahun usai perhelatan perdana Hindia Belanda di Piala Dunia.

Saat Perang Dunia II meletus, Meeng meninggalkan dunia sepak bola dan bergabung ke korps marinir Belanda. Jabatan terakhirnya adalah Korp. Ziekenverpleger K.M., bertugas sebagai tim juru rawat tentara.

Empat tahun mengabdi kepada militer dan terlibat di Perang Dunia II, Meeng ditawan oleh Jepang. Kisahnya berakhir tragis.

Dia bersama ribuan tawanan perang lainnya dibom oleh torpedo kapal selam Inggris, HMS Tradewind, pada 18 September 1944. Saat itu, usia Meeng 34 tahun.

“HMS Tradewind, yang telah bersembunyi di Samudra Hindia dekat Pasar Bantal, menyelinap lebih dekat,” tulis H. Hovinga dalam The Sumatra Railroad: Final Destination Pakan Baroe, 1943-1945 (2014: 42).

Kapal Junyo Maru bukan buatan Jepang, tetapi dikonstruksi oleh arsitek Robert Duncan & Co di Glasgow, Skotlandia. Setelah berulang kali berganti nama dari Sureway, Hartmore, Hartland Point, hingga Ardgorm, kapal tersebut dibeli oleh perusahaan Jepang dan diambil alih pemerintah Nippon.

Fungsi utama kapal tersebut tentu mendukung Jepang demi memenangkan Perang Asia Timur Raya. Itulah alasan Junyo Maru digunakan sebagai angkutan tawanan perang.

Nahasnya, saat torpedo Tradewind melesat untuk meluluhlantakkan moda transportasi perang Jepang itu, Meeng termasuk dalam lis korban tewas akibat kapal yang tenggelam di tengah perairan dekat Mukomuko, Bengkulu.

Sebanyak 1.382 tawanan perang adalah orang Belanda, delapan dari Amerika Serikat, dan tiga lagi asal Australia. Sayangnya, daftar yang dikodifikasikan tersebut tak memuat sekitar 4.000 nama romusa, buruh, dan budak dari Jawa yang juga tewas di waktu bersamaan.

Hanya Meeng, satu-satunya alumni kesebelasan Hindia Belanda pada Piala Dunia 1938, yang tercatat nasibnya.

“Kami tidak tahu apa yang terjadi dengan mereka [pemain lainnya], kecuali pemain bintang tim Hindia di Reims, Frans Meeng,” tulis Java Post.

Kini, nama Frans Meeng telah masuk dalam daftar pemain di Transfermarkt. Ia dilabelisasi sebagai pemain bola berkewarganegaraan Indonesia, kendati tim nasional yang dibelanya adalah Hindia Belanda.

Satu-satunya pertandingan ajang resmi yang dilakoninya adalah duel melawan Hungaria pada Piala Dunia 1938. Itu pun berakhir dengan kekalahan telak.

Baca juga artikel terkait SEJARAH TIMNAS INDONESIA atau tulisan lainnya dari Abi Mu'ammar Dzikri

tirto.id - Mozaik
Kontributor: Abi Mu'ammar Dzikri
Penulis: Abi Mu'ammar Dzikri
Editor: Fadli Nasrudin