Menuju konten utama

BI Sebut Banyak Bank Ogah Salurkan Kredit, Lebih Pilih Beli SBN

Kondisi likuiditas sangat longgar di perbankan terlihat dari rasio alat likuid per dana pihak ketiga (DPK) saat ini mencapai 27 persen.

BI Sebut Banyak Bank Ogah Salurkan Kredit, Lebih Pilih Beli SBN
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo (kiri) didampingi Deputi Gubernur Senior Destry Damayanti (kanan) menyampaikan keterangan pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI di Jakarta, Rabu (18/12/2024). Bank Indonesia kembali mempertahankan suku bunga acuan BI atau BI 7-Day Reverse Repo Rate di level 6 persen untuk mempertahankan stabilitas perekonomian Indonesia di tengah ketidakpastian pasar keuangan global akibat arah kebijakan Amerika Serikat (AS) dan eskalasi ketegangan geopolitik di berbagai wilayah. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/nym.

tirto.id - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan bahwa lambatnya pertumbuhan kredit perbankan bukan disebabkan oleh keterbatasan likuiditas, melainkan karena preferensi bank yang lebih memilih menempatkan dana likuidnya pada surat berharga negara (SBN) ketimbang menyalurkannya ke sektor produktif.

"Permasalahannya adalah preferensi bank lebih suka menaruh alat likuid itu pada surat berharga dan sangat berhati-hati dalam mendorong kredit," kata Perry dalam konferensi pers, Rabu (16/7/2025).

Perry menyebut kondisi likuiditas sangat longgar di perbankan terlihat dari rasio alat likuid per dana pihak ketiga (DPK) saat ini mencapai 27 persen. Namun, alih-alih menyalurkan pembiayaan, bank justru memilih menambah kepemilikan SBN. Hal itu tercermin dari naiknya rasio alat likuid terhadap kredit.

"Kalau kita lihat, rasio alat likuid per kredit bukan turun, malah naik jadi 27 persen. Ini harus dicermati dari sisi penawaran. Bank tampaknya lebih nyaman menaruh likuiditasnya di surat berharga dibandingkan menyalurkan kredit," ujarnya.

Selain itu, Perry menilai standar penyaluran kredit (lending standard) perbankan juga masih tergolong ketat. Hal ini turut menahan ekspansi kredit, meskipun BI telah menempuh berbagai kebijakan akomodatif.

Ia menegaskan bahwa BI sudah "all out" mendorong pembiayaan, termasuk dengan menurunkan suku bunga, memperlonggar likuiditas melalui operasi moneter ekspansif, serta memberikan insentif likuiditas makroprudensial yang nilainya mencapai Rp376 triliun bagi bank yang menyalurkan kredit ke sektor prioritas.

"Bank Indonesia sangat all out mendorong pertumbuhan kredit. Suku bunga sudah kami turunkan, dan masih ada ruang penurunan. Kami juga tambahkan likuiditas, nilai tukar kami stabilkan, dan insentif likuiditas kami berikan dalam jumlah besar," jelasnya.

Dari sisi permintaan, Perry mengakui bahwa belum semua sektor ekonomi menunjukkan pertumbuhan kuat. Permintaan kredit terutama datang dari sektor-sektor yang berorientasi ekspor, sementara sektor perdagangan, konstruksi, transportasi, dan jasa masih dalam tahap pemulihan.

Dengan arah suku bunga yang terus menurun, termasuk pada tenor hingga 12 bulan, Perry berharap bank lebih terdorong untuk mengalokasikan likuiditasnya ke dunia usaha alih-alih mempertebal kepemilikan SBN. Ia juga menekankan pentingnya kerja sama antara BI, pemerintah, dan dunia usaha untuk memulihkan ekonomi secara menyeluruh.

"Himbauan kami, yuk kita sama-sama turunkan suku bunga. Mari bersama-sama dorong penyaluran kredit dan pertumbuhan ekonomi, demi negara dan kesejahteraan rakyat," tandasnya.

Baca juga artikel terkait BANK INDONESIA atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Insider
Penulis: Hendra Friana
Editor: Dwi Aditya Putra