Menuju konten utama
Catatan Akhir Tahun

Bencana Alam Selama 2022 & Perlunya Optimalkan Konsep Pentahelix

Konsep pentahelix perlu dipotimalkan. Semua pihak harus terlibat agar bahaya dari bencana bisa dimitigasi lebih baik.

Bencana Alam Selama 2022 & Perlunya Optimalkan Konsep Pentahelix
Warga melintasi area terdampak gempa di Sarampad, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Minggu (27/11/2022). ANTARA FOTO/Novrian Arbi/tom.

tirto.id - Tahun 2022 sudah memasuki penghujung. Seperti tahun-tahun sebelumnya, sepanjang 2022 ini Indonesia masih diliputi sejumlah bencana alam, mulai dari gempa bumi, banjir, longsor, angin hingga letusan gunung berapi.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat ada 3.507 kejadian bencana selama 2022. Dari jumlah tersebut, bencana paling banyak adalah banjir (1.504 kejadian), diikuti cuaca ekstrem (1.041 kejadian) dan tanah longsor (633). BNPB juga mencatat 28 bencana gempa bumi dan satu letusan gunung api pada 2022.

BNPB pun mencatat ada lebih dari 5 juta orang yang menjadi korban bencana alam dan harus mengungsi. Selain itu, lembaga yang dipimpin Letjen TNI Suharyanto ini juga mencatat lebih dari seribu orang korban meninggal dan 9.000-an luka-luka, sementara 64 orang korban dinyatakan hilang.

Per 28 Desember 2022, BNPB juga mencatat lebih dari 19 ribu rumah rusak, 51 ribu rusak ringan dan 22 ribu rusak sedang. Terkait fasilitas umum, ada lebih dari 1.200 fasilitas pendidikan, 647 fasilitas peribadatan, 338 jembatan, 163 perkatoran, dan 94 fasilitas kesehatan yang dinyatakan rusak.

Beberapa bencana alam pun sempat menjadi sorotan publik dan atensi pemerintah. Sebut saja gempa Pandeglang pada 14 Januari 2022. Gempa yang berlokasi 52 kilometer barat daya Sumur, Pandeglang itu mengakibatkan 15 rumah rusak.

Kemudian ada angin puting beliung di Musi Rawas Utara, Sumatera Selatan pada 31 Januari 2022. Data per Rabu, 2 Februari 2022, 3 rumah rusak berat, 55 rusak ringan, dan 58 KK terdampak plus 1 orang luka ringan.

Lalu, bencana banjir di Jember pada 15 Maret 2022. Kala itu, sebagian besar wilayah terendam banjir di Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur pada Maret 2022. Diperkirakan ada sebanyak 953 unit rumah warga terdampak dan 1 unit mengalami rusak ringan. Sebanyak 3.101 warga terdampak dan 1 warga dilaporkan luka ringan.

Meskipun tidak ada laporan mengenai warga yang mengungsi, BPBD tetap memberikan bantuan makanan melalui dapur umum maupun distribusi bantuan logistik untuk dapur umum mandiri di pondok pesantren dan wilayah Sumberagung.

Selain itu, ada bencana banjir dan tanah longsor di Ambon pada 19 Juni 2022. Hujan dengan intensitas sedang hingga lebat mengguyur Kota Ambon, Maluku pada Minggu (19/6/2022). Banjir dan tanah longsor pun terjadi pada pukul 08.00 WIT. Meskipun tidak memakan korban jiwa, ada sekitar 5 rumah warga yang mengalami rusak ringan akibat material longsor.

Pada 29 Agustus 2022, terjadi gempa bumi di Mentawai, dengan kekuatan magnitudo 6,4. Hingga Selasa (30/8/2022), terhitung sudah ada 13 kali gempa susulan dengan kekuatan magnitudo sebesar 3,5 hingga 6,4. Gempa tersebut, berdasarkan analisa BNPB, dianggap mampu saja terjadi hingga kekuatan 8,9 hingga menimbulkan potensi tsunami.

Guncangan gempa sangat kuat dirasakan di Pulau Siberut hingga memaksa 2.326 warga setempat mengungsi ke perbukitan. Berdasarkan data per Selasa (30/8/2022), dilaporkan ada satu gedung SMPN 3 Simalegi rusak ringan, satu unit SDN 11 Simalegi rusak berat, satu gedung Puskesmas Betaet rusak ringan, satu gereja rusak ringan, satu gedung aula kantor camat Siberut Barat rusak ringan, dan lainnya masih dalam pendataan.

Pemerintah juga mencatat ada erupsi gunung berapi pada awal Desember 2022. Gunung Kerinci yang berada di Sumatra Barat dan Jambi dilaporkan erupsi pada pukul 08.22 WIB, Selasa (6/12/2022).

Letusan gunung setinggi 3.805 meter ini menyebabkan kolom letusan setinggi 700 meter di atas puncak atau 4.505 meter di atas pemukaan laut.

Diketahui, kolom abu teramati berwarna kelabu hingga hitam dengan intensitas tebal ke arah barat daya. Erupsi Gunung Kerinci terekam di seismograf dengan amplitudo maksimum 3 mm dan durasi 60 detik.

Terbaru adalah gempa Cianjur dengan kekuatan 5,6 M. Gempa yang terjadi pada akhir November 2022 itu menewaskan 635 orang jiwa per Selasa (20/12/2022). Puluhan ribu rumah pun ikut rusak akibat gempa yang terasa hingga Jakarta itu.

Pemerintah pun menurunkan bantuan berupa pembangunan rumah dan relokasi. Pemerintah juga memberikan uang ganti rugi puluhan juta untuk ganti rugi akibat gempa bumi tersebut.

infografik mild Bencana sepanjang 2022

infografik mild Bencana sepanjang 2022. tirto.id/Ecun

Perlunya Mengoptimalkan Konsep Pentahelix

Pemerhati kebencanaan sekaligus Koordinator Program Studi Magister Manajemen Bencana Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta, Eko Teguh Paripurno menilai, 2022 masih penuh dengan upaya penanganan darurat. Ia sebut peran pemerintah masih berfokus sebagai upaya penanganan darurat, tapi tidak pada unsur lain seperti soal mitigasi, kesiapsiagaan bencana, bahkan perencanaan pembangunan.

“Satu menjadi tebal banget di penanganan darurat di saat bencana. Jadi yang pra itu belum. Ini berakibat kita mungkin selalu atau masih gagap,” kata Eko kepada reporter Tirto, Jumat (30/12/2022).

Eko menilai, permasalahan pertama berkaitan pula dengan peran serta semua pihak dalam penanganan bencana. Saat ini, Eko melihat penanganan bencana lebih dititikberatkan pada lembaga penanggulangan bencana, seperti BNPB atau BPBD.

Padahal, kata Eko, penanggulangan bencana melibatkan semua pihak dan pentahelix. Sebagai contoh di eksekutif saja, penanganan bencana masih diarahkan kepada BNPB atau BPBD, sementara hulu masalah bisa saja dalam pengelolaan hutan sebagai pembantu pengontrol jumlah air atau penambangan.

“Jadi kementerian lembaga lain itu belum sepakat atau belum terlalu seiring bahwa penanggulangan bencana tadi belum utuh dan dilakukan semua pihak, termasuk kita sebagai warga ini sering terlalu bersandar pada pemerintah,” kata Eko.

Eko mencontohkan gempa bumi Cianjur. Insiden Cianjur seharusnya menyadarkan publik bahwa bencana adalah penanganan bersama. Misalnya, kata dia, rusaknya rumah warga yang dibangun tidak tahan gempa sehingga memicu dampak korban jiwa.

Menurut dia, semua pihak juga kurang memperhatikan soal investasi pemeliharaan agar mitigasi bencana bisa diminalisir. Hal ini tidak hanya terjadi pada Cianjur, tetapi juga daerah lain.

Ia mencatat ada beberapa daerah yang punya perencanaan perkotaan, tetapi luput dalam masalah mitigasi bencana sehingga mengalami kerusakan.

“Peta itu menunjukkan bahwa ke depan keadilan dalam penanggulangan bencana itu harus didorong secara utuh baik dari pra, saat, maupun sesudah dan oleh semua pihak. Ongkos pembangunan itu harus dialokasikan untuk usaha-usaha pengurangan risiko bencana seperti investasi pembangunan harus ditujukan ke arah itu,” kata Eko.

Eko mendorong agar semangat pentahelix kembali diterapkan, yakni pemerintah (legislatif dan eksekutif), masyarakat, akademisi, pihak swasta, dan media. Menurut Eko, semua pihak itu harus terlibat agar bahaya dari bencana bisa dimitigasi lebih baik.

Ia mengingatkan bahwa beragam pihak mungkin tidak bisa memprediksi 100 persen kejadian alam yang terjadi. Akan tetapi, upaya kesiapsiagaan dan perencanaan penanggulangan bencana bisa dilakukan, sehingga korban bisa lebih rendah ketika menghadapi situasi bencana alam maupun non-alam.

Ia mencontohkan bagaimana warga bisa siap menghadapi bencana ketika ada bencana tertentu, seperti banjir atau gempa demi mengurangi angka korban jiwa maupun kerusakan. Ia juga mengingatkan bahwa bahaya akibat alam bisa terjadi kapan saja, tapi bahaya tersebut bisa menjadi bencana bila tidak dikelola dengan baik.

Indonesia, kata Eko, beruntung dalam dua tahun terakhir angka bencana besar minim di tengah pemerintah fokus pada penanganan COVID-19. Namun, kata dia, pemerintah harus tetap siaga demi menjaga keselamatan warga di 2023 maupun di masa depan.

“Hal yang kita lihat dari 2022 masih kayak 2021. Nah, di 2023 karena kondisi 2022 seperti itu, ya mari kita sama-sama membuat kebijakan-kebijakan yang memungkinkan semua pihak bisa terlibat dan mulai dalam perencanaan pembangunan yang baik, investasi penanggulangan bencana yang baik, berorientasi pada pembangunan berkelanjutan yang baik, termasuk di dalamnya adalah mengelola risiko bencana itu," kata Eko.

Eko menambahkan, “Jadi kalau kita tahu yang namanya penanggulangan bencana nggak boleh dipisahkan dengan rencana pembangunan berkelanjutan. Jadi SDG 17 poin itu menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam perencanaan-perencanaan. Kenapa? Dengan demikian, investasi dalam perencanaan penanggulangan bencana itu menjadi lebih baik dan memastikan pembangunan berkelanjutan itu tercapai.”

Baca juga artikel terkait BENCANA ALAM atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz