tirto.id - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan bahwa gempa di Cianjur, Jawa Barat merupakan patahan baru yang dinamakan Patahan Cugenang. Hal tersebut karena jalur patahannya ada di wilayah Cugenang maka dinamakan Sesar Cugenang.
"Berdasarkan hasil analisis focal mechanism serta memerhatikan posisi episentrum gempa utama dan gempa susulan, dapat diketahui bahwa patahan pembangkit gempa bumi Cianjur merupakan patahan baru," ujar Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono seperti dikutip Antara, Kamis malam (8/12/2022).
Padahal sebelumnya BMKG mengatakan gempa Cianjur, Jawa Barat disebabkan oleh Sesar Cimandiri. Hal ini pun telah dibantah oleh para ahli.
Daryono mengemukakan, berdasarkan analisis mekanisme pergerakan patahan dan episentrum gempa utama serta susulan, patahan itu mengarah ke N 347 derajat timur dan kemiringan (dip) 82,8 derajat dengan mekanisme gerak geser menganan (dextral stike-slip).
Dengan temuan baru patahan Cugenang ini, BMKG mencatat jumlah sesar aktif yang teridentifikasi di Indonesia mencapai 296.
Sementara itu, Presiden Jokowi menginstruksikan pembangunan rumah untuk korban gempa Cianjur segera dilaksanakan pada Senin (5/12/2022). Pemerintah telah menyediakan 16 hektare lahan di Desa Sirnagalih Kecamatan Cilaku, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
Ia menginstruksikan Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono untuk segera membangun kembali fasilitas rumah sebanyak 200 unit, sekolah, hingga fasilitas-fasilitas umum yang rusak akibat gempa bumi.
"Ini adalah lokasi untuk relokasi yang pertama. Di sini segera dibangun kurang lebih 200 rumah, contohnya sudah ada yang rumah antigempa," kata Jokowi usai peninjauan di Kecamatan Cilaku, Cianjur, Senin, sebagaimana diberitakan Antara.
Dengan adanya Patahan Cugenang yang baru ditemukan, apa yang harus diperhatikan oleh pemerintah dalam merelokasi dan membangun kembali pemukiman korban gempa Cianjur?
Harus Hati-hati Bangun Pemukiman Warga Korban Gempa Cianjur
BMKG merekomendasikan pemukiman di daerah seluas 8,09 kilometer persegi dengan hunian sekitar 1.800 rumah yang berada di dalam zona bahaya patahan geser Cugenang sebaiknya perlu direlokasi.
Pemukiman tersebut meliputi sembilan desa, meliputi Ciherang, Ciputri, Cibeureum, Nyalindung, Mangunkarta, Sarampat, Benjot, dan Cibalakan di Cugenang serta Desa Nagrak di Kecamatan Cianjur.
"Karena Sesar Cugenang adalah sesar aktif, maka rentan kembali mengalami pergeseran atau deformasi, getaran dan kerusakan lahan, serta bangunan," kata Dwikorita melalui keterangan tertulisnya, Kamis (8/12/2022).
Ia menuturkan, area sepanjang patahan harus dikosongkan dari peruntukan sebagai pemukiman, sehingga jika terjadi gempa bumi kembali di titik yang sama, tidak ada korban jiwa maupun kerugian materiel.
Penemuan atau penetapan zona patahan baru ini sangat vital dalam mendukung proses rehabilitasi dan rekonstruksi berbagai bangunan yang terdampak gempa Cianjur. Oleh karena itu, kata dia, jangan sampai dalam prosesnya, rumah warga maupun berbagai fasilitas umum dan sosial lainnya kembali didirikan di jalur gempa tersebut.
Namun demikian, lanjut Dwikorita, area tersebut bukan berarti tidak bisa dimanfaatkan. Menurutnya, area yang berada di jalur Sesar Cugenang tetap bisa dimanfaatkan untuk keperluan pertanian, kawasan konservasi, lahan resapan, maupun dikembangkan menjadi destinasi wisata dengan konsep ruang terbuka tanpa bangunan permanen.
"Poin utamanya, area lintasan Sesar Cugenang terlarang untuk bangunan tempat tinggal maupun bangunan permanen lainnya," pungkasnya.
BMKG mengaku telah meneruskan informasi tersebut kepada Bupati Cianjur menyangkut Rekomendasi Kelayakan Lahan Hunian Tetap (Huntap).
Sementara itu, peneliti Ahli Utama Bidang Paleotsunami dan Kebencanaan BRIN, Eko Yulianto menyampaikan kepada pemerintah harus berhati-hati dalam merelokasi dan membangun kembali pemukiman warga korban gempa Cianjur. Agar mereka tidak menjadi korban lagi jika kembali terjadi gempa.
Ia menjelaskan, yang harus diperhatikan dalam merelokasi dan membangun rumah kembali yaitu memperhatikan konstruksi bangunan dan kekuatan tanah di lokasi tersebut. Disarankan membuat bangunan dengan konsep rumah tahan gempa.
"Jadi misalnya kalau konstruksi terletak di tanah yang lunak, dia akan mengalami guncangan yang lebih keras. Tapi kalaupun dia mengalami guncangan keras dan konstruksinya baik dan sudah mempertimbangkan gempa, maka dia tidak akan bermasalah," kata Eko kepada Tirto, Senin (12/12/2022) malam.
Jika terdapat rumah warga yang tidak mengalami dampak dan kerusakan saat gempa Cianjur, Eko menyarankan agar pemerintah melihat kondisi tanah dan bangunan pemukiman tersebut.
"Itu juga bisa dijadikan contoh bangunan jika pemerintah ingin membangun kembali pemukiman," ucapnya.
Kemudian memilih lokasi yang tanahnya bukan di daerah endapan sungai dan tidak berada di lokasi lereng. Sebab pada gempa Cianjur kemarin terlihat banyak lokasi gerakan tanah, daerah rawan longsor dan retak.
"Tapi perhatikan juga, jangan sampai sudah aman dari gempa tapi rawan banjir, sama saja nanti, malah jadi masalah," tuturnya.
Eko pun mengatakan relokasi dan membangun kembali pemukiman warga tidak perlu sampai jarak 300-500 meter berdasarkan rekomendasi BMKG. Menurutnya, jarak relokasi warga 20-50 meter saja sudah cukup jika BMKG benar-benar mengetahui posisi garis sesarnya dan kondisi bangunan berikut tanahnya tahan gempa.
"Tidak masuk akal, itu membabi buta jarak sampai 500 meter. Kalau BMKG tahu itu garis sesar, seharusnya tidak 500 meter rekomendasinya. Artinya kalo dia [BMKG] rekomendasi 500 meter, BMKG tidak yakin itu garis sesar, terlalu jauh," tuturnya.
Oleh karena itu, ia meminta kepada BMKG agar memastikan dan memverifikasi kembali apakah yang diklaim BMKG perihal patahan baru Cugenang sebagai retakan permukaan atau surface rupture. Sebab, gempa dengan kekuatan 6 skala richter (SR) saja jarang mengalami surface rupture.
"Makanya kemarin gempa lebih kecil dari 6 SR dan menghasilkan surface rupture dan terverifikasi secara saintifik, maka di dunia gempa internasional itu sesuatu temuan baru, sesuatu yang sangat berarti," tuturnya.
Selain itu, Eko juga meminta kepada pemerintah untuk memperhatikan pemukiman warga yang tidak mengalami dampak pada gempa Cianjur magnitudo 5,6 lalu. Ia khawatir jika rumah warga tersebut akan terdampak jika terjadi gempa susulan lebih dari magnitudo 5,6.
Oleh karena itu, ia meminta pemerintah agar mengedukasi dan membantu warga tersebut agar membangun sebuah ruangan aman di dalam rumahnya. Agar ketika terjadi gempa bumi, warga bisa melakukan evakuasi dengan mengamankan diri ke salah satu ruangan di rumahnya tersebut.
Apabila biaya membangun ruangan aman terlalu mahal, dapat menggunakan perabotan rumah yang tahan gempa. Sehingga ketika tiba-tiba terjadi gempa, warga dapat berlindung di bawah perabot tersebut.
"Jadi meski sulit mengurangi kerugian materiel, tapi pemerintah bisa meminimalisir korban akibat gempa," pungkasnya.
Relokasi Jauh dari Patahan Cugenang
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengaku mempunyai strategi relokasi warga termasuk membangun kembali pemukiman korban gempa Cianjur.
Dirjen Perumahan Kementerian PUPR, Iwan Suprijanto mengatakan, akan merelokasi warga korban gempa Cianjur, Jawa Barat jauh dari patahan baru Cugenang dan mudah longsor.
"Lahan untuk relokasi kami harus pastikan clear and clean. Jadi clear secara lahan yang di daerah bukan patahan, bukan daerah yang topografinya mudah longsor dan sebagainya sehingga tidak akan menimbulkan bencana berikutnya," kata Iwan melalui konferensi pers secara daring, Senin (12/12/2022).
Ia menjelaskan, sesar aktif Cugenang merupakan patahan yang baru ditemukan yang diperkirakan sepanjang 9 kilometer yang melintas sembilan desa dari tiga kecamatan dengan radius 300-500 meter.
Menurutnya, di daerah tersebut kemungkinan pergerakannya akan sering berulang. Potensinya terjadi gempa yang paling dekat adalah 20 tahun. Oleh karena itu, Kementerian PUPR merekomendasikan agar daerah tersebut dapat dijadikan area non-hunian atau bangunan.
"Kami rekomendasikan untuk jalur hijau untuk taman atau pertanian dan perkebunan," ucapnya.
Kemudian, Kementerian PUPR akan merelokasi warga di daerah yang secara topografi dan batuan aman. Lalu secara tata ruang, pihaknya berharap bahwa lahan tersebut juga sebagai zona yang dapat dimanfaatkan sebagai daerah perumahan dan pemukiman.
Selanjutnya, secara administratif Pemerintah Daerah (Pemda) memastikan bahwa lahan ini dapat digunakan untuk kepentingan masyarakat.
"Dengan akan [memastikan lokasi] clear and clean, maka Bapak Bupati [Cianjur] selaku kepala daerah menetapkan dengan SK penetapan lokasi," ujarnya.
Kementerian PUPR pun nantinya akan membuat bangunan yang lebih aman dan tangguh dengan konsep rumah tahan gempa untuk warga yang direlokasi.
"Dengan dilengkapi infrastruktur bencana lainnya seperti air minum, sanitasi, jalan lingkungan, listrik, dan sebagainya," terangnya.
Ia menuturkan per hari ini, pada tahap I telah dibangun rumah sebanyak 10 unit di Desa Sirnagalih, Kecamatan Cilaku Cianjur, Jawa Barat. Sementara itu 35 rumah tengah dikerjakan dengan target penyelesaian pada akhir Desember 2022.
"Sisanya 120 rumah ditargetkan bisa diselesaikan di minggu ketiga atau keempat Januari 2023," tuturnya.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Maya Saputri