Menuju konten utama

Bappenas Ungkap Alasan Belum Libatkan UMKM di Program MBG

Para pelaku UMKM harus melakukan bidding untuk mengantongi legalitas usaha mereka.

Bappenas Ungkap Alasan Belum Libatkan UMKM di Program MBG
Pekerja mengolah kedelai impor menjadi tahu di sebuah pabrik di Jakarta, Senin (14/4/2025). ANTARA FOTO/Fathul Habib Sholeh/app/tom.

tirto.id - Deputi Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Kependudukan, dan Ketenagakerjaan Kementerian PPN/Bappenas, Maliki, mengakui masih banyak pekerjaan rumah (PR) pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang harus dibenahi sebelum mereka terlibat dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG). Salah satunya adalah masalah legalitas.

“Kalau kita bicara tentang MBG, ini sebenarnya konsep kami pada saat membangun itu UMKM harus terlibat jauh lebih kuat lagi. Namun untuk sampai ke sana berarti memang banyak sekali PR,” kata Maliki, di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Kamis (15/5/2025).

Terkait legalitas, Maliki melihat para pelaku UMKM harus melakukan bidding untuk mengantongi legalitas usaha mereka. Bidding adalah proses penawaran atau lelang, terutama dalam hal mencari penyedia jasa atau barang.

Berdasarkan laporan dari Mastercard Small Business Barometer Report 2025, menunjukkan sebanyak 50 persen UMKM belum memiliki legalitas maupun sertifikasi usahanya. Laporan itu melibatkan sebanyak 827 pelaku UMKM dari berbagai industri, termasuk fesyen, makanan dan minuman, dan kerajinan.

“Lebih dari 50 persen UMKM ini belum memiliki legalitas usaha maupun sertifikasi, dan ini masih tetap sebagai tantangan besar bagi kita dalam hal formalitas,” kata Maliki.

Selain masalah legalitas, permodalan usaha juga menjadi PR bagi UMKM untuk kemudian bagaimana meningkatkan kualitas dari produk yang dijualnya. Karena menurutnya, kualitas merupakan kunci penting bagi pengusaha untuk menjaga kualitas produk yang dijualnya demi keberlanjutan usahanya.

Selain itu, inovasi terhadap sebuah produk juga penting. Maka dari itu, dia mengatakan hal-hal tersebut perlu ditekankan kepada seluruh pengusaha UMKM melalui pelatihan pendampingan akses pasar.

“Seharusnya bisa kita terus dampingi mereka. Kemudian berikutnya adalah kebutuhan besar terkait dengan pelatihan digital dan manajemen keuangan,” kata Maliki.

Berdasarkan laporan yang dipaparkan Maliki, sebanyak 22 persen responden memiliki keterbatasan pengetahuan pasar dan realitas pasar. Pun sebagian besar mereka juga tidak mau menggunakan kredit

Karena sebagian besar bilang tidak butuh, dan sebagian besar mereka bilang mahal. Sekarang kelihatannya mereka sudah eksplorasi dari pembiayaan. Hanya tetap masih kurang dari 30 persen mereka mengakses kredit," ujar Maliki.

Baca juga artikel terkait UMKM atau tulisan lainnya dari Nabila Ramadhanty

tirto.id - Insider
Reporter: Nabila Ramadhanty
Penulis: Nabila Ramadhanty
Editor: Dwi Aditya Putra