tirto.id - Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, mengatakan bahwa Presiden Prabowo Subianto hampir dipastikan bakal membatalkan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen.
Hal itu karena banyaknya penolakan dari masyarakat atas kebijakan yang telah ditetapkan dalam Pasal 7 Ayat 1 Huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
“Jadi, ya hampir pasti diundur [kenaikan PPN 12 persen],” kata Luhut saat ditemui awak media usai mencoblos di TPS 04, Kelurahan Kuningan Timur, Jakarta Selatan, Rabu (27/11/2024).
Alih-alih menaikkan tarif PPN, Luhut menilai pemerintah akan terlebih dulu mengucurkan subsidi, salah satunya subsidi listrik. Dengan demikian, konsumsi masyarakat bisa dikerek terlebih dulu.
“Biar dulu jalan tadi yang ini [subsidi listrik],” imbuh dia.
Pada saat yang sama, Prabowo akan terlebih dulu merapatkan bersama para menteri Kabinet Merah Putih terkait stimulus apa yang dapat diberikan pemerintah kepada orang-orang yang mungkin bakal terdampak kenaikan PPN 12 persen.
Namun, yang pasti bantuan akan disalurkan dalam bentuk subsidi listrik, bukan bantuan langsung tunai (BLT).
“Orang kan belum tahu kalau ada struktur [subsidi] ini. Nanti biar dirapatkan dulu, [kemudian] Presiden memutuskan. Kira-kira berkembang di situ,” ujar Luhut.
Sementara itu, subsidi listrik menjadi pilihan karena data dari para penerima manfaat sudah tersedia. Tidak hanya itu, sasaran dari subsidi listrik juga merupakan masyarakat kelas menengah ke bawah—dalam hal ini, penerima subsidi adalah mereka yang menggunakan daya listrik di bawah 1.300 watt atau yang sudah menunggak membayar listrik selama 2-3 bulan.
“Intinya itu Presiden tidak mau beban rakyat itu ditambah. Jadi, bagaimana mengurangi. Dan juga itu dana kan perlu untuk tadi pergerakan ekonomi di bawah,” tukas Luhut.
Sementara itu, warganet ramai-ramai menyerukan penolakan terhadap kebijakan penaikan tarif PPN menjadi 12 persen pada 1 Januari 2024. Melalui media sosial X, akun @BudiBukanIntel mengajak warganet lainnya untuk memasang status Darurat Garuda Biru dengan tulisan “Perpajakan Tanpa Perwakilan Rakyat Adalah Kejahatan”.
Menurutnya, tarif pajak tinggi ini tidak seharusnya diterapkan karena pemerintah belum mampu mengurus dan menyejahterakan rakyat. Unggahan yang telah di-repost sebanyak 18 ribu kali itu juga mendapat banyak dukungan dari warganet.
“Kerja sulit, majakin kaum elit sulit,” tulis akun @restlessmuse09.
“Gimana ‘tax evader’ kagak banyak? Pajak dinaikin, tapi pembangunan ampas,” sahut @HazArtTod600.
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Fadrik Aziz Firdausi