Menuju konten utama

Bank Indonesia Isyaratkan Kembali Pangkas Suku Bunga

Kebijakan pelonggaran moneter ini akan tetap mempertimbangkan stabilitas nilai tukar dan inflasi agar keseimbangan ekonomi terjaga.

Bank Indonesia Isyaratkan Kembali Pangkas Suku Bunga
Sejumlah pekerja berjalan di kawasan Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Rabu (3/9/2025). Bank Indonesia (BI) optimistis pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4 persen yang tertuang dalam asumsi makro pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 bisa dicapai dengan sinergi kebijakan pemerintah dan bank sentral. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/rwa.

tirto.id - Bank Indonesia (BI) membuka peluang untuk kembali menurunkan suku bunga acuan (BI Rate) guna mendorong pertumbuhan ekonomi yang dinilai masih berada di bawah potensinya.

Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Juli Budi Winantya mengatakan, kebijakan pelonggaran moneter ini akan tetap mempertimbangkan stabilitas nilai tukar dan inflasi agar keseimbangan ekonomi terjaga.

“Kebijakan moneter BI akan tetap diarahkan untuk menjaga stabilitas, tetapi di sisi lain juga dapat mendorong pertumbuhan. Terkait BI rate, ruangnya masih ada untuk bisa turun lebih lanjut,” katanya dalam acara Investortrust Economic Outlook 2026, Rabu (5/11/2025).

Dia menjelaskan, sejak September 2024, BI telah enam kali menurunkan suku bunga acuan dengan total penurunan 150 basis poin (bps). BI Rate saat ini berada di level 4,75 persen, dengan suku bunga Deposit Facility 3,75 persen dan Lending Facility 5,5 persen.

Pada penurunan terakhir di September, BI secara khusus memberikan porsi lebih besar pada penurunan Deposit Facility menjadi 100 bps di bawah BI Rate. Langkah ini bertujuan mengurangi insentif bank menempatkan dana di BI dan mendorong ekspansi kredit ke sektor riil.

Selain suku bunga, BI melakukan berbagai langkah ekspansif untuk meningkatkan likuiditas. Posisi Sertifikat Sekuritas Bank Indonesia (SRBI) telah dikurangi dari Rp924 triliun menjadi sekitar Rp700 triliun, yang menambah likuiditas sekitar Rp200 triliun ke pasar.

“SRBI ini adalah instrumen kontraksi. Jadi ketika posisinya turun, berarti ada ekspansi likuiditas,” ujarnya.

Di pasar sekunder, BI juga mencatat pembelian Surat Berharga Negara (SBN) mencapai Rp270 triliun sepanjang 2025. Dari sisi makroprudensial, insentif Giro Wajib Minimum (GWM) bagi bank yang menyalurkan kredit ke sektor prioritas telah mencapai hampir Rp400 triliun hingga Oktober 2025.

“Kombinasi kebijakan ini bertujuan menjaga keseimbangan antara stabilitas dan pertumbuhan. Kami mendorong ekspansi kredit dan likuiditas, tapi tetap menjaga stabilitas inflasi dan nilai tukar,” tuturnya.

Baca juga artikel terkait BANK INDONESIA atau tulisan lainnya dari Nanda Aria

tirto.id - Insider
Reporter: Nanda Aria
Penulis: Nanda Aria
Editor: Dwi Aditya Putra