Menuju konten utama

Bahlil Tuding IMF Dalang Merosotnya Lifting Minyak Indonesia

Bahlil sebut lifting minyak terus turun sejak Indonesia mengikuti resep IMF untuk keluar dari krisis 1998.

Bahlil Tuding IMF Dalang Merosotnya Lifting Minyak Indonesia
Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia dalam acara Energi Mineral Forum 2025 di Hotel Kempinski, Jakarta, Senin (26/5/2025). tirto.id/Nabila Ramadhanty Putri Darmadi.

tirto.id - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menuding International Monetary Fund (IMF) atau Dana Moneter Internasional sebagai penyebab turunnya lifting minyak di Indonesia. Pasalnya, saat krisis ekonomi terjadi pada 1998, IMF mengusulkan untuk mengubah undang-undang minyak dan gas (migas) sebagai salah satu jalan keluar dari krisis.

Hal itulah, menurut Bahlil, yang membuat lifting minyak dalam negeri kian merosot. “Berbagai paket kebijakan ekonomi dari lembaga-lembaga yang kita yakini waktu itu seperti dokter yang ahli, salah satunya IMF, merekomendasikan salah satunya adalah perubahan sistem undang-undang migas. Apa yang terjadi? Lifting kita mulai dari situ turun terus,” ungkap Bahlil dalam acara Human Capital Summit di Jakarta International Convention Center, Jakarta, Selasa (3/6/2025).

Padahal, pada kurun 1996 hingga 1998, lifting minyak Indonesia mencapai 1,5–1,6 juta barel per hari atau barrel per day (bpd). Lalu, konsumsi dalam negeri hanya mencapai 500 ribu bpd sehingga sisanya diekspor ke luar negeri.

“Konsumsi kita hanya kurang lebih sekitar 500 ribu barrel per day, ekspor kita 1 juta barrel. Dan itulah kemudian negara kita menjadi negara OPEC,” ucap Bahlil.

Kondisi tersebut berbanding terbalik dengan saat ini, di mana lifting minyak Indonesia hanya mencapai 580 bpd pada 2024, sementara konsumsinya mencapai 1,6 jut bpd. Ini menyebabkan defisit yang hanya bisa ditutupi dengan impor sekitar 1 juta bpd. Imbasnya, Indonesia hingga kini terus bergantung pada impor dari negara lain.

“Ini adalah hasil analisa dokter yang namanya IMF pada saat krisis tahun 1998. Untuk urusan ini kita boleh percaya asing karena mereka adalah negara hebat. Tapi di balik kepercayaan yang kita kuat, kita juga harus ikhtiar. Tidak semua obat yang diberikan itu untuk kebaikan kesembuhan dari penyakit kita,” katanya.

Baca juga artikel terkait IMF atau tulisan lainnya dari Nabila Ramadhanty

tirto.id - Insider
Reporter: Nabila Ramadhanty
Penulis: Nabila Ramadhanty
Editor: Hendra Friana