Menuju konten utama
Pandemi COVID-19

Bagaimana Jakarta & DIY Hadapi Skenario Terburuk Pandemi COVID-19?

Epidemiolog menilai lockdown total di DKI Jakarta dan DI Yogyakarta adalah jalan yang harus ditempuh bila skenario terburuk terjadi.

Bagaimana Jakarta & DIY Hadapi Skenario Terburuk Pandemi COVID-19?
Petugas berjaga di pintu masuk kampung saat karantina wilayah di Padukuhan Ngino XII, Margoagung Sleman, D.I Yogyakarta, Jumat (18/6/2021). ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko/aww.

tirto.id - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut DKI Jakarta & Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) adalah provinsi yang akan paling berat dalam menghadapi skenario terburuk pandemi COVID-19. Epidemiolog menilai lockdown total atau karantina wilayah dua daerah itu adalah jalan yang harus ditempuh bila skenario terburuk benar-benar terjadi.

Epidemiolog dari Centre for Environmental and Population Health, Griffith University Australia, Dicky Budiman kepada reporter Tirto mengatakan skenario terburuk itu bisa terjadi apabila Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat Jawa-Bali tidak berjalan ketat atau tidak diperpanjang.

“Skenario terburuk itu bisa terjadi, opsinya harus lockdown. Kemudian penguatan testing, tracing, dan treatment (3T) lalu melakukan visitasi cepat dan massal untuk mencegah kasus kematian di rumah-rumah,” kata epidemiolog asal Indonesia ini melalui sambungan telepon, Rabu (14/7/2021).

Jika skenario terburuk itu terjadi, maka menurutnya akan semakin banyak kasus kematian bila tidak dilakukan lockdown. Sebab banyak kasus yang tak bisa ditangani dan beban fasilitas kesehatan akan besar.

“Jadi dalam situasi emergency standarnya seperti itu, bahkan sekarang pun harusnya begitu [lockdown], tapi karena pemerintah mengambil kebijakan [PPKM Darurat] ya itu tidak apa. Tapi skenario terburuk ya tidak ada pilihan, makin banyak kematian dan itu akan berdampak pada kepanikan,” ujarnya.

Namun, apabila pemerintah hanya menyiapkan opsi penambahan kapasitas rumah sakit dan perpanjangan PPKM Darurat untuk menghadapi skenario terburuk, maka menurutnya itu bukan pilihan yang buruk. Akan tetapi, opsi itu tidak akan berhasil apabila penguatan 3T tidak dilakukan. Sebab, itu yang paling esensial menurut Dicky.

Lockdown memang selalu menjadi opsi yang mengemuka ketika situasi pandemi memburuk. Namun epidemiolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Riris Andono Ahmad mengatakan opsi realistis menghadapi skenario terburuk adalah dengan lebih mengetatkan PPKM darurat.

“[Untuk menghadapi skenario terburuk adalah dengan] mengetatkan PPKM darurat, karena implementasi seminggu kemarin tidak menyebabkan orang tinggal di rumah,” kata Riris kepada reporter Tirto, Rabu (14/7/2021).

BOR Rumah Sakit di Ambang Batas

Menkes Budi saat rapat bersama Komisi IX DPR RI pada Selasa (13/7/2021) mengungkapkan tingkat keterisian rumah sakit di sejumlah daerah sudah di ambang batas. Jika kondisinya semakin buruk, dan ada tambahan pasien 30 persen saja dalam kurun waktu satu minggu, maka DKI Jakarta dan Yogyakarta menjadi daerah yang situasinya paling mengkhawatirkan dari aspek ketersediaan tempat tidur.

“Jadi yang paling berat menghadapi, jika dalam seminggu dua minggu ke depan kalau ada perburukan terus sebesar 30 persennya atau kira-kira sekitar 2 sampai 3 persen per hari itu adalah Yogyakarta dan DKI Jakarta. Karena akan kekurangan tempat tidur isolasi dan akan kekurangan tempat tidur untuk ICU," kata Budi.

Per 12 Juni 2021, terdapat 82.654 kasus aktif COVID-19 di DKI. Dalam skenario Kementerian Kesehatan, jika ada tambahan 30 persen kasus dalam kurun waktu seminggu, maka kasus aktif di DKI Jakarta akan mencapai 120.567 kasus.

Dengan kondisi itu dibutuhkan 24.113 tempat tidur isolasi dan dan 6.028 tempat tidur ICU. Jika dibandingkan dengan situasi saat ini, DKI Jakarta kekurangan 4.664 tempat tidur isolasi dan 4.488 tempat tidur ICU.

Jika situasinya lebih buruk dan terjadi lonjakan hingga 60 persen, maka DKI Jakarta akan memiliki 148.390 kasus aktif. Dibutuhkan 29.678 tempat tidur isolasi dan 7.420 tempat tidur ICU. Dengan demikian, Jakarta masih kekurangan 10.229 tempat tidur isolasi dan 5.880 tempat tidur ICU.

Sementara di DI Yogyakarta, jika terdapat lonjakan hingga 30 persen, maka diproyeksikan kasus aktif akan mencapai 17.750 kasus. Untuk perawatan, dibutuhkan 3.550 tempat tidur isolasi dan 887 tempat tidur ICU sehingga jika dibandingkan kondisi saat ini, maka Yogyakarta kekurangan 1.489 tempat tidur isolasi dan 734 tempat tidur ICU.

Bila terjadi lonjakan hingga 60 persen, Kemenkes memproyeksikan Yogyakarta akan membutuhkan 4.369 tempat tidur isolasi dan 1.092 tempat tidur ICU untuk merawat 21.846 pasien aktif. Dengan demikian, Yogyakarta masih kekurangan 2.308 tempat tidur isolasi dan 939 tempat tidur ICU.

Untuk menghadapinya, Budi menerangkan strategi di Yogyakarta dan DKI Jakarta akan berbeda. Di Yogyakarta, memang tingkat keterisian tempat tidur COVID-19 telah melampaui 90 persen. Walau begitu, Yogyakarta total memiliki 8.247 tempat tidur rumah sakit, dan baru 2000-an yang dialokasikan untuk COVID-19. Jika lonjakan itu terjadi, maka Kemenkes akan merealokasi 2.000 tempat tidur menjadi tempat tidur COVID-19 sehingga bisa merelaksasi tingkat keterisian menjadi 60 persen.

Kondisinya lebih pelik di Jakarta, sebab berbeda dengan Yogyakarta yang masih memiliki ruang untuk realokasi tempat tidur, Jakarta sudah merealokasi 50 persen dari total tempat tidur rumah sakitnya menjadi tempat tidur khusus COVID-19.

Hal lain yang akan dilakukan adalah memanfaatkan gedung-gedung milik pemerintah untuk menjadi rumah sakit darurat. Saat ini pemerintah telah mengonversi asrama haji menjadi rumah sakit darurat COVID-19 dengan kapasitas 700 tempat tidur isolasi dan 100 tempat tidur ICU.

Kekurangan Nakes

Namun apa yang disampaikan oleh Menkes Budi itu bukan tanpa konsekuensi. Sebab, penambahan kapasitas rumah sakit membutuhkan tenaga kesehatan (nakes) lebih banyak. Budi mengakui hal itu, ia memproyeksikan, Jawa-Bali akan kekurangan 16.675 perawat saat terjadi lonjakan kasus 30 persen. Rinciaannya DKI membutuhkan tambahan 7.691 perawat; Jawa Barat 4.862 perawat; Jawa Tengah 2.955 perawat; DI Yogyakarta 701 perawat.

Untuk kebutuhan dokter umum Jawa-Bali kekurangan 2.270 dokter umum. Rinciannya: DKI Jakarta kekurangan 1.105 dokter; Jawa Barat 702 dokter; Jawa Tengah 414 dokter; dan DI Yogyakarta 107 dokter. Skenario lebih buruk saat lonjakan kasus hingga 60 persen, maka pemerintah di Pulau Jawa-Bali perlu 21.887 perawat dan 2.968 dokter.

Skenario lebih buruk saat lonjakan kasus hingga 60 persen, maka pemerintah di Pulau Jawa-Bali perlu 21.887 perawat dan 2.968 dokter.

Ketua Tim Mitigasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Adib Khumaidi mengatakan jumlah dokter yang telah lulus uji kompetensi dan akan menjalani program internship atau magang ada sekitar 3.330. "Itu bisa diperbantukan di faskes yang membutuhkan. Kemudian ada yang pasca-internship itu ada sekitar 10.000 dokter," katanya melalui sambungan telepon, Rabu kemarin.

Belasan ribu dokter itu, kata Adib, sebetulnya dapat diperbantukan di faskes-faskes yang kekurangan dokter untuk penanganan COVID-19. Namun kendala di lapangan informasi mengenai kebutuhan dan teknis lainnya belum tersampaikan.

Kementerian Kesehatan dalam hal ini yang memiliki program percepatan pemenuhan tenaga kesehatan untuk penanganan COVID-19 belum melakukan sosialisasi secara jelas. “Mereka [dokter] tidak terinformasikan. Karena tidak tersosialisasikan program itu. Nanti seperti apa dan bagaimana insentifnya. Kemudian masalah perlindungan dan keselamatan seperti apa? Itu hal-hal teknis, yang saya kira juga perlu disampaikan," kata Adib.

Hal yang sama juga diungkapkan Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia (DPP PPNI) Harif Fadhillah. Jumlah lulusan perawat pada 2021 ini mencapai 32 ribu di seluruh Indonesia. Jika dikalkulasi, maka jumlah itu cukup untuk memenuhi kebutuhan nakes seperti yang disampaikan Menkes Budi.

Upaya-upaya percepatan untuk uji kompetensi para perawat tersebut juga telah diupayakan. Namun persoalannya, kata Harif, tak semua lulusan perawat itu masih nganggur dan bersedia untuk diperbantukan dalam penanganan pandemi.

“Kami coba identifikasi setiap hari itu 120-140 orang kita telpon para lulusan baru. Rata-rata sudah bekerja. Adapun kurang dari 10 orang yang mau jadi relawan. Di Jabodetabek itu ada sekitar 3.250 yang kami dapat nomor telpon lulusan baru,” kata Harif kepada Tirto.

PPNI, kata Harif, telah menyampaikan kepada pemerintah bahwa jaminan insentif dan keselamatan juga merupakan salah satu faktor penting bagi perawat untuk bersedia ditempatkan di faskes yang kekurangan nakes.

“Barangkali kalau teman-teman perawat melihat adanya keterlambatan insentif dan masalah-masalah yang terjadi karena pembayaran insentif dari kemarin-kemarin juga menjadi pertimbangan bagi mereka yang mau atau tidak. Oleh karena itu kita berharap agar hal itu dijamin agar hal itu tidak terulang kembali,” katanya.

Langkah Pemda DKI & DIY

Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria, Selasa (13/7/2021) mengatakan pihaknya telah mengupayakan peningkatan kapasitas rumah sakit dengan mengaktifkan sejumlah tempat sebagai rumah sakit darurat seperti JIExpo dan Rusun Nagrak Pasar Rumput. Sedikitnya akan ada penambahan di atas 1.000 tempat tidur untuk pasien COVID-19.

“Kami akan upayakan adanya lonjakan ini semuanya dapat ditampung di rumah sakit,” kata Riza.

Selain itu, opsi perpanjangan PPKM darurat yang disinggung oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani beberapa waktu lalu, kata Riza, Pemprov DKI siap untuk menjalankan.

“Angkanya sudah ada perbaikan dalam 10 hari terakhir, namun nanti kalau dirasa masih belum signifikan dan kalau memang pemerintah pusat mengambil kebijakan diperpanjang, tentu kami dan Pemprov DKI akan melaksanakannya,” kata Riza.

Sekretaris Daerah DIY, Kadarmanta Baskara Aji, kepada wartawan mengatakan telah berkoordinasi dengan pemerintah pusat untuk menghadapi skenario terburuk pandemi. Salah satunya adalah soal penambahan kapasitas rumah sakit.

“Tadi kami dialog dengan Kemen PUPR. Beliau akan bantu untuk menyiapkan tiga tempat salah satunya di rumah susun untuk ASN BBWSO, kapasitas sekitar 272 orang. Lalu di asrama mahasiswa UGM dan UNY yang dibangun KemenPUPR masing-masing kapasitas 166 orang. Kita tadi juga meminta bantuan nakes dan peralatan supaya itu nanti layak untuk jadi rumah sakit lapangan,” kata Aji, Rabu (14/7/2021).

Baca juga artikel terkait PPKM DARURAT atau tulisan lainnya dari Irwan Syambudi

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Irwan Syambudi
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Abdul Aziz