tirto.id - Pemerintah memutuskan rencana Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di tujuh provinsi di Jawa-Bali dibatalkan. Keputusan ini seiring dengan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di Jawa-Bali pada 3 hingga 20 Juli 2021. Namun, hal ini tidak berlaku di luar Jawa-Bali meski kasusnya mulai merangkat naik.
PPKM Darurat jadi opsi pemerintah Joko Widodo-Ma’ruf Amin lantaran kasus COVID-9 di Indonesia terus melonjak usai Idulfitri 2021. Data Satgas COVID-19 per 7 Juli 2021, penambahan kasus baru bahkan mencapai 34.379 pasien, sehingga total seluruh menjadi 2.379.397. Dari jumlah ini, 343.101 di antaranya merupakan kasus aktif, 62.908 meninggal, dan 1.973.388 sembuh.
Selain kasus COVID-19 yang terus melonjak, kondisi Indonesia bertambah parah dengan munculnya virus varian baru. Berdasarkan data Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI pada 6 Juli 2021, ada sebanyak 553 kasus varian baru virus Corona di Indonesia. Jumlah ini merupakan akumulasi dari enam varian baru virus Corona, yaitu: Alpha, Beta, Delta, Eta, Iota, dan Kappa.
Dari keenam varian itu, varian Delta terlihat paling mendominasi di Indonesia dibandingkan varian lain, yaitu sebanyak 436 kasus. Kemudian varian Beta berada pada urutan kedua dengan jumlah 57 kasus, 51 Alpha, 5 Beta, 2 Kappa, dan 1 kasus varian Lota.
Melihat kasus COVID-19 terus meledak, jumlah kematian kian bertambah, serta varian baru yang yang didominasi Delta dan menyebar secara luas –tak hanya di 7 provinsi yang terapkan PPKM darurat--, apakah pembelajaran tatap muka di luar Jawa-Bali juga perlu ditiadakan?
Pembelajaran Tatap Muka Perlu Ditunda
Epidemiolog dari Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (Uhamka), Mouhamad Bigwanto menyarankan sebaiknya pembelajaran tatap muka tak hanya ditiadakan di Jawa-Bali saja, tetapi juga di luar daerah tersebut.
Menurut Bigwanto, untuk sementara ini sampai berakhirnya PPKM Darurat yakni pada 20 Juli 2021 sebaiknya pembelajaran tatap muka ditiadakan dulu untuk mencegah penularan. “Jadi saran bijak saya tutup dulu sekolah, paling tidak sampai kita benar-benar bisa mengendalikan angka kasus,” kata Bigwanto kepada reporter Tirto, Rabu (7/7/2021).
Pengajar Ilmu Kesehatan Masyarakat Uhamka itu menyarankan sebaiknya daerah-daerah lain harus belajar dari penyebaran kasus di Jawa-Bali. Ia mencontohkan Pemprov DKI yang tetap menyelenggarakan uji coba PTM di tengah kasus yang melonjak. Terdapat tenaga pengajar dan kepala sekolah SDN Kenari 08 Jakarta Pusat yang terpapar virus Corona, meski diklaim tertular dari luar sekolah.
Bigwanto mengkhawatirkan, apabila pembelajaran tatap muka tetap digelar di tengah kondisi ini, maka akan terjadi penyebaran COVID-19, mengingat pelajar banyak yang masih pada usia anak-anak. “Apalagi varian Delta ini selain lebih cepat menular dan temuan di DKI banyak pada anak-anak,” kata dia.
Berdasarkan data Pemrpov DKI, tren kasus positif aktif pada anak di bawah usia 18 tahun terus bertambah. Sebanyak 13% dari 9.366 kasus positif COVID-19 DKI per Rabu (7/7) adalah anak-anak di bawah usia 18 tahun, dengan rincian, yaitu: 876 kasus adalah anak usia 6 - 18 tahun dan 306 kasus adalah anak usia 0 - 5 tahun. Sedangkan 7.268 kasus adalah usia 19 - 59 tahun dan 916 kasus adalah usia 60 tahun ke atas.
Saran Bigwanto cukup beralasan mengingat zona merah di luar Pulau Jawa-Bali juga terus bertambah. Berdasarkan data Satgas COVID-19 per 6 Juli 2021, sebaran zona merah (risiko tinggi) ada di 96 kabupaten/kota dan 27 di antaranya berasal dari luar Jawa-Bali. Data detail lihat link ini.
Tak hanya zona merah, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin juga memprediksi terdapat tujuh provinsi di luar Jawa-Bali yang terancam serangan virus mutasi COVID dari India atau varian Delta itu.“Kami sudah lihat ada 5 provinsi di Sumatra dan 2 di Kalimantan yang kami harus hati-hati agar kita bisa mempersiapkan dengan baik," kata Budi usai rapat terbatas dengan Presiden Jokowi dan jajaran tentang penanganan COVID-19, Selasa, 6 Juli 2021.
Ke-7 provinsi yang dimaksud Budi adalah Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Riau, Kepulauan Riau, Sumatra Barat, Sumatera Selatan dan Lampung. Pemerintah pun mengaku akan berusaha mengantisipasi penanganan COVID di daerah tersebut sebaik mungkin.
Perlu Pemetaan dan Prokes Ketat
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) memandang pembelajaran tatap muka terbatas di luar Jawa-Bali tetap diselenggarakan, tapi khusus di daerah yang berstatus zona hijau. Namun, tetap disesuaikan dengan kemampuan kepala daerah, persiapan sekolah, hingga keinginan anak dan wali murid.
Jika ingin diselenggarakan pun harus menggunakan protokol kesehatan yang ketat. “Belajar di sekolah itu lebih penting daripada daring, anak-anak sudah butuh itu. Jadi jika memenuhi syarat belajar tatap muka bisa digelar,” kata Wakil Sekretaris Jenderal FSGI Fahriza Marta Tanjung kepada reporter Tirto, Rabu (7/7/2021).
Namun demikian, Fahriza meminta kepada sekolah agar memberikan mata pelajaran yang bersifat penting saja. “Seperti mata pelajaran yang sulit diberikan saat sekolah tatap muka. Kalau SMK, mata pelajaran praktik saja," kata dia.
Hal senada diungkapkan Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji, Ia menilai pembelajaran tatap muka di luar Pulau Jawa-Bali tetap bisa terselenggara di daerah yang berada di zona hijau dengan protokol kesehatan yang ketat.
Sebab, dia menilai selama ini pembelajaran daring tidak berjalan secara efektif karena tidak didukung sumber daya yang kuat oleh pemerintah.
“Akibatnya kualitas pendidikan kita sangat buruk. Pembelajaran juga tidak maksimal karena dilakukan dengan banyak keterbatasan,” kata Ubaid kepada reporter Tirto.
Oleh karena itu, kata dia, JPPI mendesak pemerintah harus memastikan sekolah siap tatap muka dengan penerapan protokol kesehatan. Apabila perlu pendampingan, maka pemerintah harus sediakan.
“Libatkan masyarakat dalam proses monitoring dan evaluasi secara berkala. Lalu mengembangkan edukasi tentang COVID-19, tidak hanya soal penerapan prokes, tapi juga soal penguatan imun dan iman,” kata dia.
Pemerintah Berpedoman pada SKB 4 Menteri
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengatakan pihaknya memberikan opsi pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas atau pembelajaran jarak jauh (PJJ) kepada daerah luar Jawa-Bali.
Apabila ingin melakukan pembelajaran tatap muka, maka harus memenuhi daftar periksa yang dipersyaratkan. Orang tua/wali pada wilayah selain tujuh provinsi dalam PPKM Darurat juga memiliki kewenangan penuh dalam memberikan izin kepada anaknya untuk memilih antara mengikuti PTM terbatas atau PJJ.
Kebijakan tersebut sesuai dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) Empat Menteri: Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama, serta Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Tahun Ajaran 2020/2021 dan Tahun Akademik 2020/2021 di Masa Pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).
“Sekolah wajib menyediakan opsi PTM terbatas dan PJJ, serta tidak melakukan diskriminasi kepada peserta didik yang memilih opsi PJJ," kata Kepala Biro Humas dan Kerja sama Kemendikbud-Ristek, Hendarman kepada reporter Tirto, Rabu (7/7/2021).
Apabila ingin menggelar pembelajaran tatap muka terbatas, maka pihak sekolah wajib menerapkan protokol kesehatan 5M, yaitu memakai masker, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, menjaga jarak, menghindari kerumunan, dan mengurangi mobilitas.
“Bagi pendidik dan tenaga kependidikan pada seluruh jenjang pendidikan diimbau untuk segera melaksanakan vaksinasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” kata dia.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Abdul Aziz