tirto.id - Perebutan kursi Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia berakhir sebelum Musyawarah Nasional Kadin berlangsung, Rabu (30/6/2021). Situasi yang sempat memanas mereda setelah dua kandidat ketua umum, yakni Anindya Bakrie dan Arsjad Rasjid bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin (28/6/2021).
Ketua Umum Kadin Indonesia saat ini, Rosan P. Roeslani mengaku Arsjad dan Anindya akhirnya memutuskan untuk bersatu jelang Munas Kadin. Kedua kandidat yang bersaing ini bermufakat pembagian kursi di Kadin periode mendatang, yakni sama-sama menjadi ketua.
“Intinya, keduanya setuju keduanya menjadi ketua, yang satu menjadi Ketua Dewan Pertimbangan yaitu Bapak Anindya Bakrie, dan Pak Arsjad Rasjid sebagai Ketua Umum Kadin,” kata Rosan di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (28/6/2021).
Rosan mengakui kampanye pemenangan kedua kandidat cukup keras. Namun, ia berterima kasih kedua belah pihak bersedia untuk bermusyawarah dalam proses pemilihan Ketua Kadin yang panas. Ia pun mengaku Jokowi senang bahwa polemik pemilihan Ketua Kadin berakhir musyawarah.
“Bapak Presiden sangat mengapresiasi bahwa dunia usaha ini selalu mencari solusi yang terbaik, tidak saling mau menang sendiri,” kata Rosan.
Rosan pun memberikan pandangan khusus kepada Anindya yang sudah malang melintang di Kadin. “Saya dalam kesempatan ini sangat sangat mengapresiasi Bapak Anindya Bakrie yang telah beliau 15 tahun sebagai wakil ketua umum, dan sangat memahami dinamika ini sehingga beliau majunya sebagai ketua dewan pertimbangan. Nanti akan disahkan di dalam Munas Kadin Insyaallah akan dilaksanakan pada 30 [Juni] dan 1 [Juli]” Kata Rosan.
Bernarkah Ada Intervensi Istana?
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menilai pengumuman ketua umum Kadin usai pertemuan dengan Presiden Jokowi menimbulkan tanda tanya. Ia tidak memungkiri ada "intervensi istana" dalam pemilihan Ketua Umum Kadin, apalagi Ketum Kadin saat ini dekat dengan lingkaran kekuasaan.
“Di luar adanya kesepakatan internal Kadin, bukan tidak mungkin Istana lakukan intervensi, sekurang-kurangnya memberikan arahan soal siapa yang seharusnya mengetuai Kadin," kata Dedi kepada reporter Tirto, Selasa (29/6/2021).
Dedi mengingatkan, intervensi Istana semakin nyata karena sejumlah pejabat pemerintah secara terang-terangan memberikan pernyataan tentang posisi Kadin. Ia mencontohkan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia yang secara terang-terangan meminta Ketum Kadin harus beriringan dengan langkah pemerintah. Pemerintah juga perlu mengelola korporasi agar tetap bersama pemerintah.
“Secara politik stabilitas negara salah satunya dikendalikan oleh korporasi, dan Kadin punya kekuatan itu, jadi penting bagi pemerintah untuk menjamin loyalitas korporat pada kekuasaan," kata Dedi.
Pria yang juga dosen Ilmu Politik di Universitas Telkom ini khawatir kinerja organisasi akan terganggu akibat intervensi Istana. Ekonomi dapat berjalan tidak maksimal akibat intervensi tersebut. Di sisi lain, ada kekhawatiran muncul kelompok elite ekonomi karena menikmati "fasilitas istana.”
Akan tetapi, Dedi yakin ada negosiasi kuat antara Istana dengan Anindya. Ia menduga Anindya sudah ditawari beragam hal agar kursi Kadin dipimpin Arsjad yang dekat dengan pemerintah.
“Tentu ada bargaining ekonomi yang memungkinkan Anindya luluh dan mengambil jalur mufakat, bagaimanapun dalam hitungan pemilik suara di Munas Kadin, Anindya memiliki potensi menang," kata Dedi.
Kursi Kadin dan Lingkaran Kekuasaan
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira sudah memprediksi kemenangan Arsjad dalam kontestasi Ketua Umum Kadin. Ia menilai kedekatan Arsjad dengan pemerintah membuat bos Indika Energi itu lebih diharapkan sebagai ketua Kadin periode mendatang. Namun Bhima menyadari pentingnya intervensi Istana agar konflik Kadin tidak semakin meruncing dan memicu perpecahan.
“Sebenarnya gini, tujuannya agar friksinya tidak terlalu tajam karena hanya ada dua calon dan dua calon ini punya view politik yang agak berbeda, jadi jangan sampai juga digunakan Kadin daerah untuk memecah Kadin,” kata Bhima kepada reporter Tirto.
Bhima mengingatkan, peran Kadin sangat sentral dalam perekonomian Indonesia. Kadin merupakan organisasi yang sering menjadi wajah pengusaha Indonesia ketika berhubungan dengan investor internasional. Kemudian, Kadin menjadi agen dalam upaya pemerintah menggenjot ekspor di negara-negara destinasi.
Selain itu, banyak pengusaha Kadin yang menjadi mitra strategis pembangunan pemerintah di beragam sektor seperti infrastruktur dan properti. Kadin juga menjadi pendorong pelaksanaan program pemerintah. Ia mencontohkan bagaimana Kadin di masa Rosan mendorong program vaksinasi pemerintah lewat program vaksinasi gotong royong.
Di sisi lain, kata Bhima, kursi Ketua Umum Kadin juga sangat sentral. Ia mengingatkan, ketum Kadin bisa menjadi pebisik pemerintah secara langsung dalam mengambil kebijakan.
“Apa bedanya Kadin dengan asosiasi lain? Kira-kira kalau Pak Jokowi perlu jam 1 pagi bahas kebijakan ekonomi, itu ketemuan informal dengan ketua Kadin dulu. Itu yang orang akhirnya nggak ngerti,” kata Bhima.
Bhima menilai kedua kandidat sama-sama kuat. Apabila Arsjad kuat dengan dukungan politik pemerintah, Anindya kuat dengan hubungan para pebisnis daerah. Keduanya memiliki kekuatan yang layak menjadi ketua umum Kadin.
Kedua kekuatan ini dikhawatirkan memicu keruncingan yang berakhir pada perpecahan Kadin, kata Bhima. Ia mengatakan, proses pemilihan ketum Kadin umumnya dilakukan tidak hanya sebatas munas. Sepengetahuan Bhima, para kandidat ketua akan roadshow menggalang dukungan di daerah, sementara para pengusaha daerah menggunakan momen tersebut untuk ‘naik kelas’ dan berkomunikasi dengan pengusaha lebih besar.
Munas akan menjadi ajang penentuan siapa yang menjadi ketua Kadin, kata Bhima. Setelah penentuan Ketua Kadin, para pengusaha akan langsung bergerilya mencari kolega dan memperluas bisnis lewat pertemuan informal seperti main golf atau pertemuan privat.
Bhima mengakui, soliditas penting bagi Kadin. Selain peran strategis Kadin, Bhima menduga intervensi Istana penting agar insiden Kadin 2015 tidak terulang. Kala itu, salah satu kandidat Kadin Oesman Sapta Odang menolak hasil Munas Kadin 2015 yang menetapkan Rosan sebagai ketua umum dan membentuk Kadin tandingan. Alhasil, Kadin mengalami kesulitan dalam berkembang akibat dualisme tersebut.
Dalam kacamata pemerintah pun, kata Bhima, situasi perpecahan tidak diperlukan di tengah situasi pandemi, apalagi pemerintah mengalami tekanan ekonomi akibat COVID-19, seperti masalah pengurangan dana bantuan sosial hingga 31 persen dan mampu memberikan saran-saran dan dukungan kepada pemerintah seperti vaksinasi gotong royong maupun sumbangan APD.
“Mending didamaikan saja daripada koar-koar. Saya juga kalau jadi Pak Jokowi gitu. Kondisi kritis dan friksi yang tidak penting di internal Kadin bisa dihindari lah. Bingung nanti ada Kadin sakit hati kayak OSO,” kata Bhima.
Tirto telah menghubungi Fadjroel Rachman, juru bicara Presiden Jokowi untuk minta tanggapan. Namun ia meminta reporter Tirto menghubungi Staf Khusus Presiden bidang Ekonomi, Arif Budimanta. Sayangnya, hingga artikel ini tayang, ia belum memberikan respons.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz