tirto.id - Desakan agar Jakarta lockdown kembali menggema usai angka penularan kasus COVID-19 makin naik tajam. Berdasarkan data Satgas COVID-19, per 21 Juni 2021, penambahan kasus harian mencapai 14.536. Jumlah ini merupakan yang tertinggi sejak kasus pertama diumumkan pada Maret 2020, sehingga total kasus positif COVID-19 di Indonesia menyentuh 2.004.445 kasus.
Penambahan kasus harian Senin kemarin juga memecahkan rekor penambahan tertinggi sebelumnya yakni pada 30 Januari 2021 dengan 14.518 kasus. Padahal Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin memperkirakan lonjakan kali ini baru akan mencapai puncaknya pada akhir Juni atau awal Juli 2021.
Per kemarin, lima provinsi dengan penambahan kasus baru terbanyak berturut-turut adalah DKI Jakarta 5.014 pasien, Jawa Tengah 3.252, Jawa Barat 2.719, Jawa Timur 719, dan DI Yogyakarta 662.
Ketua Satgas COVID-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Zubairi Djoerban pun menyarankan pemerintah berani mencoba menerapkan kebijakan karantina wilayah alias lockdown selama dua pekan. Usulan itu ia sampaikan mengingat sebaran kasus virus Corona di Indonesia mengalami lonjakan kasus dalam sepekan terakhir.
"Saran saya. Lebih bijaksana bagi Indonesia untuk terapkan lockdown selama dua minggu," kata Zubairi melalui cuitan di akun Twitter pribadinya @ProfesorZubairi, Senin (21/6/2021).
Menteri Keuangan Sri Mulyani pun angkat bicara soal adanya lonjakan kasus COVID-19 yang terjadi usai libur panjang ini. Ia mengatakan bila pandemi virus Corona gagal dijinakkan, maka apa pun program pemulihan ekonomi yang dilakukan pemerintah bisa gagal.
"Kami harap COVID bisa dikendalikan. Karena kalau tidak, kita nggak bisa normalisasi apa pun baik pendidikan, keagamaan maupun ekonomi," ungkap Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa edisi Juni 2021, Senin (21/6/2021).
Direktur Eksekutif Institute for Development on Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan, saat ini pemerintah harus melakukan langkah tegas untuk menekan angka penularan dengan cara lockdown regional di beberapa wilayah zona merah.
“Mungkin Jawa dan beberapa wilayah provinsi yang kemarin ditetapkan merah beberapa kabupaten saya kira perlu ada lockdown regional terutama yang zona merah. Karena kita tahu dengan PPKM mikro yang saat ini dilakukan sudah gak berpengaruh apa-apa,” kata dia kepada reporter Tirto, Selasa (22/6/2021).
Meski akan berdampak buruk terhadap perekonomian, namun Tauhid menjelaskan dampak lebih buruk yang akan terjadi bila pandemi tak segera diselesaikan adalah menipisnya kas negara dan tak terkendalinya wabah corona.
Hal senada disampaikan Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal. Ia menilai lockdown regional perlu dilakukan untuk menekan angka penularan. Hal ini juga dilakukan demi menyelamatkan strategi pemulihan ekonomi yang selama ini sudah dilakukan.
“Positifnya dari kesehatan dan dari kodenya Bu Sri Mulyani sudah statmen kalau kesehatan ini harus diselesaikan dulu karena kalau gak diselesaikan uang akan habis untuk penanganan sementara kasusnya gak selesai-selesai,” kata dia kepada reporter Tirto, Selasa (22/6/2021).
Pengusaha Pasrah Bila Lockdown jadi Opsi
Ketua Umum DPD HIPPI Provinsi DKI Jakarta yang juga Wakil Ketua Dewan pertimbangan Kadin DKI Jakarta Sarman Simanjorang menanggapi wacana lockdown regional yang marak disuarakan.
Ia menjelaskan, pergerakan warga akan dibatasi, jam buka berbagai sektor usaha perdagangan dan jasa semakin diperketat, tentu akan menurunkan aktivitas ekonomi dan semakin menekan omset dan cash flow pengusaha.
“Berbagai sektor perdagangan seperti ritel dan pusat perdagangan, hotel, restoran, café, hiburan malam, transportasi dan aneka UMKM kembali akan tertekan, termasuk menurunnya konsumsi rumah tangga,” kata dia, Selasa (22/6/2021).
Jika ini dilakukan, maka akan semakin berat tantangan ekonomi Indonesia ke depan karena pemerintah telah menargetkan pertumbuhan ekonomi kuartal II 2021 sebesar 7%, naik signifikan dari pertumbuhan ekonomi kuartal I-2021 yang masih terkontraksi 0,74%.
Ia menjelaskan, agak berat mencapai target tersebut jika pemerintah menerapkan PPKM atau PSBB yang diperketat. Terlebih lonjakan ini terjadi di 4 provinsi yang menopang hampir 50% PDB Indonesia, yaitu DKI Jakarta, jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
"Tapi jika pemerintah menerapkan PPKM/PSBB bahkan lockdown pengusaha pasrah dan akan menerima keputusan tersebut karena pengusaha juga menyadari bahwa ini keputusan yang sulit bagi pemerintah,” kata dia.
Pemerintah Pusat Ambil Opsi PPKM Ketat
Namun demikian, pemerintah pusat memutuskan tidak melakukan lockdown atau karantina wilayah seperti yang ramai dibicarakan publik, khsusnya di media sosial. Pemerintah lebih memilih opsi PPKM mikro yang diperkatat dan berlaku mulai hari ini, Selasa (22/6/2021) hingga 5 Juli mendatang.
Hal tersebut ditetapkan Presiden Jokowi bersama jajaran dalam rapat terbatas tentang penanganan COVID-19 yang digelar secara daring, Senin (21/6/2021).
"Terkait dengan penebalan atau penguatan PPKM mikro, arahan Bapak Presiden tadi untuk melakukan penyesuaian, jadi ini akan berlaku mulai besok tanggal 22 sampai 5 Juli, 2 minggu ke depan. Bahwa beberapa penguatan PPKM mikro nanti akan dituangkan dalam instruksi Mendagri," kata Menko Perekonomian Airlangga Hartarto secara daring, Senin (21/6/2021).
Beberapa aturan PPKM yang diperkatat, antara lain:
Pertama, pemerintah melarang kembali pelaksanaan sekolah secara tatap muka. Pemerintah kembali menerapkan sekolah daring untuk daerah zona merah dan zona lain sesuai peraturan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi.
Kedua, pemerintah menutup kembali kegiatan keagamaan hingga situasi dinyatakan aman. Kegiatan di ruang terbuka, fasilitas umum atau ruang publik pun ditutup di zona merah hingga situasi aman.
Ketiga, pemerintah melarang segala kegiatan seni-budaya yang menimbulkan kerumunan di zona merah. Pemerintah hanya memberikan kelonggaran dengan izin dibuka 25 persen untuk zona lain dengan penerapan protokol kesehatan terbatas. Pemerintah pun melarang kegiatan hajatan masih dibolehkan dengan catatan tanpa makan di lokasi.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Abdul Aziz