tirto.id - Presiden Joko Widodo menyambangi Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara pada 10 Juni 2021. Kedatangan Jokowi ke Pelindo II ini meninjau vaksinasi massal yang menargetkan 1.500 orang. Sebagai pelabuhan terbesar di Tanah Air, tingkat mobilitas dan interaksi di pelabuhan itu sangat tinggi, begitu juga dengan risiko penularan COVID-19 yang sebulan terakhir ini naik drastis.
Namun tak hanya ancaman COVID-19, ketika Presiden Jokowi berdialog dengan sopir kontainer peti kemas, ada sopir yang mengeluhkan perihal pungutan liar dan premanisme di kawasan pelabuhan yang menargetkan para sopir.
“Begitu keadaan macet, ada yang dinaiki mobilnya [oleh preman]. Naik ke atas mobil bawa celurit atau nodong, itu enggak ada yang berani menolong, Pak. Padahal itu depan, belakang, samping, kanan kendaraan semua, dan itu orang semua. Sangat memprihatinkan,” kata Agung Kurniawan, seorang sopir kontainer.
Bahkan sopir-sopir yang melihat hal tersebut tak berani membantu lantaran takut diserang balik oleh preman. Kemacetan juga terjadi di sana, yang menyebabkan preman berani beraksi. Selain itu, ada pungli di sejumlah depo kontainer demi mempercepat proses waktu peti kemas dibongkar dan dimuat dari kapal dan akan ditimbun di Tempat Penimbunan Sementara (dwelling time).
Pemungut liar adalah karyawan depo, aku Abdul Hakim, seorang sopir kontainer yang juga menjadi korban pungutan. Bila sopir tak memberikan uang, maka pihak depo akan memperlambat proses bongkar-muat itu.
Jokowi lantas menelepon Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo. Ia menceritakan keresahan sopir dan meminta agar praktik premanisme dan pungli segera diberantas. Kapolri pun segera memerintahkan jajarannya untuk langsung bergerak. Hasilnya, jajaran Polda Metro Jaya menangkap 50 preman dan pemungut liar di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok.
Pungli adalah Masalah Klasik
Persoalan pungli yang dikeluhkan para sopir kontiner bukan hal baru. Jokowi bahkan sudah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 Tahun 2016 tertanggal 20 Oktober 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar dan Menko Polhukam menerbitkan Keputusan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Nomor 78 Tahun 2016 tentang Kelompok Kerja dan Sekretariat Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar. Maka dibentuklah Satgas Saber Pungli.
Kegiatan Satgas Saber Pungli ini menyasar sejumlah sektor, yaitu: pelayanan publik, ekspor dan impor, penegakan hukum, perizinan, kepegawaian, pendidikan, pengadaan barang dan jasa, serta kegiatan pungli lainnya yang meresahkan masyarakat. Sayangnya, praktik pungli masih saja terjadi, terbaru yang dikeluhkan pada sopir kontainer di Pelabuha Tanjung Priok ke Jokowi.
Kapolri Sigit pun menindaklanjuti instruksi Jokowi. Gerak cepat Polri memberantas premanisme dan pungli diperkuat oleh Surat Telegram Nomor: ST/1251/VI/HUK.7.1/2021 tanggal 15 Juni 2021 yang dikeluarkan Kapolri. Instruksi ini guna menciptakan situasi kondusif serta memberikan rasa aman kepada pengguna jasa dan masyarakat di pelabuhan. Surat Telegram ditujukan kepada para Kapolda.
Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto menyatakan maraknya praktik premanisme dan pungutan liar di kawasan pelabuhan mendapatkan atensi dari Presiden Jokowi dan Kapolri Sigit. "Guna mendukung akselerasi pemulihan ekonomi nasional, kamtibmas harus kondusif," kata Agus, Selasa (15/6/2021).
Kini program pemulihan ekonomi nasional terus digenjot oleh pemerintah, maka aksi premanisme dan pungutan liar haram menjadi penghambat kemajuan tersebut. Bahkan Agus menegaskan “negara tidak boleh kalah dengan aksi-aksi premanisme.”
Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono menyatakan kepolisian masih berupaya menyasar premanisme. “Tetap berjalan, sekarang kami tunggu pelaporan dari Biro Operasi masing-masing Polres dan Polda yang lapor ke Mabes Polri,” kata dia, Senin (14/6/2021). Ia juga mengklaim bahwa Satgas Saber Pungli yang dibentuk pemerintah dan melibatkan lintas institusi pada 2016 tetap beroperasi.
Sejak 28 Oktober 2016 hingga 19 Oktober 2019, Satgas Saber Pungli telah menerima 37.363 aduan masyarakat. Total jumlah pengaduan tersebut terdiri dari 23.542 pengaduan melalui SMS, 6.658 melalui surat elektronik, 3.313 melalui situs, 2.390 melalui Call Center, 1.120 melalui surat, dan 340 pengaduan langsung. https://polkam.go.id/3-tahun-terbentuk-satgas-saber-pungli-telah-terima/
Satgas Saber Pungli juga telah menyosialisasikan 1.185.021 kegiatan di seluruh Indonesia, lantas 25.123 Operasi Tangkap Tangan dengan tersangka sejumlah 38.064 orang juga dilaksanakan. Dari seluruh OTT tersebut, 556 dalam proses penyelidikan atau penyidikan, P19 ada 47 perkara, P21 ada 465 perkara, penuntutan sebanyak 1 perkara, sidang ada 16 perkara, vonis sebanyak 264, dan SP3 ada 39 perkara.
Jumlah barang bukti hasil OTT di seluruh Indonesia mencapai Rp327.108.874.521. Nilai perolehan terbesar adalah oleh UPP Kalimantan Timur yakni Rp2.067.910.400 dan yang terkecil adalah UPP Kalimantan Utara senilai Rp32.140.000. Merujuk OTT ini, 297 perkara diserahkan ke instansi terkait, sementara 23.430 perkara diselesaikan lewat non-yustisi atau pembinaan.
Laporan bulanan terbaru adalah Mei 2021. Satgas Saber Pungli mendapatkan laporan masyarakat, yakni 16 aduan melalui surat elektronik, dan 2 pengaduan langsung. Per Mei itu pula, Satgas Saber Pungli berhasil menindak 529 kasus melalui OTT, dan mendapatkan 612 tersangka, dengan total barang bukti mencapai Rp198.055.848.
Telegram Kapolri saat Satgas Saber Pungli Melempem
Kinerja Satgas Saber Pungli belakangan tak segarang dan tak masif saat awal-awal dibentuk. Kini pemberantasan pungli berlanjut lagi, Polri bergerak cepat menuntaskan permasalahan yang sempat ‘diingatkan’ kembali oleh Presiden Jokowi.
Peneliti dari Institute for Security and Strategic Studies Bambang Rukminto merespons kerja cepat polisi dalam tindak pidana ini. Menurut dia Kapolri tidak bisa mengefektifkan peran Inspektur Pengawasan Umum Polri yang menjadi Ketua Pelaksana Satgas Saber Pungli sesuai Perpres 87/2016.
“Tanpa ada transparansi dan pengawasan publik yang efektif, lagi-lagi telegram Kapolri itu hanya sekedar seremonial, yang hanya kencang di awal saja dan cepat lemas lagi,” kata dia kepada Tirto, Kamis (17/6/2021).
Penyebab utama Satgas Saber Pungli melempem, kata Bambang, lantaran satuan tugas itu tidak membangun sistem pencegahan dan kontrol yang baik. Kedua, masalah visi, misi dan integritas orang-orang yang berada di dalamnya. Kalau prasyarat itu tidak terpenuhi, lanjut Bambang, jangan harap permasalahan pungli akan cepat rampung sesuai harapan publik.
“Usia Satgas Saber Pungli itu sudah 5 tahun dan presiden yang menandatangani juga masih sama. Artinya, selama 5 tahun itu pertanggungjawabannya bagaimana? Satgas Saber Pungli itu dibiayai oleh anggaran negara,” kata dia.
Sistem pencegahan dan pengawasan yang efektif dan transparan, harus dibenahi agar tim ini lebih optimal. Rakyat pun juga perlu ikut serta mengawasi Satgas, kata Bambang. Caranya: Pertama, bisa secara kelembagaan, dengan melibatkan lembaga-lembaga yang dipercaya masyarakat, bukan lembaga boneka yang seolah mewakili publik. Kedua, saat ini adalah era digitalisasi 4.0, partisipasi publik dimungkinkan karena teknologi informasi.
Artinya dengan bantuan aplikasi, publik bisa melaporkan dan memantau laporan terkait pungli dan bagaimana kemajuan tindak lanjut penanganan laporan secara terbuka. “Saat ini Satgas Saber Pungli perlu dievaluasi lagi. Bila tidak efektif sebaiknya dibubarkan saja daripada memboroskan anggaran negara, toh fungsinya juga sudah bisa diambil alih Kapolri,” tutur Bambang.
Efektifkah Satgas Saber Pungli?
Satgas Saber Pungli adalah gabungan anggota dari 9 kementerian dan lembaga. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan dan Ombudsman Republik Indonesia tergabung di dalamnya. Ketua Kelompok Hubungan Masyarakat PPATK M. Natsir Kongah menyatakan pihaknya siap turun tangan memberantas pungli.
“Bila Satgas minta bantuan, kami selalu bantu. Untuk pencegahan, kami memberikan masukan. Kami sifatnya mendukung,” kata dia kepada reporter Tirto, Kamis (17/6/2021).
Sementara itu, Ketua Ombudsman Mokhammad Najih berujar setahun setelah Satgas Saber Pungli dibentuk, lembaga yang ia pimpin tidak aktif dan keluar dari Satgas lantaran pihaknya adalah lembaga pengawas eksternal pemerintah. Informasi itu dia dapatkan dari pimpinan Ombudsman periode sebelumnya.
“Kalau kami ada di dalam (Satgas), tak bisa mengontrol. Kami dalam beberapa tahun terakhir ini tidak terlibat langsung dalam tim Satgas,” ucap dia ketika dihubungi Tirto, Minggu (20/6/2021).
Dikaitkan dengan instruksi Presiden Joko Widodo soal pemberantas pungli dan premanisme di kawasan pelabuhan, Najih berpendapat efektivitas dan keberadaan Satgas Saber Pungli dipertanyakan. Mestinya tidak perlu ada inspeksi mendadak dari kepala negara untuk mengentaskan pungli. Bisa diartikan yang dilakukan polisi saat ini adalah reaktif.
“Masyarakat sudah salah kaprah (jika bergerak setelah diinstruksikan). Kalau begitu apa peran tim Saber Pungli kalau harus menunggu pejabat tertinggi yang turun? Apa gunanya dibentuk tim itu?” imbuh Najih.
Ombudsman Perwakilan pun juga mendapatkan keluhan warga bahwa Satgas Saber Pungli di daerah tak efektif, bahkan ada keluhan langsung yang ditujukan kepada Satgas, kata Najih.
Jika ada keluhan, kata dia, maka Ombudsman bisa mengoreksi Satgas Saber Pungli agar lebih maksimal dalam mengerjakan tugas. Tahun lalu, kata dia, Ombudsman berupaya merampungkan aduan publik, dengan memverifikasi dan mengidentifikasi laporan. Bila terdapat dugaan tindak kriminal, maka akan dilimpahkan ke penegak hukum.
Sedangkan jika ada mispelayanan publik, maka Ombudsman bisa mempertemukan pihak pelapor dan terlapor guna penyelesaian perkara, kata Najih.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Abdul Aziz