Menuju konten utama

Asosiasi Desak Pemerintah Cepat Serap Hasil Produksi Gula Petani

Petani gula makin menderita akibat anjloknya harga tetes tebu akibat pembebasan bea masuk impor molase.

Asosiasi Desak Pemerintah Cepat Serap Hasil Produksi Gula Petani
Pekerja menaikan tebu ke dalam truk untuk di bawa ke Pabrik Gula (PG) Mojo di kawasan Jenar, Sragen, Jawa Tengah. ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha.

tirto.id - Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) mengeluhkan upaya pemerintah yang lamban dalam menyerap hasil produksi para petani tebu rakyat yang berupa gula kristal putih (GKP) dan tetes tebu. Padahal, sejak dimulai pada Mei 2025 lalu, proses giling tebu masih berlangsung sampai saat ini. Dengan kondisi ini, GKP dan tetes tebu milik petani pun menumpuk.

“Meskipun produksi meningkat dan sudah mendekati target swasembada gula konsumsi, penyerapan pasar masih lemah. Kondisi ini dipicu oleh adanya rembesan gula rafinasi yang langsung di jual ke pasar konsumsi, sehingga hasil giling petani sulit terserap. Hampir setiap lelang gula petani sepi penawaran,” keluh Sekretaris Jenderal APTRI, Edy Sukamto, dalam keterangannya, dikutip Sabtu (20/9/2025).

Alhasil, lambannya serapan GKP ini mengakibatkan ketidakpastian harga di pasar dan juga membuat pendapatan petani anjlok. Pada saat yang sama, penderitaan petani semakin bertambah akibat anjloknya harga tetes tebu akibat pembebasan bea masuk impor molase.

Asosiasi mencatat, kini harga tetes tebu hanya berada di kisaran Rp900-Rp1.200 per kilogram (kg), dari yang pada 2024 masih di kisaran Rp2.700-Rp3.000 per kg.

“Kondisi ini menekan pendapatan petani secara signifikan. APTRI sangat mengharapkan industri pergulaan nasional menjadi lebih baik. Sehingga, persoalan-persoalan seperti ini tidak terjadi lagi di kemudian hari, dan petani memiliki kepastian dan semakin bergairah menanam tebu di musim berikutnya,” tambah Edy.

Saat ini, pemerintah hanya baru menyerap produksi gula petani melalui PT Sinergi Gula Nusantara alias Sugar Co, sub-holding PT Perkebunan Nusantara III (Persero) hingga 21.500 ton.

Selain itu, pemerintah melalui Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) juga telah menganggarkan dana sebesar Rp1,5 triliun, dengan alokasi Rp900 miliar untuk menyerap gula petani lewat SGN.

Selain itu, penyerapan produksi gula petani juga diserap oleh produsen GulaVit, PT Pesona Inti Rasa (PIR).

“PT PIR (GulaVit) melakukan penyerapan gula petani secara konsisten, sebagaimana yang dilakukan seperti bertahun-tahun sebelumnya, termasuk para pedagang yang turut melakukan penyerapan melalui lelang rutin di Jawa Timur,” jelas Edy.

Untuk meningkatkan taraf hidup petani rakyat, Edy pun meminta agar pemerintah lebih cepat dalam menyerap produksi gula petani rakyat. Apalagi, pemerintah telah berkomitmen untuk mencapai swasembada gula konsumsi di tahun depan dan secara total, termasuk gula industri dan untuk kebutuhan bioetanol pada 2028.

“Kesepakatan di Bapanas (Badan Pangan Nasional) jelas, serapan 83.000 ton tahap pertama oleh ID FOOD dan pedagang harus tuntas. Setelah itu, sisa produksi berikutnya sepenuhnya diambil pedagang. Jika ID FOOD tidak segera menuntaskan kuota Rp900 miliar untuk (menyerap) petani tebu di bawah PT SGN dalam pekan ini, maka swasembada hanya akan menjadi mimpi,” tegas Edy.

Baca juga artikel terkait PETANI TEBU atau tulisan lainnya dari Qonita Azzahra

tirto.id - Insider
Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Bayu Septianto