Menuju konten utama

Apa Saja Syarat Parpol Agar Lolos Parliamentary Threshold?

Mengenal parliamentary threshold, syarat ambang batas parpol menuju parlemen.

Apa Saja Syarat Parpol Agar Lolos Parliamentary Threshold?
Ilustrasi Caleg DPR dan DPD. tirto.id/Quita

tirto.id - Sejumlah lembaga survei telah merilis hasil quick count perolehan suara Pemilu 2024 untuk partai politik (parpol). Perkiraan perolehan suara ini yang selanjutnya menjadi prediksi parpol mana saja yang lolos ke parlemen berdasarkan ketentuan parliamentary threshold. Apa saja syarat parpol agar lolos parliamentary threshold?

Parliamentary threshold adalah regulasi mengenai ambang batas perolehan suara untuk menentukan suatu partai politik dapat masuk parlemen atau tidak. Melalui regulasi ini, akan ada parpol yang tereliminasi. Mereka tidak dapat mengirim wakilnya di parlemen karena perolehan suara tidak mencapai ambang batas.

Penentuannya berdasarkan hasil resmi Pemilu 2024 yang dirilis oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Hasil penghitungan suara Pemilu 2024 akan diumumkan setelah melewati rekapitulasi KPU. Periode rekapitulasi berlangsung lebih dari 1 bulan, tepatnya mulai 15 Februari hingga 20 Maret 2024.

Lalu, penetapan hasil pemilu dilaksanakan paling lambat 3 hari setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dibacakan, dengan catatan jika tidak terdapat permohonan perselisihan hasil Pemilu.

Syarat Partai Lolos Parliamentary Threshold

Seperti telah dijelaskan di atas, parpol bisa mengutus perwakilannya ke parlemen hanya jika mereka melewati syarat ambang batas atau parliamentary threshold.

Penentuan ambang batas pada parliamentary threshold terbaru, diatur melalui Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017. Pada Pasal 414 dinyatakan:

“Partai politik peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara paling sedikit 4% (empat persen) dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR”.

Dengan demikian, parpol peserta Pemilu 2024 yang lolos ke parlemen adalah parpol yang berhasil mengantongi suara minimal 4 persen dari suara sah nasional.

Apa Dampak Parliamentary Threshold?

Penetapan parliamentary threshold dalam pemilu memiliki beberapa dampak yang cukup dirasakan terutama oleh parpol baru atau perolehan suaranya kecil. Parpol yang tidak cukup perolehan suaranya dalam pemilu tidak bisa mengirim wakilnya sebagai anggota legislatif di parlemen.

Selain itu, kebijakan parliamentary threshold adalah cara cepat untuk mengurangi jumlah partai yang bisa masuk parlemen. Keberagaman parpol di parlemen juga akan semakin merosot.

Penentuan ambang batas yang semakin tinggi persentasenya, membuat parpol yang memiliki perolehan suara sedikit akan tersingkir.

Efeknya pun merembet pada suara sah di pemilu yang menjadi "suara terbuang (wasted votes)" karena parpol yang dipilih tidak lolos parliamentary threshold.

Dalam sistem pemilu di Indonesia, perubahan pada persentase parliamentary threshold setidaknya sudah beberapa kali dilakukan. Regulasi ini diterapkan pertama kali pada Pemilu 2009 melalui UU Nomor 10 tahun 2008 yang menentukan parliamentary threshold berada di angka 2,5 persen.

Kebijakan parliamentary threshold direvisi melalui UU Nomor 8 tahun 2012 untuk kebutuhan Pemilu 2014. Saat itu persentase parliamentary threshold naik 1 persen menjadi 3,5 persen.

Revisi terakhir dilakukan melalui UU Nomor 7 tahun 2017 yang disahkan menjelang Pemilu 2019. Ambang batas perolehan suara parpol naik 0,5 persen, dari 3,5 persen menjadi 4 persen.

Tujuan Parliamentary Threshold

Parliamentary threshold memiliki tujuan positif saat penerapannya adil. Okta Yuda Adiwira melalui studinya berjudul "Implikasi Parliamentary Threshold terhadap Sistem Kepartaian di Indonesia" dipublikasikan dalam Jurnal Sol Justicia Vol. 3 No.2 (2020) menyebutkan, penerapan parliamentary threshold pada sistem politik di Indonesia bertujuan untuk menghadirkan adanya penyederhanaan.

Penyederhanaan tersebut mengenai jumlah parpol di parlemen yang diharapkan dapat memberikan kontribusi lebih baik pada perkembangan politik nasional. Kebijakan penyederhanaan parpol dinilai mempermudah tata kelola politik di parlemen serta meningkatkan efektivitas dan efisiensi proses demokrasi dan politik, baik di parlemen dan pemerintahan.

Dengan demikian, penyederhanaan parpol menjadi solusi alternatif meningkatkan kualitas demokrasi dan stabilitas pemerintahan. Harapannya, hal tersebut memiliki kebaikan untuk menyejahterakan rakyat.

Hanya saja, pembahasan parliamentary threshold akan selalu berada di ranah perdebatan. Perdebatan paling panas terkait nilai persentase yang dianggap adil dalam penerapan ambang batas.

Sunny Ummul Firdaus dalam Jurnal Konstitusi, Volume 8, Nomor 2 (2010) menjelaskan, ketentuan parliamentary threshold di masing-masing negara umumnya dipengaruhi oleh keberadaan kultural dan historis.

Besaran persentase parliamentary threshold tidak ada patokan resmi dan tiap negara yang menerapkannya mempunyai variabelnya masing-masing. Semua terkait hal ini menjadi kebebasan mutlak setiap negara.

Baca juga artikel terkait PARLIAMENTARY THRESHOLD atau tulisan lainnya dari Ilham Choirul Anwar

tirto.id - Politik
Kontributor: Ilham Choirul Anwar
Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Balqis Fallahnda & Iswara N Raditya