Menuju konten utama

Pansus Pemilu: Ada Perbedaan Soal Parliamentary Threshold

Masih ada perbedaan opini soal penentuan ambang batas parpol yang boleh menjadi anggota DPR RI atau parliamentary threshold. Sejumlah fraksi ingin meningkatkan ambang batas menjadi 5-10 persen sementara yang lain menginginkan nol persen.

Pansus Pemilu: Ada Perbedaan Soal Parliamentary Threshold
Ketua Pansus RUU Penyelenggaraan Pemilu Lukman Edy. ANTARA FOTO/Ismar Patrizki.

tirto.id - Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilu mengakui adanya perbedaan pendapat di masing-masing fraksi terkait ambang batas parlemen atau parliamentary threshold. Tak hanya itu, perbedaan pendapat juga muncul dalam penentuan ambang batas partai politik yang boleh mengajukan calon presiden dan wakil presiden di pemilu tahun 2019 atau presidensial threshold.

"Sebenarnya ada dua isu tentang ambang batas dalam RUU ini, yang pertama adalah ambang batas partai politik yang boleh menjadi anggota DPR RI, dan yang kedua adalah ambang batas partai politik boleh mengusulkan calon presiden dan wakil presiden," kata Ketua Pansus Lukman Edy. di Jakarta, seperti dikutip Antara, Senin (16/1/2017).

Dia menjelaskan dalam draf RUU Pemilu yang diajukan pemerintah, parliamentary threshold" diusulkan 3,5 persen sama seperti pemilu ditahun 2014. Sementara itu, untuk "presidential threshold" menurut dia, juga diusulkan oleh pemerintah tidak ada perubahan yaitu 20 persen dari jumlah kursi di DPR dan atau 25 persen dari jumlah perolehan suara di pemilu.

"Untuk parliamentary threshold ada keinginan fraksi-fraksi di DPR untuk ditingkatkan menjadi 5 hingga 10 persen, dengan alasan untuk konsolidasi demokrasi dengan pendekatan penyederhanaan partai, namun ada juga yang mengusulkan untuk diturunkan menjadi nol persen, dengan alasan agar tidak ada suara rakyat yang terbuang percuma tanpa menghasilkan kursi di DPR," ujarnya.

Untuk presidential threshold menurut politisi PKB itu, aspirasi dari fraksi-fraksi beragam, ada yang setuju dengan usulan pemerintah di angka 20 persen hingga 25 persen, dengan alasan agar hubungan presiden dengan DPR tetap terjalin harmonis sebagai syarat efektifnya jalannya pemerintahan.

Namun dia mengatakan, banyak juga fraksi-fraksi yang mengusulkan diturunkan menjadi nol persen dengan alasan konstitusional pascakeputusan MK soal keserentakan pileg dan pilpres dalam waktu yang bersamaan.

"Lalu alasan membuka ruang publik yang luas untuk munculnya banyak calon presiden sehingga rakyat leluasa memilih siapa yang layak menjadi presiden," katanya.

Dia menilai apabila RUU Penyelenggaran Pemilu diputuskan menggunakan presidential threshold nol persen maka Pemilu 2019 akan dinamis dan menjadi lebih menarik.

Hal itu menurut dia karena akan banyak kontestasi calon presidennya, yang pada akhirnya skenario pilpres tahun 2019 nanti akan sangat berbeda dibanding tahun 2014.

Ia menegaskan, apapun yang akan dipilih nanti, mudah-mudahan bagian dari konsolidasi demokrasi kita menuju demokrasi yang ideal.

Baca juga artikel terkait HARD NEWS atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Politik
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari