tirto.id - Aktivis Greenpeace Indonesia dan warga menolak hilirisasi nikel yang ada di di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya. Mereka menyampaikan pendapat mereka dalam aksi protes yang dilakukan saat konferensi Indonesia Critical Minerals Conference di Hotel Pullman Jakarta Central Park, Jakarta Barat, Selasa (3/6/2025). Sebenarnya apa itu hilirisasi nikel dan kenapa ditolak?
Berdasarkan laman resmi Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), hilirisasi adalah proses pengolahan bahan mentah menjadi produk setengah jadi atau produk jadi dengan nilai tambah lebih tinggi. Proses ini dapat meningkatkan nilai jual komoditas dan memperkuat ekonomi nasional.
Apa itu Hilirisasi Nikel?
Merujuk pada penjelasan di atas, hilirisasi nikel adalah proses pengolahan bahan mentah nikel menjadi produk setengah jadi untuk memberi nilai tambah lebih tinggi.
Indonesia adalah penghasil dan eksportir bijih nikel terbesar di dunia. Bijih nikel mentah itu kemudian diekspor ke beberapa negara besar seperti China, Amerika Serikat, dan lainnya untuk diolah menjadi stainless steel dan bahan baku baterai kendaraan listrik.
Pada era kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi), mulai 2020, Indonesia telah menegaskan tidak akan mengekspor bijih nikel mentah lagi dan menggantinya dengan ekspor produk olahan seperti feronikel, nickel pig iron (NPI), Ni-matte, Mixed Hydroxide Precipitate (MHP), Mixed Sulphide Precipitate (MSP), dan stainless steel.
Tujuan Hilirisasi Nikel
Jokowi mendorong adanya hilirisasi nikel yang memiliki tujuan antara lain:
1. Meningkatkan Nilai Tambah Produk
Hilirisasi dapat meningkatkan nilai jual komoditas secara signifikan, sehingga memberikan keuntungan ekonomi yang lebih besar.2. Menciptakan Lapangan Kerja
Adanya hilirisasi akan membutuhkan tenaga kerja lebih banyak di sektor pengolahan, sehingga nantinya akan tercipta lapangan pekerjaan lagi terutama untuk warga lokal.3. Diversifikasi Ekonomi
Hilirisasi mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan mentah.4. Meningkatkan Daya Saing Global
Dengan nilai tambah, diharapkan produk hasil hilirisasi akan memiliki daya saing lebih tinggi di pasar internasional dan memperkuat posisi Indonesia di kancah global.Kenapa Hilirisasi Nikel Ditolak?
Greenpeace Indonesia melalui siaran pers menjelaskan mengapa mereka menolak dengan tegas adanya penambangan nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya akibat dari kebijakan hilirisasi nikel.
Industri nikel dianggap telah merusak lingkungan dengan membabat hutan, mencemari sumber air, sungai, laut, hingga udara. Penggunaan PLTU captive sebagai sumber energi dalam pemrosesannya juga dikatakan akan memperparah krisis iklim di Indonesia.
Penambangan nikel di kawasan Raja Ampat menurut Greenpeace juga telah membabat lebih dari 500 hektare hutan. Mereka juga mencurigai sebenarnya penambangan nikel yang dilakukan di Pulau Gag, Pulau Kawe, dan Pulau Manuran sebenarnya melanggar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil.
Tak hanya Greenpeace Indonesia yang menyampaikan kekhawatirannya terhadap keberlangsungan ekosistem di Raja Ampat jika penambangan nikel masih dilanjutkan, sejumlah organisasi pemuda adat yang tergabung dalam Aliansi Jaga Alam Raja Ampat juga menyuarakan hal yang sama.
“Ada aktivitas kapal tongkang yang hilir mudik dan ekskavator yang bekerja melakukan bisnis penambangan nikel di pulau-pulau kecil Kabupaten Raja Ampat. Ini semua harus dihentikan,” ujar Ketua Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) Moi Maya, Elon Salomo Moifilit dikutip laman Aman (2/6).
“Barisan Pemuda Adat Nusantara Moi Maya meminta dukungan semua pihak untuk mencabut izin pertambangan yang dapat merusak keindahan anekaragam hayati di Raja Ampat,” pinta Elon.
Pemerintah menampung aspirasi masyarakat tersebut. Dalam waktu dekat, perusahaan penanggung jawab penambangan nikel di kawasan Raja Ampat akan dipanggil menghadap.
Penulis: Prihatini Wahyuningtyas
Editor: Dipna Videlia Putsanra
Masuk tirto.id


































