tirto.id - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah tengah menegosiakan tarif lebih rendah dari 19 persen untuk sejumlah komoditas kepada Amerika Serikat (AS).
Ini menurutnya bisa diupayakan karena ada beberapa komoditas asal Indonesia yang tidak diproduksi di Negeri Paman Sam dan masuk dalam kategori strategis.
“Seperti kelapa sawit, kopi, kakao, produk argro dan juga produk mineral lainnya, termasuk juga komponen pesawat terbang dan juga komponen daripada produk industri di kawasan industri seperti di free trade zone. Dan itu telah dalam pembahasan dan itu dimungkinkan lebih rendah dari 19 persen dan dimungkinkan mendekati 0 persen,” ujar Airlangga dalam konferensi pers terkait Joint Statement Indonesia-AA, Kamis (24/7/2025).
Menurutnya, usulan ini muncul karena Indonesia melihat adanya praktik serupa dari Uni Eropa dalam perjanjian IEU-CEPA, yang memberikan tarif 0 persen untuk ekspor CPO dari Indonesia. Hal ini menjadi benchmark untuk negosiasi lanjutan dengan AS.
“Seperti kita ketahui bersama, Amerika juga melihat Eropa memberikan kita CPU 0 persen dalam IEU-CEPA, jadi beberapa terkait itu menjadi benchmark,” katanya.
Selain isu tarif, pembahasan dengan AS juga mencakup penyusunan protokol lintas negara (cross-border protocol) untuk tata kelola data pribadi. Airlangga menegaskan, pemerintah ingin memastikan perlindungan hukum dan keamanan digital bagi warga negara Indonesia dalam bertransaksi digital lintas negara.
“Data center itu menjadi penting. Nah inilah yang diperlukan, protokol yang kuat untuk melindungi data dalam transaksi baik itu digunakan melalui cloud computing maupun kedepannya akan semakin banyak lagi penggunaan AI. Karena AI adalah data mining,” ujarnya.
Sebagai bagian dari kerja sama digital tersebut, saat ini 12 perusahaan teknologi asal AS telah membangun dan merencanakan ekspansi pusat data (data center) di Indonesia. Di antaranya Amazon Web Services (AWS), Microsoft, Equinix, Oracle, Google Cloud, hingga GDS yang membangun AI Data Center di kawasan NOCSA Digital Park. Nilai investasi dari ekspansi sektor ini diperkirakan mencapai USD 6 miliar.
Dalam kerja sama sektor industri, Airlangga menyebut bahwa Indonesia mendorong critical mineral seperti tembaga hasil hilirisasi (katoda tembaga) dipandang sebagai produk industri, bukan komoditas mentah. Hal ini menjadi bagian dari negosiasi dagang RI-AS dan juga pembiayaan oleh US Development Finance Corporation (DFC) terhadap ekosistem mineral kritis di Indonesia.
“Jadi formatnya bukan ore, tapi sebagai industrial product dan ini sudah dilakukan oleh Amerika sejak tahun 1967. Oleh karena itu Pak Presiden Amerika menyebut Indonesia kuat di copper karena itu dilakukan sejak Freeport, di mana itu berubah menjadi katoda tembaga. Nah itu yang diperdagangkan, adalah proses daripada critical mineral,” jelasnya.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Hendra Friana
Masuk tirto.id







































