Menuju konten utama

10 Tantangan Pancasila di Era Globalisasi dan Cara Menghadapinya

Tantangan Pancasila di era globalisasi kian beragam, terlebih dengan adanya perkembangan teknologi. Berikut penjelasan lengkap dan cara menghadapinya.

10 Tantangan Pancasila di Era Globalisasi dan Cara Menghadapinya
Ilustrasi Globalisasi. foto/Istockphoto

tirto.id - Era globalisasi tak hanya memberikan dampak positif bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Perkembangan zaman dan teknologi di era globalisasi juga menimbulkan berbagai tantangan, khususnya terhadap nilai-nilai Pancasila.

Tantangan Pancasila di era globalisasi tentu perlu diantisipasi oleh setiap lapisan masyarakat. Setiap orang perlu memahami cara menghadapi tantangan Pancasila di era globalisasi.

Secara definitif, menurut Bapak Sosiologi Indonesia, Selo Soemardjan, globalisasi adalah terbentuknya komunikasi dan organisasi antar-masyarakat yang berbeda di seluruh dunia dengan tujuan sama.

Globalisasi membuat batas-batas antarnegara menjadi pudar. Hal ini membuat pertukaran informasi antar-individu dan kelompok secara global menjadi lebih bebas, bahkan tidak terbatas.

Kondisi semacam ini tentu menguntungkan dari banyak hal, khususnya dari pendidikan, perkembangan teknologi, dan ekonomi. Jika tidak diwaspadai, globalisasi bisa melunturkan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh suatu negara.

Apa Tantangan Penerapan Pancasila pada Era globalisasi?

Globalisasi dapat menimbulkan berbagai tantangan pada penerapan nilai-nilai Pancasila. Menurut Machmudi dan Dahliyana dalam Pendidikan dan Pembinaan Ideologi Pancasila (2022), terdapat tujuh tantangan Pancasila di era globalisasi. Tantangan tersebut berkaitan dengan meningkatnya individualisme, kosmopolitanisme, hingga radikalisme.

Selain tujuh hal yang disebutkan Machmudi dan Dahliyana, ada banyak tantangan penerapan Pancasila pada era globalisasi. Berikut ini 10 tantangan Pancasila di era globalisasi:

1. Menguatnya individualisme

Individualisme adalah paham yang mementingkan hak individu atau perseorangan, mengesampingkan hak masyarakat umum.

Pada era globalisasi paham-paham terkait individualisme semakin meningkat. Hal ini seiring dengan meningkatnya kemudahan pemenuhan kebutuhan yang tak lagi harus dilakukan secara fisik.

Sebagai contoh, dewasa ini bekerja, berbelanja, bahkan bersekolah sudah marak dilakukan secara virtual tanpa interaksi manusia secara fisik. Kondisi semacam ini semakin memperkuat paham individualisme.

Paham individualisme sendiri bisa jadi melunturkan nilai-nilai Pancasila menganut keyakinan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Hal ini tertuang dalam sila kedua tentang kemanusiaan dan sila ketiga tentang kebangsaan.

Jika dibiarkan terus berlanjut, nilai-nilai sosial dalam Pancasila itu akan luntur seiring dengan meningkatnya individualisme akibat globalisasi.

2. Maraknya kosmopolitanisme

Kosmopolitanisme adalah paham yang menganggap bahwa seluruh manusia merupakan anggota dari komunitas global. Paham ini memberi dampak positif untuk menekan diskriminasi dan isu rasial.

Sayangnya, paham kosmopolitanisme yang kuat juga bisa melemahkan identitas dan solidaritas kebangsaan. Padahal sikap solidaritas dan rasa kebersamaan sebagai satu bangsa Indonesia adalah salah satu nilai yang dijunjung tinggi dalam Pancasila.

Bahkan pada kasus ekstrem, kosmopolitanisme menyebabkan masyarakat ingin identitas mereka sebagai warga negara atau bangsa dihilangkan. Hal ini tentu berisiko menimbulkan masalah keamanan dan masalah sosial lainnya.

3. Meningkatnya fundamentalisme pasar

Fundamentalisme pasar adalah gagasan bahwa mekanisme pasar, yaitu transaksi jual-beli, bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan saja. Gagasan ini menilai bahwa mekanisme pasar adalah satu-satunya prinsip yang bisa mengendalikan kehidupan bermasyarakat.

Sisi baiknya, fundamentalisme pasar dapat meningkatkan kemajuan ekonomi individu atau kelompok. Sayangnya, fundamentalisme pasar juga membuat masyarakat terus menerus mengejar keuntungan.

Demi mengejar keuntungan tersebut, penganut fundamentalisme pasar akan melakukan apapun, termasuk merebut hak orang lain.

Dengan kata lain, orang menjadi tak peduli dengan nilai-nilai yang dijunjung tinggi dalam Pancasila. Ini termasuk nilai ketuhanan, kemanusiaan, demokrasi dan keadilan sosial yang dijunjung pada Pancasila.

4. Meningkatnya dominasi sistem hukum modern

Tantangan Pancasila di era globalisasi lainnya adalah meluasnya pandangan tentang hukum modern. Hal ini menyebabkan masyarakat mulai melirik sistem hukum modern sebagai salah satu landasan pembuat keputusan.

Sistem hukum modern yang dimaksud termasuk sistem hukum bangsa Barat yang erat kaitannya dengan kebebasan individu. Di satu sisi, hal ini bisa membuka banyak potensi di berbagai bidang, termasuk ekonomi dan teknologi.

Namun, pada banyak kasus sistem hukum modern cenderung mendukung fundamental pasar dan individualisme. Jika terus menerus dirujuk sebagai landasan, maka sistem hukum modern bisa-bisa menggeser sistem hukum kerakyatan yang ada di Indonesia.

Jika terus menerus dibiarkan, maka kesenjangan ekonomi dan sosial dapat semakin tinggi.

5. Maraknya radikalisme dan ekstremis

Masifnya pertukaran informasi selama era globalisasi ikut menjembatani penyebaran ideologi radikal dan ekstremis. Seperti yang diketahui, radikalisme, dan ekstremisme adalah dua hal yang bertentangan dengan Pancasila.

Keduanya membuat individu atau kelompok menjadi condong terhadap paham tertentu sehingga memaksa orang lain untuk setuju dengan mereka. Ini tentu bertentagan dengan sila kedua tentang kemanusiaaan dan sila ketiga tentang keadilan sosial.

6. Maraknya intoleransi

Intoleransi adalah sikap yang tidak memiliki tenggang rasa atau toleransi. Dikutip dari situs web resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, intoleransi dapat muncul sebagai diskriminasi, seksisme, dan rasisme.

Intoleransi dapat dipicu oleh ketidaksiapan masyarakat dalam menerima perubahan atau perbedaan. Pada era globalisasi, berbagai informasi tentang budaya, ideologi, nilai-nilai, dan agama, dapat terekspos ke seluruh dunia.

Sayangnya, tidak semua orang bisa menerima perbedaan tersebut. Akibatnya, orang yang intoleran cenderung melakukan tindakan diskriminatif terhadap perbedaan baik secara sadar maupun tidak.

Perilaku diskriminatif sendiri bertentangan dengan sila kedua Pancasila terkait kemanusiaan yang adil dan beradab.

7. Mengabaikan Pancasila sebagai objek ilmu pengetahuan

Pancasila adalah ideologi yang mempersatukan seluruh bangsa Indonesia. Pancasila tentunya bisa dijadikan sebagai objek ilmu pengetahuan di dunia pendidikan Indonesia.

Sayangnya, di era globalisasi ada banyak objek ilmu pengetahuan lain yang dinilai lebih penting untuk dipelajari dari pada Pancasila. Akibatnya, banyak institusi pendidikan yang cenderung mengabaikan Pancasila sebagai objek ilmu pengetahuan.

Padahal, nilai-nilai Pancasila penting untuk dipelajari sebagai pedoman menjadi bangsa Indonesia yang baik. Jika hal ini terus terjadi, nilai-nilai Pancasila akan semakin terkikis di kalangan para pelajar.

8. Kemiskinan

Di era globalisasi, terlebih di iklim pasar bebas, orang dengan bebas memperkaya diri sesuai kemampuan mereka. Orang-orang yang punya privilese punya peluang besar dalam upaya menyejahterakan dirinya.

Namun, kalangan menengah ke bawah yang tidak punya privilese akan semakin sulit menjangkau kesejahteraan ekonomi. Selain faktor pendidikan yang tidak merata, kebijakan yang tidak adil juga memengaruhi kemiskinan kalangan bawah. Hal itu menjadi tantangan tersendiri bagi nilai-nilai Pancasila, terutama sila ke-5, yang menyebutkan, "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia."

9. Konflik sosial

Konflik sosial di era globalisasi juga menjadi tantangan berat bagi Pancasila. Konflik tersebut bisa terjadi karena banyak hal seperti protes masyarakat terkait kebijakan, ketidakadilan dari pemerintah terhadap rakyatnya, dan lain sebagainya.

Konflik tersebut semakin banyak terjadi, apalagi berkaitan dengan hajat hidup masyarakat kecil. Pancasila ditantang menyelesaikan masalah tersebut, khususnya yang berkaitan dengan persatuan dan keadilan. Terlebih, dalam sila ke-2 disebutkan, "Kemanusiaan yang adil dan beradab."

10. Ujaran kebencian

Di era globalisasi yang sarat akan perkembangan teknologi, ujaran kebencian marak ditemukan, terutama di media sosial. Kebebasan berpendapat, yang seharusnya mengarah ke debat logis, berubah menjadi lontaran ejekan yang berdasarkan subjektivitas.

Ujaran kebencian tersebut berisiko menimbulkan perpecahan antarmasyarakat. Itu menjadi tantangan berat bagi Pancasila untuk tetap bersatu, selaras dengan sila ke-3, "Persatuan Indonesia."

Cara Menghadapi Tantangan Pancasila di Era globalisasi

Cara yang bisa dilakukan untuk menghadapi tantangan Pancasila di era globalisasi adalah mempertahankan dan memperkuat penerapan nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi bangsa.

Menurut Paristiyanti Nurwardani, dkk., dalam Pendidikan Pancasila untuk Perguruan Tinggi (2016), upaya mempertahankan Pancasila di era globalisasi salah satunya tertuang dalam Pasal 32 Undang-undang Dasar 1945.

Berdasarkan pasal tersebut, disebutkan bahwa pemerintah harus memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa.

Perlu diketahui, bahwa upaya menghadapi tantangan Pancasila ini berlaku untuk semua lapisan masyarakat. Artinya, baik pemerintah, masyarakat, maupun organisasi sosial lainnya harus berkolaborasi untuk menghadapi tantangan.

Berikut beberapa cara menghadapi tantangan Pancasila di era globalisasi yang bisa dilakukan bersama:

  1. Menanamkan nilai-nilai Pancasila di setiap aspek pendidikan di berbagai jenjang.
  2. Menetapkan regulasi yang mendukung nilai Pancasila, misalnya kebijakan menghapus monopoli pasar.
  3. Mempromosikan sikap cinta tanah air dan bangsa dengan menunjukkan kekayaan dalam negeri, baik dari budaya, teknologi, dan sumber daya alam.
  4. Mengidentifikasi kebenaran informasi sebelum mempercayai atau menyebarkannya.
  5. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mengambil keputusan dan menjunjung tinggi demokrasi.
  6. Berinvestasi di sektor pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan lingkungan untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu bersaing di era globalisasi.
  7. Mengutamakan keberlanjutan lingkungan dan memastikan kegiatan ekonomi tidak merusak lingkungan.
  8. Menyusun regulasi yang adil dan tidak menyengsarakan rakyat, sesuai sila ke-5, "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia."
  9. Membekali anak-anak dengan nilai-nilai Pancasila sehingga bisa menjadikannya bekal di era globalisasi.

Baca juga artikel terkait PANCASILA atau tulisan lainnya dari Yonada Nancy

tirto.id - Pendidikan
Penulis: Yonada Nancy
Editor: Fadli Nasrudin