Menuju konten utama
Komnas HAM:

Warga Dibayar TNI Rp150 Ribu/Hari Musnahkan Amunisi di Garut

Komnas HAM juga menemukan fakta bahwa pekerja tidak dibekali dengan peralatan khusus dalam memusnahkan amunisi di Garut.

Warga Dibayar TNI Rp150 Ribu/Hari Musnahkan Amunisi di Garut
Keluarga korban ledakan pemusnahan amunisi menunggu pemulangan jenazah di RSUD Pameungpeuk, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Selasa (13/5/2025). Hingga Senin pukul 12.00 WIB, tim DVI Biddokkes Polda Jabar masih mengidentifikasi korban ledakan dan akan dipulangkan kepada keluarga setelah proses identifikasi selesai. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/rwa.

tirto.id - Komnas HAM mengungkap temuan soal pelibatan warga sipil dalam proses pemusnahan amunisi tidak layak yang meledak di Garut, Jawa Barat. Sebanyak 21 orang warga diketahui ikut bekerja membantu proses pemusnahan amunisi milik TNI dengan upah rata-rata sebesar Rp150.000 per hari.

“Pada peristiwa tanggal 12 Mei 2025 sejumlah 21 orang dipekerjakan untuk membantu proses pemusnahan amunisi apkir TNI dengan upah rata-rata Rp. 150.000/hari,” ujar Anggota Komnas HAM, Uli Parulian Sihombing, dalam konferensi pers di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, pada Jumat (23/5/2025).

Uli mengatakan para pekerja tersebut terkoordinir di bawah seorang bernama Rustiawan yang sudah memiliki pengalaman lebih dari 10 tahun bekerja dalam proses pemusnahan amunisi baik dengan pihak TNI maupun Polri. Para pekerja juga, kata dia, diajarkan atau belajar secara otodidak meski tanpa pelatihan resmi.

“Para pekerja diajarkan/belajar secara otodidak bertahun-tahun, tidak melalui proses pendidikan/pelatihan yang tersertifikasi,” ujarnya.

Selain itu, Komnas HAM juga menemukan fakta bahwa pekerja tidak dibekali dengan peralatan khusus atau alat pelindung diri dalam melaksanakan pekerjaanya.

Uli mengatakan pekerja sipil atau pekerja harian lepas juga ternyata memiliki peran dan tugas masing-masing dalam proses pemusnahan tersebut. Adapun di antaranya ada yang berperan sebagai supir truk, penggali lubang, hingga pembongkar amunisi dan juru masak.

“Beberapa orang pekerja senior bahkan pernah melakukan pekerjaan tersebut hingga ke berbagai daerah di Indonesia seperti Makassar dan Maluku,” ujar Uli.

Merujuk pada pedoman Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Uli menyebut bahwa pelibatan sipil dalam pemusnahan amunisi memang diperbolehkan, tetapi harus dilakukan oleh tenaga yang memiliki kompetensi atau keahlian teknis khusus. Dalam kasus di Garut, dia menyebut syarat itu tidak terpenuhi.

“Pedoman PBB terkait keterlibatan sipil dalam urusan penanganan dan pemusnahan amunisi memang memberikan ruang pelibatan pihak lain dalam kegiatan sejenis dengan pemusnahan amunisi, tetapi dengan syarat keahlian spesifik/kompetensi tertentu,” katanya.

Oleh karena itu, Komnas HAM mendorong evaluasi menyeluruh terhadap praktik pelibatan warga dalam pekerjaan berisiko tinggi itu. Uli juga meminta agar masyarakat ke depannya tidak terlibat lagi dalam kegiatan militer karena berisiko terhadap keselamatan diri.

“Tanpa adanya keahlian khusus yang tersertifikasi dan jaminan perlindungan diri dalam kegiatan dimaksud, terutama yang berhubungan dengan alutsista militer,” tutup Uli.

Baca juga artikel terkait LEDAKAN AMUNISI GARUT atau tulisan lainnya dari Rahma Dwi Safitri

tirto.id - Flash News
Reporter: Rahma Dwi Safitri
Penulis: Rahma Dwi Safitri
Editor: Bayu Septianto