tirto.id - Sejumlah permasalahan masih mengemuka dalam proses penyelenggaraan Pemilu 2024. Penyelenggara pemilu diminta serius membenahi persoalan yang berpotensi membuat pesta demokrasi lima tahunan negeri ini terancam. Kurang dari 40 hari menuju hari pencoblosan, sejumlah pihak meminta penyelenggara mampu menghadirkan pemilu yang lebih baik dari periode sebelumnya.
Anggota Komisi II DPR RI, Guspardi Gaus, menyatakan penyelenggara pemilu tidak bisa terus memberikan alasan bahwa faktor kelalaian sumber daya manusia (human error) menjadi penyebab persoalan proses pemilu. Guspardi mendapatkan laporan, sejumlah daerah menerima surat suara yang rusak serta ada pula yang sampai ke daerah tujuan yang berbeda.
“Kita pemilu bukan kali ini, ini sudah lima tahunan dan sudah konvensi kesepakatan maka seharusnya makin lama makin baik dan menuju arah kesempurnaan dalam berbagai sektor,” kata Guspardi dihubungi reporter Tirto, Rabu (10/1/2024).
Menurut dia, Komisi Pemilihan Umum (KPU) perlu mengevaluasi kerja sama dengan mitra atau pihak ketiga yang bermasalah. Adapun koordinasi dengan KPU di daerah perlu dilakukan dengan baik dan otoritas yang jelas.
“Kehati-hatian ini, jangan terulang lagi dan tidak alasan lagi tidak ada, jangan alasan human error,” sambung Guspardi.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebelumnya menemukan masalah pada pengadaan dan pendistribusian logistik Pemilu 2024 yang dilakukan KPU. Bawaslu mendapati kotak suara rusak di 177 kabupaten/kota saat periode pendistribusian logistik Pemilu Tahap I (13 September-11 November 2023).
Selain itu, ditemukan bilik suara rusak di 61 kabupaten/kota. Ditambah, ada temuan tinta rusak di 124 kabupaten/kota, serta segel yang rusak di 30 kabupaten/kota.
“Selanjutnya, ada kesalahan tempat tujuan distribusi logistik tahap I yang terjadi di 10 kabupaten/kota,” kata Anggota Bawaslu, Herwyn JH Malonda, jumpa pers di Bawaslu RI, Senin (8/1/2024).
Menurut Herwyn, Bawaslu mengalami kesulitan memaksimalkan pengawasan pada distribusi logistik tahap I karena KPU tidak memberikan akses pada akun Sistem Informasi Logistik (Silog). Tak hanya itu, KPU juga tidak memberikan informasi yang jelas tentang jadwal distribusi logistik.
Dia menambahkan, untuk periode distribusi logistik tahap II (15 November 2023-14 Januari 2024), Bawaslu mencatat persebaran surat suara rusak di 127 kabupaten/kota. Masalah lainnya, masih ada 61 kabupaten/kota yang surat suaranya belum sesuai dengan jumlah seharusnya.
Selain itu, terdapat masalah pada proses pengawasan distribusi logistik tahap II, seperti Bawaslu Provinsi Jambi yang dihalang-halangi dalam pengawasan langsung. Herwyn menyebut, surat suara rusak juga ditemukan di Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, dan Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah.
“Pembongkaran logistik [dilakukan] di gudang yang tidak resmi di Kabupaten Gunungsitoli, Provinsi Sumatera Utara,” ucap Herwyn.
Ketidakselarasan tugas penyelenggara pemilu di lapangan sangat disayangkan. Pasalnya, hal ini dapat berdampak pada penyelenggaraan kontestasi pemilu yang jujur, adil, dan transparan. Fungsi pengawasan yang dilakukan oleh Bawaslu, harus didukung KPU agar proses pemilu tidak berjalan serampangan.
Di sisi lain, Bawaslu diharapkan mampu menjalankan tugas dengan tajam tanpa tebang pilih. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Anggota Komisi II DPR lainnya, Mardani Ali Sera.
“KPU dan Bawaslu harus transparan dan akuntabel sehingga tidak ada keraguan serta profesional dan berintegritas,” kata Mardani dihubungi reporter Tirto, Rabu (10/1/2024).
Selain itu, dengan masih adanya agenda debat Pilpres 2024, penyelenggara pemilu perlu mengawasi proses ini dengan ketat. Agenda tersebut, kata Mardani, akan menimbulkan persaingan yang tajam bahkan sampai di luar gelanggang debat.
“Pertarungan kian runcing, cerita debat kian banyak eksesnya. Jangan sampai KPU dan Bawaslu blunder dan membuat kesalahan, karena kesalahan sekecil apa pun berbahaya,” tambah Mardani.
Memengaruhi Legitimasi Pemilu
Pakar Kepemiluan dan Hukum dari Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini, menyatakan netralitas dan profesionalitas penyelenggara akan sangat memengaruhi kepercayaan publik, dan juga pengakuan atas legitimasi hasil pemilu. Ditambah, hal tersebut juga mempengaruhi persepsi terhadap kredibilitas proses pemilu yang berlangsung.
“Ketidakcakapan penyelenggara pemilu akan sangat mudah memicu spekulasi dan kontroversi yang dikaitkan dengan kecurangan dan legitimasi pemilu,” kata Titi kepada reporter Tirto, Rabu (10/1/2024).
Ditambah, kata dia, apabila pengawas yang seharusnya mengawasi dan melakukan penegakan atas pelanggaran pemilu justru melempem. Hal tersebut akan rentan memicu konflik dan ketidakpuasan publik serta mendegradasi penerimaan masyarakat atas pemerintahan yang terbentuk pascapemilu.
“Pemerintahan hasil pemilu bisa terus mendapat rongrongan dari pihak yang tidak puas karena dianggap produk dari proses yang curang dan tidak kredibel,” ujar Titi.
Jelang pemungutan suara, kata Titi, persoalan yang perlu mendapatkan perhatian antara lain soal kepastian distribusi logistik pemilu. Distribusi logistik harus tepat waktu sesuai dengan kebutuhan di masing-masing tingkatan penyelenggara pemilu.
“Masalah dalam penyediaan logistik pemilu bisa memicu konflik dan tuduhan kecurangan pada KPU. Oleh karena itu jangan bermain-main dengan logistik pemilu,” tambah dia.
Menurut Titi, KPU dan Bawaslu sejatinya adalah satu kesatuan fungsi penyelenggaraan pemilu. Oleh karenanya, penting untuk membangun sinergi dalam konteks tugas dan kewenangannya masing-masing. Maka, jika publik melihat dua lembaga ini punya persepsi dan tafsir yang tidak sama atas aturan yang berlaku, tentu bisa membingungkan dan membuat timbulnya keraguan soal kepastian hukum dalam pemilu.
“Forum-forum koordinasi dan sinergi itu harus diintensifkan tanpa kemudian terjebak pada penundukan satu sama lain jadi kemandirian KPU juga tetap harus terjaga demikian pula Bawaslu,” ungkap Titi.
Sementara itu, Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Ihsan Maulana, menyatakan bahwa KPU dan Bawaslu perlu bersiap dan menyusun mitigasi risiko untuk menghindari kesalahan berulang. Jelang pencoblosan, kata Ihsan, permasalahan yang dihadapi penyelenggara akan semakin banyak.
“Di tahapan masa tenang untuk politik uang dan kampanye di masa tenang juga kerap kali mendominasi. Titik krusial akan ada pada tahapan pungut, hitung, dan rekap di mana potensi terjadinya jual beli suara hingga kecurangan terkait suara sering terjadi,” kata Ihsan kepada reporter Tirto.
Ihsan menambahkan, KPU dan Bawaslu masih seringkali berbeda pandangan hingga saat ini. Menurut dia, sebagai satu kesatuan penyelenggara pemilu, perbedaan dan tendensi sikap saling bertolak seharusnya tidak terjadi pada hal-hal yang sudah jelas diatur di dalam UU Pemilu.
“Jika penyelenggara pemilu tidak membenahi dan serius menindaklanjuti laporan atau temuan yang ada, ini bisa berdampak pada minimnya angka partisipasi dan penerimaan publik terhadap hasil pemilu,” tutur Ihsan.
Hindari Krisis Kepercayaan
Koordinator bidang hukum dan advokasi di Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Romi Maulana, mengatakan bahwa 2024 merupakan tahun yang sangat melelahkan bagi KPU dan Bawaslu. Karena selain adanya pemilu, juga akan diselenggarakannya pilkada serentak.
Maka, kata dia, penting bagi penyelenggara pemilu untuk menghindari adanya krisis kepercayaan dari masyarakat saat ini. Karena hal tersebut akan berdampak terhadap pelaksanaan pilkada di tahun yang sama.
“Karena legitimasi hasil pemilu dan pemilihan itu berbasis pada kepercayaan publik, khususnya pemilih,” ujar Romi kepada reporter Tirto, Rabu (10/1/2024).
Romi mengingatkan, keterbatasan akses jangan dijadikan alasan oleh Bawaslu dalam mengawasi pelaksanaan pemilu. Banyak objek pengawasan yang bisa dilakukan Bawaslu, seperti pengawasan debat kampanye dengan mendasarkan pada larangan kampanye yang diatur dalam Pasal 280 ayat (1) dan (2) UU Nomor 7 Tahun 2017.
“Misalnya dengan memastikan ada atau tidaknya penghinaan terhadap SARA peserta pemilu lain, penghasutan, dan lainnya,” terang Romi.
Di sisi lain, Romi menilai KPU perlu memastikan juga faktor di luar pelaksanaan teknis yang perlu diantisipasi seperti cuaca dan lainnya. Belum lagi dengan adanya potensi surat suara rusak yang sampai ke pemilih.
“Terkait dengan penggunaan hak pilih dan gangguan terhadap hak pilih (voter suppression) ini juga harus dapat diantisipasi,” jelas dia.
Sementara itu, KPU menepis temuan Bawaslu RI terkait masalah dalam pengadaan dan pendistribusian logistik Pemilu 2024. Komisioner KPU RI, Yulianto Sudrajat, mengatakan pihaknya perlu mengklarifikasi kepada Bawaslu perihal lokasi mana saja distribusi logistik pemilu yang bermasalah.
Sebab, klaim dia, KPU juga memiliki data. Dia mempersoalkan temuan Bawaslu perihal kesalahan tujuan distribusi logistik.
"Ditemukan berapa banyak, di tempat mana? Itu yang akan kami klarifikasi, kami ada datanya juga, kok," kata Yulianto kepada wartawan di Jakarta, Selasa (9/1/2024).
Menurut Yulianto, KPU telah melakukan penyortiran surat suara sebelum melakukan distribusi. Dia menjamin KPU bisa mengganti surat suara rusak sebagaimana temuan Bawaslu meskipun waktu pemungutan suara kurang dari 40 hari lagi.
“Ini sangat cukup, tiap hari kami sortir, data surat suara yang tidak bisa dipakai selalu masuk, selalu kita himpun dan kita masukan ke percetakan untuk gantikan gantinya,” tutur Yulianto.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Abdul Aziz