Menuju konten utama
17 Juni 1966

Tory Burch, Derap Pekerja Perempuan dari Manhattan ke Senayan

Kondisi transportasi publik di Manhattan menjadi inspirasi Tory Burch dalam mendesain sepatu bagi perempuan.

Tory Burch, Derap Pekerja Perempuan dari Manhattan ke Senayan
Header Mozaik Tory Burch. tirto.id/Tino

tirto.id - Tory Burch belakangan akrab di telinga generasi muda Indonesia, terutama mereka yang tinggal di kota-kota besar. Sepatu datar (flat shoes) dengan jenama ini seolah menjadi simbol penuh gaya bagi karyawan perempuan, terutama yang berkantor di kawasan perkantoran bergengsi, seperti misalnya di SCBD (Sudirman Central Business District) atau di Mega Kuningan, Jakarta.

Unggahan iseng “Starter pack Mbak-mbak SCBD” yang kemudian viral, membuat merek-merek dalam “starter pack” tersebut dikenal luas. Tas Michael Kors, lanyard Coach, dan sepatu Tory Burch adalah beberapa merek yang identik dengan fesyen karyawan perempuan, utamanya di SCBD.

Tory Burch adalah desainer sepatu dan CEO Tory Burch LLC, perusahaan fesyen mewah-menengah (mid-luxury) yang berbasis di Manhattan, New York, AS. Tory tentu tidak kaget ketika produknya digemari oleh para perempuan di seluruh dunia yang menyukai desain yang ia ciptakan. Tetapi ia mungkin tidak pernah menyangka bahwa sepatunya akan menjadi simbol bagi “perempuan karier muda, gaul, dan sukses” di sebuah kawasan perkantoran di Kelurahan Senayan.

Sejak muda, Tory Burch adalah pencinta fesyen, sebelum akhirnya menjelma menjadi fesyen itu sendiri. Setelah lulus dari jurusan sejarah seni Universitas Pennsylvania tahun 1988, Tory pindah ke New York dan bekerja pada seorang desainer Yugoslavia, Zoran. Kendati mengambil kuliah sejarah seni, tetapi fesyen selalu menjadi minatnya.

Ibunya, Reva Robinson, seorang pelanggan karya-karya klasik Zoran, membukakan jalan tersebut. Seperti halnya anak muda lainnya di Manhattan, Tory pun berpindah-pindah kerja, meski tetap di ranah yang sama. Dari Zoran ke Harper’s Bazaar, lalu menjadi seorang copywriter di Ralph Lauren, yang kini berada di kelas yang sama dengan bisnisnya.

Tory muda yang bekerja di media fesyen seolah dapat dibayangkan seperti Andrea Sachs, seorang asisten pemimpin redaksi majalah mode di film The Devil Wears Prada (2006) atau seperti Emily Cooper di serial Netflix, Emily in Paris. Muda, penuh gaya, dikelilingi tokoh-tokoh glamor di industri ini serta para sosialita. Kelak para kolega Tory di Ralph Lauren juga sukses membangun bisnis fesyen sendiri. Pada tahun 1995 Tory mulai bekerja untuk Vera Wang, tetapi untuk publisitasnya, bukan di bagian desain.

Tory tak berhenti memupuk mimpinya untuk menjadi desainer fesyen dan memiliki mereknya sendiri. Pada 2004 ketika usianya 38 tahun, ia memutuskan membuka gerai pertamanya di Manhattan dengan merek Tory by TRB. TRB adalah inisial namanya, yakni Tory Robinson Burch, setelah menikah dengan suami keduanya, Chris Burch.

Di hari pertama pembukaan, barang-barang di gerai Tory ludes terjual dengan nilai penjualan mencapai USD80.000 atau sekitar 1,1 miliar rupiah dengan nilai sekarang. Tunik desain Tory—terinspirasi dari koleksi ibunya—merupakan barang yang paling laris dan menjadi koleksi klasik hingga kini. Fenomena Tory Burch—yang segera menyadari bahwa Tory by TRB adalah nama yang buruk karena sulit diingat—bermula di hari ini.

Tory dan Chris Burch bahu-membahu menjalankan perusahaan baru ini. Tetapi rupanya mereka bukan pasangan yang cocok dalam bisnis dan itu memengaruhi pernikahan mereka. Pada Januari 2006, ketika penjualan produk-produk Tory kian melonjak, Tory dan Chris Burch bercerai. Tory tetap melanjutkan bisnis dan terus berekspansi dengan membuka gerai-gerai baru di luar Amerika Serikat.

Pada 2012, Tory pergi ke Paris untuk bertemu dengan para investor. Salah satu calon investor yang tertarik untuk mendanai ekspansi bisnisnya adalah sebuah perusahaan multinasional Prancis yang berfokus pada barang mewah, yaitu LVMH (Moët Hennessy Louis Vuitton). Pierre-Yves Roussel hadir dalam pertemuan tersebut mewakili LVMH. Tetapi surel Roussel yang menindaklanjuti pertemuan tersebut tidak pernah dibalas Tory.

Setahun kemudian, Tory menghubungi Roussel untuk menyampaikan bahwa dirinya dan mantan suaminya, Chris Burch, sedang dalam proses sengketa di pengadilan. Tory dan Chris belum menemui kata sepakat terkait valuasi perusahaan yang mereka bangun bersama.

Panggilan telepon Tory membangkitkan kembali minat LVMH untuk berinvestasi, sekaligus membuka peluang lain, yaitu hubungan Tory dan Pierre-Yves Roussel.

Tahun 2018, pasangan ini menikah dan di tahun berikutnya, Roussel menduduki posisi CEO di Tory Burch LLC sehingga Tory bisa lebih fokus pada kreativitas dan desain. Tory tetap mempertahankan nama belakang mantan suaminya, Burch, dalam jenama bisnisnya.

“Kehadiran Pierre-Yves telah mengubah segalanya. Dia memiliki semua pengalaman membangun brand di Eropa selama 16 tahun di LVMH,” ujar Tory tentang suami ketiganya.

Perusahaan ini tetap bertahan di masa pandemi. Salah satu kuncinya ternyata pada teknologi digital. Tory berinvestasi besar untuk teknologi digital, yang bahkan Roussel pun tercengang.

“Jumlahnya sekitar dua atau tiga kali lipat daripada yang di LVMH. Saya berasal dari perusahaan yang investasinya lebih besar untuk ekspansi gerai, sementara investasi untuk digital sangat kecil persentasenya.”

Kemampuannya menavigasi krisis dan keterbukaannya merangkul teknologi membuat bisnis Tory semakin kuat. Kini, valuasi Tory Burch LLC diperkirakan sekitar 3-4 miliar dolar AS kendati di masa pandemi harus menutup sementara lebih dari 160 gerainya di seluruh dunia.

Infografik Mozaik Tory Burch

Infografik Mozaik Tory Burch. tirto.id/Tino

Inspirasi Sepasang Sepatu

Manhattan yang sibuk dengan jaringan kereta bawah tanah berusia lebih dari satu abad banyak yang tidak dilengkapi eskalator. Perempuan karier di Manhattan membutuhkan sepatu yang nyaman tetapi tetap terlihat cantik untuk naik turun anak tangga subway.

Tory yang tinggal di Manhattan sejak lulus kuliah sangat memahami apa yang dibutuhkan para perempuan ini, yaitu sepatu ala sepatu ballerina yang elegan dan nyaman untuk berjalan kaki. Ia menamakan sepatu ikoniknya tersebut Reva, mengambil nama ibunya, Reva Robinson, yang memang senang bepergian menjelajah ke berbagai negeri.

Reva Robinson adalah inspirasinya. Sementara Tory menjadi inspirasi bagi para perempuan muda yang tengah merintis bisnisnya sendiri.

Pada pertengahan 2020, ketika pandemi mulai mendisrupsi ekonomi, Tory Burch memberikan kejutan via Zoom kepada 50 perempuan di Amerika Serikat yang berhasil lolos untuk mengikuti Tory Burch Foundation Fellows Program. Ia memberikan ucapan selamat secara pribadi kepada 50 perempuan yang sedang merintis bisnis.

Sejak didirikan pada 2015, program filantropi Tory telah menggelontorkan dana hibah edukasi bisnis untuk perempuan lebih dari 12 miliar rupiah.

Dua kali gagal dalam perkawinan, Tory yang lahir pada 17 Juni 1966, tepat hari ini 56 tahun lalu, melewati tahun-tahun sebagai orang tua tunggal sekaligus pebisnis. Di tengah pandemi, ia berhasil menjaga perusahaannya tetap eksis, sembari membantu perempuan-perempuan lain tetap bertahan lewat program kewirausahaan yang ia bangun.

Baca juga artikel terkait FESYEN atau tulisan lainnya dari Uswatul Chabibah

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Uswatul Chabibah
Penulis: Uswatul Chabibah
Editor: Irfan Teguh Pribadi