Menuju konten utama

Tarik Ulur Rencana Pemerintah Hapus Minyak Goreng Curah

YLHI menekankan agar harga minyak goreng dalam kemasan tetap terjangkau, pemerintah harus konsisten menjaga HET-nya.

Tarik Ulur Rencana Pemerintah Hapus Minyak Goreng Curah
Polisi melakukan sidak penjualan minyak goreng di kios pedagang Pasar Kreneng di Denpasar Bali, Selasa (22/3/2022). ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/foc.

tirto.id - “Nanti secara bertahap kita akan hilangkan [minyak goreng] curah menuju kemasan sederhana. Karena curah itu kurang higienis. Itu yang akan kita lakukan.”

Pernyataan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan di atas bukan hal baru. Dalam catatan redaksi, pemerintah sempat melempar wacana melarang penjualan minyak goreng curah pada 1 Januari 2022.

Kementerian Perdagangan saat itu berdalih penghapusan dilakukan karena harga minyak goreng curah cenderung sensitif. Terutama terhadap perubahan harga Crude Palm Oil (CPO) atau minyak sawit mentah yang mengikuti patokan harga internasional.

Kondisinya tentu berbeda dengan minyak kemasan yang bisa disimpan dalam jangka panjang, sehingga harganya relatif terkendali. Hal ini karena produk dikemas dan bisa disimpan serta dapat bertahan lama.

“Untuk ini, pemerintah sudah mengantisipasi dengan mewajibkan peredaran minyak goreng kemasan. Tidak diizinkan lagi mulai 1 Januari 2022 minyak goreng diedarkan dalam keadaan curah,” kata Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Oke Nurwan, dalam acara webinar Indef pada 24 November 2021.

Selang sebulan rencana larangan itu dilempar ke publik, Kemendag justru menarik kembali ucapannya. Dalam konferensi pers konferensi pers virtual yang dilakukan pada Jumat, 10 Desember 2021, pemerintah membatalkan rencana larangan penjualan minyak goreng curah yang tadinya akan dimulai per 1 Januari 2022.

Pembatalan ini dilakukan setelah dikaji dan ternyata menimbulkan protes dari berbagai pihak terutama pedagang UMKM. Maka dari itu, Kemendag memutuskan, selama proses pemulihan ekonomi di tahun depan, minyak goreng curah masih boleh beredar.

"Jadi minyak goreng curah tetap kami izinkan, karena itu menjadi kebutuhan UMKM, kebutuhan masyarakat kecil," kata Oke.

Namun keinginan Luhut kembali mendorong wacana lama ini tentu bukan tanpa alasan. Upaya menghilangkan minyak goreng curah dan menggantikannya ke dalam kemasan sederhana dilakukannya sebagai bagian dari upaya menstabilkan harga minyak goreng di lapangan.

Minyak goreng curah di sejumlah daerah saat ini masih tercatat tinggi dari Harga Eceran Tertinggi (HET) ditetapkan pemerintah sebesar Rp14.000/liter. Berdasarkan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS) minyak goreng curah di Papua masih dijual Rp28.650/liter, Maluku Utara Rp27.000 ribu/liter, dan Kalimantan Utara Rp22.500/liter.

Sementara itu, di Gorontalo harga minyak goreng curah masih dibandrol Rp21.900/liter, Lampung Rp18.950/liter, Kalimantan Timur Rp18.950/liter, Nusa Tenggara Barat Rp18.400/liter, Kalimantan Selatan Rp18.250/liter, Sumatera Selatan Rp18.100/liter, dan DKI Jakarta Rp17.900/liter.

Namun ada beberapa daerah dengan harga minyak goreng terendah terjadi di wilayah Kalimantan Barat Rp14.350/liter, Sumatera Barat Rp15.250/liter, Sulawesi Selatan Rp16 ribu/liter, Jawa Timur Rp16.050/liter, Aceh Rp16.150/liter, Kepulauan Riau Rp16.200/liter, Banten Rp16.500/liter, dan Kalimantan Tengah Rp16.550/liter.

“Kita berharap harga normal [minyak goreng curah]. Ini sekarang kan sudah berjalan. Tidak bisa juga terus begini," ujar Luhut.

Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) sendiri menyambut baik wacana pemerintah yang ingin menghapus minyak goreng curah. Namun, DMSI meminta agar distribusi minyak goreng curah dijalankan oleh perusahaan pemerintah atau Badan Usaha Milik Negara atau Badan Urusan Logistik (Bulog).

Plt Ketua DMSI, Sahat Sinaga menilai, penghapusan minyak goreng curah akan lebih efektif jika pemerintah mendistribusikannya. Sebab, pemerintah membuat aturan minyak goreng curah harus dijual sesuai harga eceran tertinggi (HET) yaitu Rp14.000 per liter atau Rp15.500 per kilogram.

“Makanya minyak goreng ini distribusinya jangan ke swasta. Itu harus dilakukan pemerintah. Karena ke BUMN/Bulog margin sedikit akan dijalankan," ujarnya kepada Tirto.

Ketua Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi bahkan mendorong pemerintah agar wacana penghapusan minyak goreng curah ini segera dilakukan tidak hanya sekadar wacana. Sebab, penghapusan ini sudah ada sejak dulu.

"Ini wacana yang sudah sangat lama, tapi cuma wacana doang. Tidak berani dieksekusi," kata Tulus dihubungi reporter Tirto.

Bisa Dilakukan Secara Bertahap

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengatakan, secara konsep mengubah dari minyak goreng curah ke kemasan sederhana dilakukan juga di negara-negara lain, terutama untuk meningkatkan pengawasan. Sementara di beberapa pasar tradisional Indonesia pun sudah melakukan itu. Para pedagang bahkan menjual di bawah satu liter dengan menggunakan kemasan aqua gelas bekas.

"Sekarang di beberapa tempat mulai jamak daripada timbul bisnis packing migor curah terutama migor rakyat jadi kemasan sederhana, lebih baik pemerintah yang perintahkan kemasan sederhana ini menjadi kewajiban," kata Bhima kepada reporter Tirto.

Namun, untuk di Luar Jawa penjualan minyak goreng curah dalam kemasan sederhana ini perlu dilakukan secara bertahap. Tidak bisa dikebut seperti pasar-pasar tradisional maupun penjual eceran di berbagai kota-kota besar.

"Jadi ada gelombang tahapan sehingga tidak langsung melarang peredaran minyak goreng curah. Tapi mulai ada kemudian pembatasan curah, tetapi secara bergelombang itu mungkin supaya tidak menimbulkan kontra di masyarakat terutama di pedagang UMKM," kata dia.

Bhima sendiri memahami, penggunaan minyak goreng curah sebagian juga dibutuhkan oleh UMKM. Maka dari itu, kata dia, pemerintah harus melihat betul-betul mana berhak mendapatkan minyak goreng dengan harga wajar, terutama pelaku UMKM yang selama ini menggunakan curah.

"Mereka [UMKM] ini juga sebaiknya diberikan kemasan sederhana tetapi tidak hanya satu liter. Tapi juga ada kemasan sederhana satu liter. Tapi memang kualitas migornya bukan premium," jelasnya.

Namun selama pemerintah bisa memberikan kepastian harga minyak goreng curah kemasan sederhana sesuai HET, masyarakat dan pelaku UMKM juga otomatis akan berpindah ke minyak goreng kemasan sederhana dibandingkan curah.

“Itu mungkin yang bisa dilihat, harapannya dengan kemasan sederhana pengawasannya akan menjadi lebih baik sesuai dengan HET dan sosialisasinya rata maka tidak akan ada gejolak yang berlebihan," kata dia.

Harga Kemasan Menjadi Mahal?

Dari sisi harga, Juru Bicara Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Jodi Mahardi memastikan bahwa minyak goreng dalam kemasan sederhana pengganti curah akan tetap dijual berdasarkan HET. Ia menjamin tidak ada biaya tambahan untuk kemasan tersebut.

"Tarifnya sendiri kemarin Pak Menko [Luhut] bilang akan tetap Rp14.000 per liter. Tapi ini prosesnya masih akan terus dibicarakan," kata Jodi kepada reporter Tirto.

Sementara itu, saat disinggung mulai kapan diberlakukannya, Jodi enggan menjawab. Terlebih, dia memastikan bahwa saat ini fokus pemerintah sekarang masih dalam percepatan ekspor. Juga mengecek masalah distribusi hingga menurunkan harga ke level Rp14.000 per liter.

Di sisi lain, Sahat Sinaga yang juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) menambahkan, harga minyak goreng kemasan akan berbeda dengan minyak goreng curah yang memiliki harga eceran tertinggi Rp 14.000 per liter.

Sahat memperkirakan ada kemungkinan akan melebihi Rp14.000 per liter yang disebabkan adanya biaya yang diperuntukkan untuk pengemasan. Tidak banyak, paling tambahnya Rp1.500. “Biaya packing tidak banyak," ujarnya.

Minyak Goreng Kemasan Jauh Lebih Aman

Dari sisi konsumen, YLKI sendiri mendukung upaya pemerintah dalam menghapus peredaran minyak goreng curah. Karena dari sisi perlindungan konsumen dan atau aspek keamanan pangan, kebijakan mengganti minyak goreng curah diganti kemasan sederhana ini bisa dimengerti.

Sekretaris Pengurus YLKI, Agus Suyatno menilai, secara fisik minyak goreng dalam kemasan lebih aman. Selain itu kecil potensinya untuk terkontaminasi zat atau benda lain yang tidak layak konsumsi, dan bisa lebih tahan lama.

"Dengan menggunakan kemasan, maka minyak goreng tersebut harus mengutamakan aspek perlindungan konsumen, seperti adanya informasi kadaluwarsa, informasi kehalalan, dan informasi lain yang dibutuhkan konsumennya," kata Agus kepada reporter Tirto.

Agus menekankan agar harga minyak goreng dalam kemasan tetap terjangkau, pemerintah harus konsisten menjaga HET-nya. Karena pengendalian HET menjadi penting sebab minyak goreng adalah kebutuhan pokok masyarakat.

"Bukan hanya untuk keperluan domestik rumah tangga, tetapi juga untuk keperluan bisnis UKM/UMKM," katanya.

Di samping itu, YLKI juga mendorong agar pemerintah menjamin bahwa minyak goreng curah yang dijual kemasan tersebut kualitasnya sesuai dengan standar mutu minyak goreng kemasan premium, yaitu minyak goreng ber-SNI.

Pemerintah juga perlu berani membuat regulasi untuk pelaku usaha yang hendak mendapat kuota ekspor minyak goreng. Mereka nantinya wajib memproduksi dan menjual migor kemasan sederhana dengan harga yang ditentukan pemerintah.

Baca juga artikel terkait MINYAK GORENG CURAH atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz