Menuju konten utama
Kebutuhan Pangan

Harga Telur, Cabai Rawit hingga Daging Naik, Pemerintah Bisa Apa?

Kebutuhan pokok kompak naik, mulai dari daging, telur, cabai, hingga bawang putih dan merah. Apa yang semestinya dilakukan pemerintah?

Harga Telur, Cabai Rawit hingga Daging Naik, Pemerintah Bisa Apa?
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi (kanan) berswafoto dengan pedagang saat meninjau harga kebutuhan pokok di Pasar Kramat Jati, Jakarta, Kamis (3/2/2022).ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/foc.

tirto.id - Permasalahan harga pangan seolah tak pernah ada habisnya. Belum selesai masalah minyak goreng, kini beberapa komoditas lain juga mengalami lonjakan harga. Mengutip data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS) sejumlah bahan pokok yang mengalami lonjakan harga di antaranya daging sapi, cabai rawit, telur, daging sapi, bawang sampai gula.

Rata-rata harga daging sapi di sejumlah daerah ada di angka Rp140 ribu/kg. Kenaikan harga tersebut sudah terjadi sejak Maret 2022. Padahal Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk daging sapi hanya dipatok di kisaran Rp105 hingga Rp115 ribu per kg.

Harga telur juga sama. Harga telur yang biasanya hanya kisaran Rp21-22 ribu/kg, saat ini ada di angka Rp26 hingga Rp30ribu/kg. Daging ayam juga ada di angka Rp30-45 ribu/kg, padahal HET daging ayam hanya Rp25 ribu/kg. Telur dan daging ayam sebenarnya sudah naik secara bertahap sejak beberapa bulan ke belakang hingga hari ini.

Komoditas pangan lain yang saat ini tengah naik yaitu cabai rawit. Harga cabai rawit merah saat ini sudah hampir mencapai Rp100 ribu/kg. Harga itu berlaku di beberapa daerah seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jambi dan beberapa daerah lainnya. Harga cabai di masa normal padahal hanya sekitar Rp32 ribu/kg.

Sekjen Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI), Reynaldi Sarijowan menjelaskan, kenaikan harga pangan terjadi saat pasokan belum siap menghadapi daya beli masyarakat yang mulai pulih pada pertengahan 2022. Selama pandemi COVID-19, banyak pemasok dan petani yang mengurangi hewan ternak sampai jumlah tanaman pangan untuk menekan biaya produksi yang sudah naik dalam dua tahun terakhir.

“Suplainya kurang. Jadi harga pasti akan naik karena barangnya enggak ada. Kemudian permintaan kita juga terlalu tinggi. Kalau bahas ini terjadi karena ada aji mumpung sepertinya engga ya, karena pedagang juga bingung barangnya enggak ada,” kata Reynaldi kepada reporter Tirto, Kamis (9/6/2022).

Pantauan harga di lapangan, kata Reynaldi, tidak jauh berbeda dari data PIHPS. Namun ia meminta pemerintah agar mengamankan pasokan supaya harga pangan tidak terus naik dan terkendali.

“Permintaan sebenarnya biasa saja, tapi harganya sudah mulai tinggi padahal kita masuk ke Iduladha loh. Ini sudah seragam naik, saya enggak tahu apakah pemerintah dalam hal ini Kemendag, Kementan tahu fakta di lapangan gimana, karena kemarin Pak Mendag [Lutfi] bilang ada penurunan. Penurunan dari mana?” kata dia mempertanyakan.

Reynaldi menjelaskan harga pangan saat ini hampir semuanya naik, bahkan bawang merah dan bawang putih mengalami kenaikan. Bawang putih yang 80 persen impor yang harga normalnya hanya Rp17 ribu/kg naik menjadi Rp33 ribu/kg. Sementara bawang merah pada musim penghujan mengalami kenaikan di angka Rp30-35 ribu dari harga normal Rp20 ribu/kg.

Apa yang Perlu Dilakukan Pemerintah?

Terkat harga pangan yang ramai-ramai naik, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rusli Abdullah menjelaskan, pasokan di dalam negeri perlu diamankan meskipun banyak komoditas seperti bawang putih, pupuk sampai pakan ternak masih tergantung pada impor.

“Kalau ini ada kenaikan harga pangan karena imbas Rusia-Ukraina, kan pemerintah Indoensia enggak bisa apa-apa ya. Cina lockdown lagi dan mungkin imbasnya ada masalah distribusi di impor bawang putih, pemerintah juga enggak bisa [intervensi]. Yang bisa dilakukan amankan pasokan di dalam negeri, cari tahu apa masalahnya dan selesaikan satu per satu. Kalau cabai, kan, selalu mahal ya kalau musim hujan, mungkin bisa dimulai dari komoditas lain,” kata Rusli kepada reporter Tirto.

Rusli juga mengatakan ada permasalahan suplai di peternak dan petani. Saat pertumbuhan daya beli belum beriringan dengan pertumbuhan produksi pangan usai pandemi. Kondisi tersebut menimbulkan kelangkaan dan kekurangan pasokan yang memicu lonjakan harga pangan di pasaran.

“Jadi gini produksinya belum tumbuh secepat pertumbuhan konsumsi saat ini. Jadi sektor produksi ini masih recover,” kata Rusli menambahkan.

Dalam kasus daging ayam dan telur misal, kata dia, banyak peternak yang kesulitan karena kenaikan harga pakan ternak impor yang terdiri dari jagung dan bungkai kedelai selama dua tahun terakhir dan mensiasatinya dengan mengurangi jumlah hewan ternak. Selain itu, banyak petani yang mengurangi jumlah tanaman karena kesulitan membeli pupuk dan bibit.

Belum lagi selama dua tahun terakhir, kata Rusli, para petani sudah terbiasa mengelola jumlah yang lebih sedikit karena konsumsi masyarakat belum kembali normal.

“Masyarakat kelas menengah ini rentan terhadap kenaikan harga, karena sekitar 60 persen pendapatannya digunakan untuk konsumsi,” ujar dia.

Dampak adanya kenaikan harga pangan akan lebih menekan masyarakat miskin juga diungkapkan Direktur Eksekutif Core, Mohammad Faisal. Ia mengatakan, proporsi pengeluaran masyarakat kelas menengah ke bawah untuk pangan merupakan paling besar.

“Jadi kalau komoditas mengalami peningkatan yang signifikan, nah ini daya beli paling bawah ini kena tekanan paling besar tergerusnya dibandingkan kalangan atas. Ini yang membuat secara keseluruhan dia [masyarakat menengah ke bawah] untuk ditekan pengeluarannya, berarti masyarakat yang terdampak, dia harus mengurangi spending untuk yang lain,” kata Faisal.

Potensi dari adanya kurang gizi sampai pengeluaran lain akan dipotong untuk mengantisipasi adanya kenaikan harga pangan yang seragam melonjak. Bahkan dalam prediksi yang lebih luas, kesenjangan ekonomi akan semakin lebar dengan adanya kondisi saat ini.

“Ini yang akan mempengaruhi daya beli kemudian ke kesenjangan dan yang kita khawatirkan ini akan diikuti dengan dampak akumulasi yang lain misalnya maraknya gizi buruk,” tandas dia.

Respons Pemerintah

Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi saat rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI pada Rabu (8/6/2022) mengakui terjadi kenaikan di beberapa komoditas pokok. Ia mencontohkan telur ayam ras naik 3,58 persen menjadi Rp28.900/kg, bawang merah naik 9,45 persen menjadi Rp42.500/kg, kedelai dan cabai merah keriting naik 20,33 persen menjadi Rp52.300/kg, cabai merah naik 24,82 persen di level 53.300/kg dan cabai rawit naik 38,66 persen menjadi Rp66.000/kg. Kemudian tepung terigu naik 1 persen menjadi Rp11.600 /kg.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pihaknya akan merancang suatu badan yang bisa menjadi penstabil harga. Badan itu, kata dia, bertugas untuk menyimpan komoditas pangan yang diperlukan masyarakat.

“Sama seperti masalah minyak goreng. Salah satu reform ke depan adalah 10 persen daripada yang diperlukan oleh masyarakat itu akan dipegang oleh badan yang sekarang lagi kami rancang. Mungkin badan yang sudah ada kita modifikasi agar dia nanti bukan profit oriented, tapi stok oriented, untuk memastikan stok ini ada,” kata Lutfi.

Baca juga artikel terkait KENAIKAN HARGA PANGAN atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Abdul Aziz