tirto.id - Direktur Riset Center of Reform Economic (CORE), Piter Abdullah optimistis, Indonesia bisa menjaga pertumbuhan ekonominya di 5 persen meski perekonomian global mengalami resesi. Ekonomi Indonesia sendiri menjadi salah satu yang paling resilien dikisaran 5,1 persen seperti diperkirakan oleh Bank Dunia.
“Saya masih optimis kalau Indonesia bisa bertahan walau perekonomian global dihantam resesi. Dengan asumsi pandemi mereda," kata Piter saat dihubungi reporter Tirto, Kamis (9/6/2022).
Piter memahami kondisi ekonomi global dispekulasikan akan resesi dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian di banyak negara maju. Amerika Serikat (AS) misalnya, angka inflasi di negara Paman Sam tersebut melambung tinggi.
Inflasi yang tinggi tersebut kemudian mengundang suku bunga AS atau The Fed menaikkan suku bunga acuan dan mengeringkan likuiditas. Suku bunga yang tinggi, likuiditas yang kering akan membuat demand terbatasi dan menurunkan pertumbuhan ekonomi.
“Kondisi ini berpotensi membawa Amerika mengalami resesi, kontraksi ekonomi selama dua triwulan berturut-turut," kata Piter.
Pertumbuhan ekonomi AS pada kuartal I-2022 tercatat negatif 1,4 persen. Ini utamanya disebabkan oleh tingginya impor di tengah menurunnya ekspor. Tetapi permintaan negara tersebut masih cukup terjaga. Jika kuartal II-2022 kembali negatif maka perekonomian AS secara resmi disebut resesi.
"Kemungkinannya memang besar karena kondisi yang dijelaskan di atas. Resesi di negara-negara maju seperti AS akan berpengaruh terhadap perekonomian global. Tetapi tidak berarti semua negara akan mengalami resesi," katanya.
Piter menekankan, resesi terjadi di Amerika bukan berarti Indonesia juga resesi. Perekonomian Amerika terdampak negatif oleh tingginya impor di tengah harga komoditas yang tinggi. Sementara Indonesia sebaliknya, harga komoditas yang tinggi membantu ekspor Indonesia dan mendorong surplus neraca perdagangan tertinggi.
"Amerika memang mitra dagang utama bagi Indonesia tetapi bukan satu-satunya. Perekonomian Indonesia tidak sepenuhnya bergantung kepada Amerika. Indonesia lebih banyak bergantung kepada Cina," jelasnya.
Meskipun Amerika resesi, kata Piter, perekonomian Indonesia masih punya peluang baik-baik saja. Sebab yang perlu diwaspadai adalah kondisi global jika Cina, Eropa, semuanya resesi. "Kita patut lebih khawatir," imbuhnya.
Bank Dunia sebelumnya memperkirakan bakal terjadi resesi ekonomi pada tahun ini. Kondisi ini tidak terlepas dari dampak pandemi COVID-19 dan invasi antara Rusia ke Ukraina yang memicu perlambatan ekonomi secara global.
Presiden Bank Dunia, David Malpass mengatakan, dampak akibat pandemi dan perang, tingkat pendapatan per kapita di negara berkembang tahun ini akan hampir 5 persen di bawah tren sebelum pandemi.
“Perang di Ukraina, penguncian di Cina, gangguan rantai pasokan, dan risiko stagflasi memukul pertumbuhan. Bagi banyak negara, resesi akan sulit dihindari,” kata David dalam Global Economic Prospect June 2022 (GEP), ditulis Kamis (9/6/2022).
David menuturkan pandemi COVID-19 dan invasi Rusia ke Ukraina akan memperbesar perlambatan ekonomi global. Hal ini akan menjadi periode pertumbuhan lemah dan inflasi yang berlarut-larut. Pada akhirnya kondisi tersebut meningkatkan risiko stagflasi, dengan konsekuensi yang berpotensi membahayakan bagi ekonomi berpenghasilan menengah dan rendah.
Dengan berbagai risiko terjadi, Bank Dunia perkirakan ekonomi global akan melambat signifikan dari 5,7 persen di 2021 menjadi hanya 2,9 persen di 2022. Ini akibat eskalasi berbagai risiko. Proyeksi pertumbuhan ekonomi global 2022 tersebut turun signifikan sebanyak 1,2 poin dari proyeksi sebelumnya di Januari.
Penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi oleh Bank Dunia terjadi secara luas di berbagai negara, baik kelompok negara maju maupun berkembang. Proyeksi pertumbuhan ekonomi 2022 untuk Zona Eropa sebagai episentrum konflik geopolitik mengalami revisi ke bawah sebanyak 1,7 persen, dari 4,2 persen menjadi 2,5 persen.
Pertumbuhan Rusia diproyeksi akan mengalami kontraksi 8,9 persen atau turun sangat dalam 11,3 persen dari prediksi sebelumnya. Sementara dua perekonomian terbesar dunia, yakni Amerika dan Cina, juga turut mengalami penurunan proyeksi pertumbuhan di tahun ini, masing-masing 1,2 persen dan 0,8 persen.
Di kelompok negara berkembang, India, Meksiko, dan Thailand juga mengalami penurunan proyeksi yang cukup signifikan yakni 1,2 persen 1,3 persen, dan 1,0 persen.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi salah satu yang paling resilien. Bank Dunia memprediksi akan berada di tingkat 5,1 persen untuk 2022 atau hanya turun 0,1 persen dari proyeksi sebelumnya. Proyeksi ini masih berada dalam kisaran outlook pemerintah yakni 4,8 persen – 5,5 persen.
Dalam laporan GEP June 2022 tersebut, Bank Dunia mengemukakan bahwa perekonomian Indonesia akan mendapat dorongan dari kenaikan harga komoditas.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz