tirto.id - Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, Fadil Zumhana menyatakan, lima berkas perkara tersangka pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J telah lengkap. Kelima tersangka tersebut siap masuk tahap selanjutnya, yaitu persidangan.
“Saya menerima laporan dari Direktur Tindak Pidana terhadap Orang dan Harta Benda bahwa persyaratan formal dan materiil telah terpenuhi, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 138, Pasal 139, Pasal 8 ayat (3) KUHAP,” ucap Fadil di Kejaksaan Agung, Rabu, 28 September 2022.
Dalam penelitian berkas perkara, kejaksaan perlu dua pekan guna mengecek berkas-berkas perkara itu. Fadil bahkan membanggakan tidak ada berkas perkara yang bolak-balik diperiksa antara penyidik Bareskrim dan jaksa peneliti lantaran pemenuhan petunjuk melalui konsultasi dan koordinasi.
“Sehingga pada hari ini [berkas] kami nyatakan lengkap, untuk kasus pembunuhan berencana,” kata dia.
Berkas perkara itu ialah milik Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Kuwat Maruf, Richard Eliezer, dan Ricky Rizal. Polisi menjerat mereka dengan Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP, dengan ancaman maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup atau penjara selama-lamanya 20 tahun.
Fadil juga memerintahkan jajarannya untuk segera melaksanakan pelimpahan tersangka dan barang bukti (tahap II) tak lama usai berkas perkara dinyatakan lengkap.
“Kenapa? Karena KUHAP menganut asas peradilan cepat, sederhana, dan berbiaya ringan. Supaya mendapatkan kepastian hukum, (serta) keadilan bagi tersangka maupun korban,” jelas Fadil.
Jaksa pun berencana menggabungkan dua berkas perihal pembunuhan berencana Brigadir Yosua dan penghalangan penyidikan milik Ferdy Sambo demi efektivitas persidangan.
Perbarengan tindak pidana (concursus) ialah terjadinya dua atau lebih tindak pidana oleh satu orang atau beberapa orang, namun tindak pidana yang dilakukan pertama kali belum dijatuhi pidana, atau antara tindak pidana yang awal dengan tindak pidana berikutya belum dibatasi oleh suatu putusan.
Concursus memiliki tiga bentuk, yaitu perbarengan peraturan (concursus idealis), perbarengan perbuatan (concursus realis) dan perbarengan perbuatan berlanjut. Perbarengan ini pun tercantum dalam Pasal 65 KUHP yang berbunyi:
(1) Dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang diancam dengan pidana pokok yang sejenis, maka dijatuhkan hanya satu pidana.
(2) Maksimum pidana yang dijatuhkan ialah jumlah maksimum pidana yang diancam terhadap perbuatan itu, tetapi boleh lebih dari maksimum pidana yang terberat ditambah sepertiga.
Polri pun akan menyiapkan pelimpahan tersangka dan barang bukti (tahap II) kasus ini.
“Nanti penyidik ke jaksa penuntut umum untuk mengambil surat P-21 dan dipersiapkan langkah-langkah lanjutnya oleh penyidik terkait tahap II," ucap Kadiv Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo, Rabu, 28 September.
Pembuktian Meninggalnya Brigadir J
Kamaruddin Simanjuntak, kuasa hukum keluarga Brigadir J, berharap hakim dapat berlaku adil dalam menangani perkara.
“Setelah P21, lalu P22 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, maka kami berdoa kepada Tuhan agar Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan agar nanti hakimnya, misalnya tiga, lima atau tujuh adalah hakim-hakim wakil dari Tuhan,” kata dia di Jakarta Barat, Kamis, 29 September 2022.
Pada persidangan nanti, tim kuasa hukum Brigadir Yosua akan menyasar Pasal 340 KUHP lantaran pasal itu merupakan yang terberat dalam persangkaan Ferdy Sambo cs.
Sementara itu, Juru Bicara Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti menyatakan, pihaknya menyambut baik berkas perkara Sambo dkk telah dinyatakan lengkap. Ia berharap kasus ini berjalan cepat dan transparan.
“Kami mengapresiasi Kapolri dan jajaran yang telah memproses kasus ini dengan sungguh-sungguh. Kami juga mengapresiasi koordinasi yang baik antara Polri dan Kejaksaan Agung sehingga berkas bisa segera dinyatakan lengkap,” ucap dia kepada reporter Tirto, Jumat, 30 September 2022.
Poengky juga berterima kasih kepada masyarakat dan pers yang turut berpartisipasi mengawasi perkara ini. Pihaknya menunggu kasus ini segera dilimpahkan jaksa ke pengadilan.
“Kami optimistis dengan adanya pengawasan publik dan pengawasan internal (Itwasum/Irsus/Propam Polri) maupun eksternal, telah mendorong proses penyelidikan dan penyidikan berjalan secara profesional. Kami berharap sidang pengadilan berjalan lancar dan adil,” kata Poengky.
Pasal Pembunuhan Berencana Didahulukan
Dosen Hukum Pidana Universitas Brawijaya, Fachrizal Afandi mengatakan, jika dua berkas Sambo digabung, maka yang akan dibuktikan lebih dahulu adalah Pasal 340 tentang pembunuhan berencana karena itu merupakan ancaman terberat bagi si mantan Kadiv Propam Polri itu.
Pasal 340 berbunyi “Barangsiapa dengan sengaja dan dengan direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena pembunuhan direncanakan (moord), dengan hukuman mati atau penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lama 20 tahun.”
“Jaksa pasti akan fokus di situ (pembuktian Pasal 340 KUHP). Sementara obstruction of justice, ancamannya sampai satu-dua tahun; itu bisa jadi alasan pemberat jika penghalangan proses hukum terbukti, kemudian pembunuhan berencana terbukti. Bisa jadi (vonis) maksimal hukuman mati atau seumur hidup,” kata Fachrizal kepada reporter Tirto, Jumat (30/9/2022).
Misalnya hakim memvonis Sambo dengan hukuman seumur hidup, maka hukum penghalangan penyidikan termasuk dalam hukuman seumur hidup itu pula alias ‘bakal ikut yang maksimal, bukan akumulasi’. Sidang ini akan memperlihatkan aparat penegak hukum, terutama jaksa, untuk membuktikan bahwa ada tindak pidana yang berkaitan.
Memang pembuktian pasal perkara ini dilakukan satu per satu, tapi hukumannya akan diambil yang paling berat. Jaksa bakal menyasar yang terberat. Apakah mungkin Sambo dijatuhi hukuman mati? Fachrizal berpendapat “sangat mungkin, meski saya tidak sepakat dengan hukuman mati.”
Dalam persidangan nanti juga akan muncul alasan-alasan pemberat bagi Sambo, misalnya dia adalah jenderal bintang dua kepolisian yang menjadi otak pembunuhan ajudannya, lalu Sambo mengerahkan beberapa polisi untuk merusak, menghilangkan, menyimpan barang bukti kamera pengawas.
Dalih-dalih itu bisa memberatkan Sambo, kata dia. Namun ini juga menjadi pertaruhan hakim dan jaksa jika mereka memvonis rendah Sambo dengan alasan tidak masuk akal; misalnya Sambo telah puluhan tahun mengabdi sebagai personel Korps Bhayangkara dan baru satu kali berbuat tindak pidana. Kalau jaksa dan hakim tidak bisa memberikan hukuman maksimal, ini berarti mempertaruhkan citra penegak hukum.
“Seharusnya, kalau menggunakan hukum pidana, karena dia (Sambo) punya jabatan sebagai penegak hukum, itu bukan alasan memperingan. Justru memperberat. Apalagi ini ada obstruction of justice,” tutur Fachrizal.
Selanjutnya, kata Fachrizal, bila dalam persidangan ada fakta-fakta baru perihal tindak pidana lain yang terkuak, maka kepolisian semestinya bisa langsung mengusutnya. “Jangan berhenti di Sambo.”
Penulis: Adi Briantika
Editor: Abdul Aziz