Menuju konten utama

Menyoal Somasi Es Teh Indonesia & Hak Konsumen yang Terabaikan

YLKI menilai sekeras apa pun kritik dari konsumen, idealnya pelaku usaha tak perlu menyerang balik dengan somasi.

Menyoal Somasi Es Teh Indonesia & Hak Konsumen yang Terabaikan
Ilustrasi Hak Konsumen. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Es Teh Indonesia, perusahaan yang menjual minuman segar viral di media sosial usai melayangkan somasi kepada Gandhi, salah satu konsumennya. Lewat akun media sosial, Ghandi memberikan review negatif terhadap produknya hingga perusahaan milik aktris Nagita Slavina itu mengancam si konsumen dengan pencemaran nama baik.

Sontak, hal tersebut membuat publik ramai. Bahkan, kata “Es Teh,” “Nagita Slavina,” hingga somasi ramai menjadi perbincangan dan trending topik di Twitter. Publik menganggap tindakan pihak Es Teh atau PT Esteh Indonesia Makmur itu sebagai bentuk arogansi.

“Menurut saya somasi ataupun laporan pidana karena keluhan konsumen adalah tindakan berlebihan,” kata Direktur Amar Law Firm, Alghiffari Aqsa kepada reporter Tirto, Senin (26/9/2022).

Kasus tersebut berawal dari seorang netizen bernama Gandhi melalui akun Twitter @Gandhoyy yang mengkritik produk minuman yang ia beli dari Es Teh Indonesia terlalu manis.

Dalam kicauannya, dia menyebut produk minuman Chizu Red Velvet seperti gula seberat 3 kg serta sejumlah kata kurang baik lainnya.

Lantas, pihak Es Teh menilai bahwa kritik yang dilakukan Gandhi melalui twit di media sosial tersebut tidak pantas dan bersifat subjektif. Selain itu, opsi lain juga telah disesuaikan dengan kebutuhan konsumen.

“Sehingga kurang pantas menyatakan bahwa produk Chizu Red Velvet (minuman) seperti gula seberat 3 kg. Kami menganggap pernyataan tersebut dapat menyebabkan pemberian informasi keliru dan/atau menyesatkan kepada konsumen/publik,” demikian tulis tim legal PT Esteh Indonesia Makmur, Brian Michel.

Selain itu, melalui surat somasi tersebut juga dijelaskan bahwa PT Es Teh Indonesia Makmur merasa terhina dengan kata-kata "hewan" dan penggunaan kata yang kurang baik lainnya yang ditulis oleh Gandhi.

Somasi Esteh Indonesia

Surat somasi Esteh Indonesia untuk pelanggannya. (Twitter/@gandhoyy)

Lantaran hal tersebut, akhirnya Es Teh Indonesia melakukan somasi dan meminta Gandhi menghapus unggahannya yang berisi kritis terhadap produk mereka.

“Dengan ini kami memperingatkan dan menegur dengan keras (somasi) saudara untuk segera melakukan penghapusan dan klarifikasi pernyataan (tweet) pada akun twitter pribadi saudara, paling lambat 2x24 jam sejak tanggal surat ini,” tulis mereka.

Usai mendapat somasi tersebut, Gandhi kemudian mengunggah twit permintaan maaf dan menghapus kicauan sebelumnya tentang kritik terhadap kandungan gula dari minuman Es Teh Indonesia yang dinilai terlalu manis. Ia juga mengaku telah mencela produk Es Teh Indonesia hingga menyebabkan kerugian perusahaan.

“Saya beropini dan sekaligus menjelekkan nama produk, pemberian informasi yang keliru, kandungannya, dan nama perusahaan. Sekali lagi saya memohon maaf terhadap tweet yang saya buat atas pencemaran nama baik PT. ES Teh Indonesia Makmur,” tulisnya.

Kritikan Konsumen Dijamin UU PK

Peneliti Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Niti Emiliana menyatakan, pelanggan memiliki kebebasan berpendapat untuk me-review atau mengkritik suatu produk secara independen. Hal itu dijamin oleh Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU PK).

Kritik maupun saran dari konsumen merupakan umpan balik dari mereka kepada pelaku usaha. Dengan menyampaikan kritik, artinya konsumen sedang berusaha berdialog dengan pelaku usaha demi keberlanjutan usahanya.

“Jika pelaku usaha melihat dari sisi lain, ini bisa menjadi salah satu bahan untuk evaluasi produk atau bahkan membuat inovasi produk sesuai dengan kebutuhan konsumen,” kata Niti kepada Tirto, Senin (26/9/2022).

Menurut Niti, sekeras apa pun kritik dari konsumen, idealnya pelaku usaha tidak perlu menyerang balik konsumen dengan somasi. Sebab, somasi atau langkah hukum lainnya dengan dalih pencemaran nama baik justru kontraproduktif dan meruntuhkan sikap kritis konsumen.

Sebab, bagaimanapun mengadu ataupun mengeluh merupakan hak konsumen yang dijamin dalam UU PK. Kemudian, dalam UU tersebut pelaku usaha juga berkewajiban beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya dan memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.

“Jika ada kritik konsumen yang berpotensi merugikan pelaku usaha, sebaiknya diambil langkah mediasi dan pendekatan secara humanity, sehingga ada titik temu yang baik," tuturnya.

Atas perbuatannya melakukan somasi kepada konsumen, kata Niti, perusahaan Es Teh malah akan menerima kerugian, sebab hal ini akan menurunkan kepercayaan konsumen pada pelaku usaha dan produknya.

"Jika dilihat, ini juga bisa jadi peluang persaingan bisnis untuk meningkatkan marketing dari produk pesaingnya," ujarnya.

Hal senada diungkapkan Direktur Amar Law Firm, Alghiffari Aqsa. Ia mengatakan jika terdapat keluhan konsumen, meskipun ada kalimat kasar, maka sebaiknya direspons dengan bijak. Karena jika tidak, justru bisa merugikan perusahaan.

Akibatnya, kata Alghiffari, perusahaan bisa kehilangan konsumen dan mungkin keluar biaya lebih jika lanjut ke kasus hukum.

“Keluhan konsumen justru momen baik untuk memperbaiki produk atau layanan, serta berinteraksi lebih dengan konsumen,” ucap Alghiffari.

Sementara itu, Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Rizal Edy Halim mengatakan, pelanggan memiliki hak untuk memberikan kritik dan saran terhadap suatu produk. Namun, dia meminta kepada konsumen tetap sesuai etika.

“Kalau berdasarkan UU Perlindungan Konsumen bisa memberikan review. Yang nggak bisa adalah menjelek-jelekan pihak lain dengan kata-kata yang tidak beretika, tak sopan, dan sebagainya," kata Rizal kepada reporter Tirto, Senin (26/9/2022).

Karena itu, dalam kasus Es Teh Indonesia, Riza menilai langkah perusahaan memberikan somasi kepada konsumen merupakan hal yang tepat.

“Kalau kasus Es Teh ini menurut saya sudah benar [Somasi]. Kenapa? Karena perusahaan publik, ini bergantung kepada brand image mereka, karena sebagai perusahaan publik, jadi itu yang bisa dilakukan," tuturnya.

Manajemen Es Teh Indonesia memberikan klarifikasi terkait kabar viral tersebut. Lewat keterangan tertulis yang diterima Tirto, Rabu (28/9/2022), Esteh Indonesia mengaku telah melakukan pendekatan persuasif dalam menyelesaikan persoalan ini dengan menayangkan kronologis kejadian dan mengarahkan untuk komplain sesuai prosedur sebelum melakukan somasi.

“Esteh Indonesia mengeluarkan somasi sebagai bentuk permintaan untuk menghapus cuitannya yang mengandung unsur penghinaan,” demikian rilis yang diterima Tirto.

Manajemen Es Teh Indonesia juga mengklaim berkomitmen menerima saran serta kritik agar dapat menjadi lebih baik. “Kami mohon maaf apabila sudah membuat gaduh,” tulis mereka menutup rilis.

================

Adendum: Artikel ini per Rabu (28/9/2022) pukul 19.54 WIB ada tambahan klarifikasi dari manajemen Es Teh Indonesia. Sebelumnya kami tulis "Tirto telah menghubungi pihak Es Teh Indonesia, namun hingga artikel dirilis, mereka belum memberikan respons."

Baca juga artikel terkait ES TEH INDONESIA atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Abdul Aziz