tirto.id - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyoroti lemahnya perlindungan konsumen di industri jasa keuangan khususnya peer to peer lending atau pinjaman online (pinjol). Hal ini tercermin dari banyaknya pengaduan fintech ke YLKI.
"Perlu penguatan regulasi mengenai P2P lending maupun perlindungan data pribadi. Untuk menjamin perlindungan hukum bagi konsumen," kata Bidang pengaduan dan hukum YLKI, Rio Priambodo kepada Tirto, Jumat (25/8/2023).
Rio menuturkan, perilaku dasar antara konsumen dan pelaku usaha harus adil dan transparan serta diawasi oleh OJK. Dia menjelaskan OJK dalam hal ini dapat membuat perjanjian standar bagi pelaku industri jasa keuangan.
"Bagaimana business process harus dilakukan dengan benar dan jujur, khususnya transparan mengenai jumlah pinjaman, bunga, denda dan biaya lainnya yang diberikan kepada konsumen," katanya.
Selain itu, Rio juga menilai OJK perlu melakukan pengawasan cara penagihan yang dilakukan oleh fintech. Jangan sampai, kata dia penagihan terhadap konsumen dilakukan secara tidak benar diluar aturan yang sudah ada.
"Penindakan tegas terhadap oknum yang menyalahi aturan dimulai dari hulu hingga hilir dari mulai perizinan, business process hingga cara penagihan," katanya.
OJK, lanjut Rio juga bisa menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Praktik Keuangan (PPATK) untuk menelusuri aliran dana dari investor pinjol ilegal.
"YLKI mendukung OJK untuk penelusuran lebih jauh sumber pendanaan, untuk menghindari indikasi pencucian uang," tandasnya.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin